Indonesia.go.id - Menunggu Sepak Terjang Erick Tohir di Pelabuhan

Menunggu Sepak Terjang Erick Tohir di Pelabuhan

  • Administrator
  • Minggu, 12 Januari 2020 | 18:25 WIB
HOLDING KEPELABUHANAN
  Pelabuhan Tanjung Priok sekarang tak lagi semrawut. Foto: Dok Pelindo II/IPC

Empat perusahaan kepelabuhanan pelat merah (Pelindo I, II, III, dan IV) rencananya akan dilebur menjadi satu. Kelak cakupan kerja perusahaan itu tak lagi berdasarkan regional wilayah, melainkan fungsinya.

Pembentukan superholding yang pernah diinisiasi Rini Soemarno ketika menjabat Menteri BUMN sepertinya akan dirombak Erick Thohir. Menteri BUMN yang baru ini, dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, pada awal Desember lalu, menyampaikan bahwa rencana pembentukan superholding akan diubah konsepnya menjadi subholding dengan tujuan agar tidak ada overlapping dan kanibalisme antarperusahaan pelat merah.

“Bisnis model BUMN harus diperbaiki, oleh karena itu konsep superholding diubah menjadi subholding yang fokus kepada masing-masing kegiatan usaha,” ujarnya.

Untuk BUMN pelabuhan, ke depan akan disesuaikan berdasarkan fungsinya, seperti pelabuhan peti kemas, pelabuhan curah cair, dan sebagainya, dan bukan berdasarkan sub region seperti yang selama ini ada.

Jika BUMN pelabuhan dibagi berdasarkan sub regionnya, dia meyakini, kelak akan terjadi kanibal di antara mereka. Oleh sebab itu, rencana untuk memperbaiki model bisnis BUMN dengan mengembalikan ke bisnis inti, supaya tidak ada masalah overlapping dan kontraproduktif di antara perusahaan-perusahaan milik negara.

Pengamat ekonomi Unika Atmajaya Rosdiana Sijabat mengatakan, pembentukan holding banyak berhasilnya dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Melalui efek multiplier ekonomi, pembentukan superholding kepelabuhanan akan menciptakan penyerapan tenaga kerja, distribusi barang dan jasa antarwilayah dan lebih jauh kondisi ini bisa menciptakan investasi baru. Sehingga semua ini pada akhirnya akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.

Holding kepelabuhanan nantinya akan membuat Pelindo I, II, III, dan IV di bawah ownership yang sama, dapat memperkuat posisi tawar Pelindo dalam setiap negosiasi bisnis dan investasi. Holding akan membuat skala ekonomi menjadi lebih besar. Juga akan terbentuk bisnis yang semakin terspesialisasi yang akhirnya meningkatkan daya saing.  Dan yang penting dicatat, pembentukan holding ini akan mengurangi soft budget constraint problem yang sering dialami BUMN.

Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II/IPC Elvyn G Masassya menyatakan, kesiapannya terhadap rencana pemerintah untuk mengintegrasikan atau menggabungkan perusahaan pelabuhan peti kemas dalam sebuah holding, dengan tujuan efektivitas, efisien, dan meningkat produktivitas kerja.

“ Saya total mendukung rencana integrasi itu,” ujar Elvyn di Jakarta, Selasa (7/1/2020).

Elvyn mengatakan, pengelolaan pelabuhan itu sebenarnya cukup sederhana. Yaitu bagaimana menghasilkan layanan yang lebih cepat, layanan yang lebih mudah, layanan lebih efisien. Ketiga lini ini hanya bisa diraih kalau sistem operasionalnya sama, peralatan kualitasnya sama, dan infrastruktur pelabuhannya standarnya sama.

“Dan  Itu hanya bisa dilakukan secara efektif kalau strategi besarnya, pengelolaannya terintegrasi,” ujarnya

Selama ini  masing masing pengelolaan kepelabuhanan pendekatannya  sangat regional, ada pembatasan wilayah. Padahal yang ideal adalah dengan pendekatan fungsional. Artinya perlu satu perusahaan atau BUMN yang mengelola terminal petikemas untuk lingkup Indonesia.  Pelindo I,II, III dan IV  memang lebih baik diintergrasikan menjadi satu organisasi dan untuk operating-nya melalui satu garis yang fokus di bidang masing-masing.

Sehingga dengan cara penyatuan ini akan ada standarisasi operasional, standarisasi sistem, standarisasi infrastruktur, kolaborasi di bidang komersial,  SDM bisa lebih standar dalam konteks kualitas, profesionalisme, dan sebagainya.

