Ada kabar gembira di awal tahun ini. Konsistensi pemerintah untuk terus mendorong tumbuhnya iklim usaha yang semakin baik di negara ini diwujudkan dengan pemberian keringanan pajak berupa tax holiday terhadap proyek petrokimia milik Prajogo Pangestu, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk.
Mereka memperoleh pemanis tax holiday berupa diskon pajak penghasilan badan (PPh Badan) sebesar 100% untuk jangka waktu 20 tahun pertama setelah pabrik beroperasi secara komersial. Berikutnya, kelompok usaha itu memperoleh fasilitas yang sama sebesar 50% untuk 2 tahun berikutnya.
Grup itu memperoleh keringanan pajak berupa tax holiday untuk investasi pembangunan kompleks petrokimia kedua senilai USD4 miliar-USD5 miliar. Lahan untuk kompleks tahap kedua mencapai 200 hektare. Kompleks petrokimia kedua itu bersebelahan dengan kompleks sebelumnya.
Mengutip dari keterbukaan informasi Chandra Asri Petrochemical yang dirilis Selasa (21/1/2020), Presiden Direktur Chandra Asri Erwin Ciputra menjelaskan bahwa investasi kompleks petrokimia kedua ini diproyeksikan senilai USD4 miliar–USD5 miliar. Proyek ini dijadwalkan rampung pada 2024, dan menciptakan lapangan kerja hingga 25.000 orang saat puncak pekerjaan konstruksi.
“Kebijakan ini [tax holiday] tidak hanya akan membantu para pelaku bisnis seperti Chandra Asri dalam mengamankan investasi yang dibutuhkan, tetapi juga menandakan adanya komitmen Indonesia untuk menarik investor,” jelasnya melalui keterangan resmi tersebut.
Ekspansi kompleks petrokimia terbesar di Indonesia juga telah mendapatkan apresiasi dari Presiden Joko Widodo. Bahkan, Jokowi sudah menyempatkan diri untuk meninjau peresmian pembangunan fasilitas kompleks petrokimia itu di Cilegon bersama sejumlah menteri kabinet Indonesia Maju pada Jumat (6/12/2019).
Pabrik petrokimia ini akan terletak bersebelahan dengan pabrik CAP Cilegon I, Provinsi Banten. Kompleks petrokimia tahap kedua emiten berkode saham TPIA itu akan melipatgandakan kapasitas produksi saat ini dari semula 4 juta ton per tahun, menjadi 8 juta ton per tahun.
Pabrik itu pun mendorong diversifikasi produk TPIA, mulai dari Polyethylene, Polypropylene, aromatics (Benzene, Toluene, and Xylene), Mixed C4 dan Py-Gas. Produk-produk tersebut merupakan bahan baku untuk memproduksi kemasan, pipa, kabel, kendaraan, dan barang-barang rumah tangga konsumen dan ditujukan untuk memenuhi permintaan domestik yang terus meningkat.
Jadi Stimulus
Dalam konteks ini, pabrik petrokimia tahap kedua milik Prajogo Pangestu benar-benar telah memanfaatkan fasilitas tax holiday yang disediakan pemerintah. Ini juga menjadi bukti bahwa kebijakan itu telah menjadi stimulus bagi industri untuk memperluas ekspansi bisnisnya.
Diharapkan dengan adanya fasilitas itu, lebih banyak lagi pelaku usaha memanfaatkannya, terutama industri pioner lainnya. Pemerintah telah menunjuk 18 bidang usaha dan jenis produksi industri pioner yang dapat diberikan fasilitas pengurangan pajak penghasilan.
https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1580179081_antarafoto_pabrik_kimia_baru_061219_af_2.jpg" style="height:1061px; width:1500px" />
Presiden Joko Widodo (kedua kiri) didampingi Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (kanan) berbincang dengan Founder PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP) Prajogo Pangestu (kedua kanan), disaksikan Presiden Direktur Chandra Asri Erwin Ciputra (kiri) usai meresmikan pabrik baru polyethylene (PE) CAP di Cilegon, Jumat (6/12/2019).
Menurut laporan DJP Kementerian Keuangan, sudah ada 62 perusahaan yang menikmati fasilitas ini. Di sisi lain, karena industri sektor kimia membutuhkan investasi besar, maka mereka tentunya akan sangat diuntungkan bila memanfaatkan fasilitas tax holiday tersebut, terutama investasi yang bernilai Rp500 miliar-Rp1 triiun.
Selain Chandra Asri Petrochemical, menurut catatan Ditjen Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian, industri petrokimia yang telah memanfaatkan fasilitas itu adalah Nippon Shokubai Co Ltd, Cabot Corporation, PT Enerco RPO Internasional dan Grup Lotte asal Korea Selatan yang sudah berkomitmen untuk investasi.
Tak dipungkiri, kebutuhan industri dalam negeri terhadap produk petrokimia masih tinggi. Sayangnya, suplai produksi petrokimia lokal masih tertinggal. Akibatnya, impor petrokimia Indonesia tetap tinggi. Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) mencatat, lebih dari separuh kebutuhan petrokimia dalam negeri berasal dari impor.
Bahkan impor masih di atas 55% dari suplai oleh industri lokal. Misalnya, permintaan produk petrokimia hulu yang meliputi polietilena (PE), polipropilena (PP), polistirena (PS) dan polivinil klorida (PVC) sepanjang tahun 2017 sebanyak 5,83 juta ton.
Dari hampir 6 juta ton kebutuhan bahan baku petrokimia di dalam negeri tersebut, industri petrokimia di dalam negeri hanya mampu dipenuhi 2 juta ton. Sisanya harus impor, sehingga defisit transaksi berjalan sulit ditekan.
Di tengah masih tingginya impor produk petrokimia, sejumlah perusahaan meningkatkan ekspansi kapasitas produksi atau investasi baru. Beberapa perusahaan itu adalah Chandra Asri, Trans Pacific Indotama, anak usaha Tuban Petro, Nippon Shokubai Co Ltd, Cabot Corporation, PT Enerco RPO Internasional dan grup Lotte asal Korea Selatan
Dari gambaran di atas, pengembangan industri petrokimia nasional sudah mendesak. Karena dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, Indonesia relatif tidak ada investasi besar-besaran di sektor industri petrokimia. Artinya, kita patut bersyukur dengan rencana sejumlah industri di sektor itu melakukan rencana investasi tersebut.
Lebih dari itu, dapat dimaknai pula bahwa industri petrokimia Tanah Air masih cerah dalam jangka panjang. Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemain utama di sektor petrokimia.
Apalagi negara ini masih memiliki cadangan sumber daya alam yang melimpah yang bisa dioptimalkan bagi kepentingan industri pengolahan di dalam negeri. Dengan demikian, Kementerian Perindustrian pun bisa mendorong struktur industri kimia lainnya sehingga memiliki ketahanan dalam hal bahan baku selain tentunya berdaya saing. (F-1)