Indonesia.go.id - Ketika Tri Risma Diterjang Air Genangan

Ketika Tri Risma Diterjang Air Genangan

  • Administrator
  • Kamis, 23 Januari 2020 | 04:45 WIB
BENCANA BANJIR
  Pengendara kendaraan bermotor melintas di jalan yang tergenang air di Jalan Dr Soetomo, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (15/1/2020). Hujan deras selama sekitar tiga jam yang mengguyur kota Surabaya menyebabkan sejumlah kawasan di kota Surabaya tergenang air. ANTARA FOTO/Didik Suhartono/foc.

Banjir sempat juga singgah ke Surabaya. Hanya dua jam, banjir surut. Wali Kota Tri Rismaharini memastikan, area banjir hanya tersisa dua persen setelah normalisasi sungai, selokan, dan membangun waduk serta rumah pompa.

Bertahun-tahun menyandang reputasi sebagai kota yang terkelola dengan baik, tiba-tiba saja Surabaya diserang banjir. Genangan muncul di 32 titik setelah Kota Pahlawan itu disiram hujan deras selama dua jam, Rabu (15/1/2020) petang. Sepenggal ruas Jl Mayjen Sungkono terendam sampai hampir satu meter. Di situ memang terjadi genangan paling tinggi. Kawasan Darmo Park II juga terkena rendaman lumayan basah, sekitar 50 cm. Video banjir itu langsung viral di media sosial.

Namun, sistem jaringan drainase kota bekerja dengan cepat. Dalam waktu dua jam, genangan menyusut dan lalu lintas normal kembali. Sistem drainase kota bekerja dengan baik. Viral banjir Surabaya pun tak berlangsung lama.

Kuncinya, sungai utama di Surabaya cukup terurus. Sungai Kalimas, anak Kali Brantas yang membelah kawasan Selatan Surabaya, bisa mengalir tanpa banyak gangguan. Badan sungai tak tercekik bangunan liar. Sungai Kadurus pun bisa mengalir mulus ke Kalimas. Kondisi terus terjaga ketika Kalimas bercabang di Wonokromo, yang ke kiri menjadi Kali Surabaya (ada yang tetap menyebutnya Kalimas), dan ke kanan Kali Jagir (ada yang menyebutnya Kali Wonokromo). Kali Rungkut bisa menghilir lancar ke Kali Jagir.

Kalimas, Kali Surabaya, Kali Jagir, Kali Kedurus, dan Kali Rungkut adalah arteri kota. Sungai tersebut bisa mengalirkan limpasan air hujan dari sebagian besar wilayah barat, selatan, dan tengah Kota Surabaya. Kalimas bermuara di dermaga ujung kawasan Pelabuhan Tanjung Perak. Sedangkan Kali Jagir membawa  muatan ke muaranya di Pantai Bakau Wonorejo, lebih dari 20 km sisi selatan Tanjung  Perak.

Meski tidak sebesar Kalimas dan Sungai Wonokromo, ada beberapa arteri lain yang juga vital perannya. Di antaranya adalah Kali Greges dan Kanal Kali Kandangan. Keduanya berperan penting mengendalikan air limpasan di beberapa kawasan Surabaya Utara dan Barat. Kali Kandangan sendiri bermuara di hilir Sungai Lamong, yang menjadi batas alam antara Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik. Adapun Sungai Greges bermuara di Kampung Nelayan Greges Kelurahan Tambak Sarioso, Asemrowo, Surabaya Barat.

Normalisasi sungai, kanal, dan selokan di Surabaya tak henti-hentinya dilakukan. Ruas Kanal Kandangan (ada yang menyebutnya Kali Branjangan) di kawasan Branjangan, Kecamatan Asemrowo, telah selesai dikerjakan pada 2019. Lebih dari 100 rumah warga dibongkar. Sungai yang sudah dinormalisasi hingga lurus mirip kanal itu panjangnya sekitar 7 km dan menjadi muara bagi banyak selokan besar dan kecil. Begitu halnya dengan Kali Greges, yang sepanjang 12 km batang sungainya berperan menghilirkan air dari sejumlah titik dari kawasan Surabaya Barat.

Sampai tahap ini, kapasitas jaringan drainase Kota Surabaya masih bisa diandalkan menghadapi hujan katagori deras dan sangat deras. Bukan saja karena Kali Surabaya dan dua cabangnya Kalimas dan Kali Wonokromo (Kali Jagir) relatif terpelihara, namun Kali Kandangan, Kali Greges dan sejumlah kali kecil lainnya relatif bebas dari okupansi bangunan liar. Aliran airnya cukup lancar.

Sejumlah pengendara sepeda motor terjebak banjir di Kota Surabaya akibat hujan deras, Rabu (15/1/2020). Foto: iNews.id/Ihya' Ulumuddin
 

Kajian oleh Umboro Sasminto, pakar dari Fakultas Teknik Sipil Institut Teknologi 10 November Surabaya, yang dipublikasikan 2015, menunjukkan bahwa areal yang berpotensi tergenang banjir di Kota Surabaya telah menyusut 1.500 hektar sejak 2005 hingga 2013. Lama genangan turun menjadi rata-rata satu jam saja, dengan ketinggian secara umum kurang dari 20 cm. Pada 2012 ke 2013, ada lonjakan skor drainase dari 36,9 ke 33,9. Ada perbaikan yang cukup signifikan karena skor tersebut menunjukkan angka 0 (nol) sebagai sangat baik, dan angka 100 sangat buruk. Ketika itu (2013), Surabaya sudah dilengkapi dengan 56 unit rumah pompa dan sejumlah waduk.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, yang menjabat sebagai orang nomor satu di Surabaya sejak 2010, menyatakan bahwa saat ini potensi genangan banjir hanya tinggal 2 persen dari seluruh wilayah kota yang luasnya 327 km2. Dulu di awal ia menjabat, potensi genangan itu mencapai 50 persen.

Sebagai kota pesisir Surabaya berada di dataran rendah. Pada titik-titik daerah terendah, terutama di Surabaya Utara dan Barat, elevasinya hanya tiga meter dari tinggi paras air pasang. Dengan begitu, area tersebut akan berpotensi tergenang limpasan air kanal atau sungai ketika hujan besar terjadi di kala air laut pasang. Tanggul sungai memang bisa menahan air tak melimpas ke kiri-kanan dalam cuaca buruk itu. Tapi, air got dan selokan tak urung akan meluber dan menimbulkan genangan, karena tidak dapat mengalir ke sungai atau kanal.

Dalam situasi inilah waduk-waduk kota menjadi vital. Waduk bisa menjadi kolektor air got dan selokan, sekaligus menjadi tempat parkir sementara, untuk kemudian air dipompa ke sungai, kanal, atau bahkan langsung ke laut. Wali Kota Tri Rismaharini tak melupakan peran waduk tersebut. Sepanjang menjabat wali kota, katanya, ia telah membangun dan menormalisasi waduk lama. Seluruhnya ada 72 unit waduk.

Namun, waduk saja akan meluber bila tidak dibantu pompa. Tri Risma mengatakan, Pemkot Surabaya pun telah mengoperasikan rumah pompa, di antaranya disediakan sebagai penunjang waduk, bahkan lengkap dengan generator listriknya. Semua waduk pun dipastikan berfungsi baik.

Pemkot juga telah mengoperasikan rumah-rumah pompa di dekat pertemuan selokan dengan sungai dan kanal. Ketika air kanal meninggi melampaui muka air selokan, pintu selokan ke arah sungai ditutup dan air dialirkan melalui pompa. Dengan begitu tidak ada arus balik dari sungai atau kanal ke selokan. Penumpukan air selokan dipompa agar menyusut. Sementara itu, luberan air sungai dan kanal tertahan oleh tanggul dan pintu air. Begitu sistem drainase Surabaya bekerja.

Untuk memastikan semua berfungsi sebagaimana seharusnya, Pemkot Surabaya memantau dengan 2.000 kamera CCTV. Yang dipantau adalah ketinggian air sungai, kanal, waduk, titik potensi genangan, pintu air, dan rumah pompa. Dengan begitu, peristiwa banjir lebih mudah terlacak sebab-musababnya.

Maka, terkait peristiwa banjir 15 Januari di 32 titik di Kota Surabaya itu, sebab-musababnya pun lebih terlacak. Yang pertama, memang genangan terjadi di lokasi yang telah terpetakan sebagai titik yang rawan banjir bila terjadi hujan lebat dan sangat lebat yang membuat volume air melampaui kapasitas drainase yang ada. Fakta kedua, terjadi hujan lebat dan sangat lebat di berbagai penjuru kota.

Selanjutnya, yang ketiga, terjadi arus pasang yang membuat aliran sungai dan kanal tersendat, lantas membuat selokan dan anak-anak sungainya meluber. Ada pula kasus human error, petugas terlambat menutup pintu air ke arah sungai yang sedang banjir.

Namun, Tri Rismaharini tak mau mencari kambing hitam. Usai banjir, ia mengerahkan alat-alat berat (belko) terjun ke sungai-sungai dan mengeruk lumpur sungai, untuk memastikan kedalaman sungai sedikitnya 4 meter. Ia juga memerintahkan jajarannya untuk membersihkan gorong-gorong dan badan sungai dari tumpukan sampah. Sederhana saja. (P-1)