“Saya total mendukung rencana integrasi itu. Pengelolaan pelabuhan itu sebenarnya kan sederhana. Menghasilkan layanan yang lebih cepat, layanan yang lebih mudah, layanan lebih efisien. Nah tiga ini hanya bisa diraih kalau sistem operasionalnya sama,” kata Elvyn.

Elvyn mengatakan, ini masuk era globalisasi. Di mana persaingan di era ini jelas semakin sengit. Sehingga semakin besar ukuran perusahaan, maka akan semakin besar pula kapasitasnya untuk mengelola dan menyinergikan sumber daya pemerintah yang tersebar.  Dalam hal ini diperlukan model bisnis dengan pendekatan model fungsional, bukan lagi regional.

Pendekatan fungsional itu artinya ada perusahaan termasuk BUMN yang mengelola terminal petikemas untuk lingkup Indonesia. Bukan hanya wilayah-wilayah tertentu. Harus ada terminal petikemas atau petikemas untuk lingkup Indonesia. Dan agar Indonesia berjalan maka Pelindo I,II, III, dan IV  perlu dilakukan integrasikan menjadi satu organisasi.

Opsi pembentukan holding Pelindo Incorporated adalah collective value creation dan sinergi dari IPC, Pelindo I, III, dan IV. Tujuannya untuk  membuat lingkup bisnis anak usaha lebih besar lagi.

Sementara itu pengamat Maritim Son Diamar menyarankan pemerintah agar segera menyiapkan seperangkat regulasi dan aturan main yang baku sebelum membentuk holding atau koorporasi induk BUMN kepelabuhanan.

Dia mengatakan bahwa rencana pembentukan Pelindo Incorporated juga tidak boleh mematikan keunggulan dan kreativitas masing-masing entitas yakni Pelindo I, Pelindo II, Pelindo III, dan Pelindo IV.

Perlu diketahui, Pelabuhan Indonesia I (Persero) adalah (BUMN) yang mengelola jasa kepelabuhanan di Indonesia bagian barat. Yang memiliki wilayah operasi di empat provinsi yang meliputi Provinsi Aceh, Sumatra Utara, Riau daratan, dan Riau kepulauan, serta mengelola 16 cabang pelabuhan, 11 kawasan pelabuhan/ perwakilan dan mengelola satu unit usaha yaitu UGK (Unit Usaha Galangan Kapal) serta enam anak perusahaan.

Sedangkan PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau sering dikenal dengan Pelindo II adalah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang logistik, secara spesifik pada pengelolaan dan pengembangan pelabuhan. Saat ini, Pelindo 2 telah mengoperasikan 12 Pelabuhan yang terletak di 10 provinsi di Indonesia, yakni meliputi Sumatra Barat, Lampung, Bengkulu, Jambi, Bangka Belitung, Sumatra Selatan, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Kalimantan Barat.

Pelindo II menjadi salah satu BUMN strategis, di mana seluruh pelabuhan yang dikelola memiliki posisi yang signifikan dalam keterhubungan jaringan perdagangan internasional berbasis transportasi laut.

Sementara itu PT Pelindo III (Persero) yang berkantor pusat di Surabaya, mengelola 43 pelabuhan yang tersebar di tujuh provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, serta memiliki enam anak perusahaan dan sejumlah cucu perusahaan.

Dan PT Pelindo IV (Persero) adalah perusahaan yang bergerak di bidang kepelabuhanan, dengan wilayah kerja Pelindo IV meliputi beberapa pelabuhan khususnya di wilayah Indonesia Timur, yaitu Makassar, Pare-Pare, Kendari, Pantoloan, Tolitoli, Gorontalo, Bitung, Balikpapan, Samarinda, Bontang, Sengata, Tj Redeb, Tarakan, Nunukan, Ternate, Ambon, Sorong,Manokwari, Fak Fak, Biak, Jayapura, Merauke. Bidang usaha Pelindo IV adalah mulai dari, Pelayanan Kapal,  Pelayanan Barang, Pengusahaan Alat, Pelayanan B/M Terminal Konvensional, Pelayanan Terminal Petikemas, Pengusahaan Tanah, Bangunan, dan lainnya, dan Kerja Sama Pengoperasian.

Menurut Son Diamar, jika ingin membentuk holding untuk bisnis kepelabuhanan, Kementerian BUMN dan Kementerian Perhubungan harus betul-betul memilih SDM yang kompeten di dalamnya. Jika dilihat dari sisi kinerja, baik operasional maupun keuangan, lanjut Son Diamar, Pelindo II (IPC) layak menjadi induk untuk Pelindo Incorporated. Selain dekat dengan pusat pemerintahan, Pelindo II menaungi Tanjung Priok yang merupakan pelabuhan terbesar dan tersibuk di Indonesia.  "Kinerja mereka juga cukup baik dalam beberapa tahun terakhir,” jelasnya.

Pada 2018, pendapatan usaha IPC meningkat 4,94% menjadi sebesar Rp11,45 triliun (unaudited) dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar Rp10,91 triliun. Pencapaian laba bersih meningkat 9,95% menjadi sebesar Rp2,43 triliun (unaudited) dibandingkan dengan tahun sebelumnya Rp2,21 triliun.

Selain itu pada tahun 2019, 12 cabang pelabuhan IPC telah memiliki sistem operasi berbasis digital yang setara tentunya dengan tingkat yang berbeda-beda sesuai kebutuhan masing-masing cabang pelabuhan. Sejumlah aplikasi penting telah diimplementasikan, antara lain, Vessel Management System (VMS), Vessel Traffic System (VTS), Automatic Identification System (AIS), dan Terminal Operating System (TOS). Demikian juga Marine Operating System (MOS), untuk pelabuhan yang mempunyai trafik kapal yang tinggi dan disandari kapal-kapal besar. Terkini, pada awal Desember 2019 IPC telah memperkenalkan single Truck Identity Database (TID) yang merupakan basis data truk yang hilir mudik di pelabuhan-pelabuhan IPC. Dimulai dari Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pilot project, yang akan fully implemented pada 2020.

Capaian penting lainnya, hingga tahun 2019 IPC telah berhasil membangun kerja sama sisterport setidaknya dengan 11 pelabuhan, yaitu Port of Ningbo-China, Port of Shenzen-China, Port of Guangzhou-China, Port of Baku-Azerbaijan, Port of Townsville-Australia, Port of Lazaro Cardenas-Mexico, Port of Hamad-Qatar, Port of Djibouti-Afrika Timur, Port of Sabah-Malaysia, serta Port of Los Angeles-Amerika. Pencapaian ini menambah keyakinan bahwa IPC mampu bersaing dan memiliki kapasitas yang baik dalam hal pengelolaan pelabuhan kelas dunia yang unggul dalam operasional dan pelayanan serta berkontribusi secara aktif dalam pengurangan biaya logistik dan fasilitasi kegiatan ekspor-impor Indonesia.

Pada pertengahan 2019, lembaga pemeringkat independen Standard & Poor’s meningkatkan peringkat IPC menjadi BBB dari peringkat sebelumnya BBB- dengan outlook stable (prospek stabil) yang menunjukkan bahwa tren kinerja positif perusahaan, baik operasional maupun keuangan, selama 4 tahun terakhir juga mendapatkan perhatian dari pemangku kepentingan termasuk para investor.

Hasil survei Lloydslist Maritime Intelligence, pada 2019 menunjukkan Pelabuhan Tanjung Priok mendapatkan peringkat ke-22 dunia, naik empat peringkat dari tahun sebelumnya berdasarkan throughput petikemas yang ditangani.

Peran Pelabuhan Tanjung Priok sebagai transhipment port juga telah diperkuat, sehingga saat ini secara reguler telah melayani kapal-kapal besar dengan direct call services ke beberapa tujuan akhir baik di Eropa, Amerika, Australia, maupun Tiongkok, melalui kerja sama dengan shipping line besar seperti CMA-CGM, COSCO dan MSC. Terbaru, Tanjung Priok menambah layanan direct call dengan tujuan Rusia.

Berbagai upaya positif IPC, tecermin pula pada hasil penilaian Kriteria Penilaian Kinerja Unggul (KPKU) dan Good Corporate Governance (GCG) IPC, di mana skor keduanya terus menunjukkan tren peningkatan selama 4 tahun terakhir. Untuk tahun penilaian KPKU 2019, skor IPC berhasil mencapai 616,75, sehingga mampu mempertahankan predikat “Emerging Industry Leader”. Sedangkan dari aspek GCG, IPC kembali mencatatkan peningkatan signifikan dan mencapai skor 98,30 “Sangat Baik”.

Catatan positif tersebut, bersama-sama dengan seluruh capaian lainnya pada 2019, menunjukkan arah yang tepat untuk mewujudkan visi kita menjadi “world class port” pada 2020 dan “world class trade facilitator” pada 2024.

Dari sisi kinerja operasional IPC, trafik arus petikemas tercapai sebanyak 6,95 juta TEUs, naik 1,6% dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 6,84 juta TEUs. Arus nonpetikemas terealisasi sebesar 52,87 juta ton, turun 2,8% dibandingkan November 2018 yaitu sebesar 54,40 juta ton. Untuk arus kapal terjadi penurunan sebesar 3,2%, yaitu dari 195,7 juta GT menjadi 189,5 juta GT, sedangkan untuk arus penumpang terjadi kenaikan dari 588 ribu menjadi 1 juta penumpang, atau tumbuh sebesar 73,6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. (E-2)