lanjutnya surplus perdagangan dan kuatnya cadangan devisa menandakan masih baiknya fundamental ekonomi RI.
Bank Indonesia menilai prospek ekonomi Indonesia ke depan cukup menjanjikan. Itu terlihat dari sejumlah indikator ekonomi domestik, seperti hasil rilis Bank Indonesia (BI), Senin (22/4/2024) yang memotret situasi ekonomi riil terkini.
Pertama, Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang mengindikasikan geliat bisnis meningkat. Hal ini tecermin dari nilai saldo bersih tertimbang (SBT) sebesar 14,11 persen pada kuartal I-2024, lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal IV-2023 sebesar 13,17 persen.
Kedua, prompt manufacturing index (PMI) BI yang pada kuartal I-2024 sebesar 52,80 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan 51,20 persen pada kuartal sebelumnya. Dari indikator-indikator di atas dapat memberikan gambaran betapa perekonomian nasional masih pada jalurnya dan itu tentu ini menjadi bahan bakar bagi pemangku kebijakan untuk memacu ekonomi sesuai target yakni 5,2 persen pada tahun ini.
Apalagi, outlook seluruh komponen pembentuk produk domestic bruto (PDB) cukup menggembirakan. Becermin pada data dan prognosis tersebut, bisa dikatakan ekonomi domestik relatif stabil untuk mendukung tercapainya angka sasaran ekonomi pada tahun ini.
Akan tetapi, pemangku kebijakan masih memiliki tantangan yang tak bisa dianggap remeh. Yakni, tingginya ketidakpastian global yang bersumber dari geopolitik Timur Tengah, suku bunga Federal Reserve (The Fed), hingga perlambatan ekonomi megara mitra dagang utama.
Kondisi negara mitra dagang yang sedang tidak dalam kondisi baik-baik saja itu tergambarkan dari data Badan Pusat Statistik (BPS). Di mana tercatat, surplus neraca perdagangan pada kuartal I-2024 turun 68,4 persen (year on year/yoy) menjadi USD7,3 miliar.
Dari data itu, memang secara bulanan kinerja perdagangan internasional pada Maret 2024 masih membukukan kenaikan surplus dibandingkan dengan Februari 2024 yakni dari USD0,87 miliar menjadi USD4,47 miliar. Data secara kumulatif yang mengecewakan itu menjadi alarm bagi pelaku usaha dan pemerintah untuk segera membuka pasar baru sehingga penurunan ekspor tak lantas menggembosi PDB.
Tekanan lain muncul dari suku bunga acuan yang diestimasi masih tinggi sehingga membatasi akses modal dunia usaha. Aneka kendala inilah yang menjadi kerikil di tengah jalan mulus ekonomi nasional. Terlebih, beberapa lembaga internasional juga mencermati eratnya korelasi dinamika geopolitik dan moneter global terhadap perekonomian domestik.
Tak pelak, beberapa lembaga global pun memperkirakan ekonomi Indonesia pada tahun ini hanya mampu tumbuh di angka 5 persen. Lantas seperti apa pendapat pelaku usaha pascaputusan MK? Berikut komentar Wakil Ketua Umum Kadin Shinta W Kamdani yang menilai positif keputusan MK. Di sisi lain, sinyal positif dari dalam negeri tereduksi oleh perkembangan geopolitik yang melahirkan impak tak kalah besar.
Tidak itu saja, rezim suku bunga tinggi dalam waktu lama atau higher for longer, yang memaksa pengusaha meningkatkan efisiensi bisnis dan memaksimalkan potensi penerimaan yang tidak memerlukan penambahan modal secara signifikan. "Karena itu, pembenahan harus dimulai dari iklim usaha domestik agar tercipta ekosistem usaha yang suportif terhadap industri berorientasi ekspor," ujarnya.
Shinta menambahkan, langkah konkret yang bisa dilakukan pemerintah untuk meningkatkan investasi sekaligus memacu ekspor adalah dengan penambahan insentif, pendampingan, dan fasilitas untuk meningkatkan standar produk ekspor. Sejumlah pelaku lainnya juga mengungkapkan pendapat yang seirama dengan Shinta W Kamdani. Mereka menilai, penetapan resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan putusan MK memberikan kepastian bagi dunia usaha.
Namun soal ekspansi, dunia usaha senantiasa melakukan kalkulasi bisnis yang rasional dengan memperhatikan situasi perekonomian nasional dan global. Dengan mempertimbangkan faktor eksternal kian menantang, berbagai kebijakan dan inisiatif yang lebih lentur akan memberikan iklim usaha yang lebih dinamis bagi pebisnis.
Pada kesempatan terpisah, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto tak memungkiri situasi global yang masih penuh kewaspadaan dan bisa memengaruhi keputusan bisnis. Namun menurutnya, secara fundamental ekonomi nasional masih cukup baik, ditandai dengan berlanjutnya surplus perdagangan, kuatnya cadangan devisa, serta terbatasnya eskalasi konflik di Timur Tengah.
"[Soal putusan MK], investor tidak wait and see lagi karena sudah ada keputusan. Kita perlu bekerja bersama untuk memitigasi tantangan global yang tidak menguntungkan," jelasnya.
Airlangga menambahkan, pemerintah akan berusaha agar iklim usaha tetap kondusif. Untuk menciptakan kondisi itu, sejumlah instrumen penjaga stabilitas pun akan dioptimalkan. Di antaranya kebijakan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri, perluasan pasar ekspor, serta kesiagaan program perlindungan sosial untuk menjaga daya beli, sehingga perekonomian nasional tetap terjaga akselerasinya.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari