Arahan Presiden Joko Widodo sudah sangat jelas, yakni meminta percepatan pengembangan kendaraan mobil listrik. Dalam pertemuan tahunan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kamis (16/1/2020), Kepala Negara bahwa memerintahkan agar kelak di ibu kota baru diusung konsep kota pintar dan hijau (smart and green city). Dia pun menjelaskan dimaksud green city, yaitu semua kendaraan di sana menggunakan bahan bakar listrik.
"Gambaran kurang lebih ibu kota baru seperti apa. Sangat hijau. Green city, smart city, compact, autonomous, karena yang kita gunakan electronic autonomous vehicle. Selain itu enggak boleh dipakai di kota," ujar Jokowi.
Pernyataan Presiden itu wajar saja dan memiliki pandangan jauh ke depan. Bayangkan, produksi minyak negara ini semakin turun, sedangkan kebutuhan BBM untuk kendaraan bermotor terus meningkat seiring dengan populasinya.
Menurut data yang dirilis oleh BPS terakhir, jumlah kendaraan bermotor di negara ini mencapai 146,85 juta. Dari total sejumlah itu, sebanyak 120,10 juta merupakan kendaraan berjenis sepeda motor, dan mobil penumpang sebanyak 16,44 juta unit. Sementara itu, pertumbuhan jumlah kendaraan berpenumpang per tahunnya sebanyak 1 juta unit.
Dari gambaran di atas, harus diakui, negara ini sudah seharusnya mulai memikirkan jalan agar konsumsi BBM mulai dikurangi untuk menggerakkan kendaraan bermotor. Apalagi, kita semua sudah mafhum, Indonesia yang kini sudah menjadi negara nett importer minyak, sehingga perlu upaya untuk mengurangi penggunaannya. Dan, mobil listrik adalah solusinya.
Semangat green city sendiri kini sudah menjadi keniscayaan dunia, sebagai bagian untuk menyelamatkan dunia dari pemanasan global. Penggunaan energi baru dan terbarukan adalah jawaban dari tantangan dunia tersebut, termasuk mendorong penggunaan kendaraan bertenaga listrik.
Oleh karena itu, pemerintah pun telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 Tahun 2019 tentang Program Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan. Seiring itupun, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah menyiapkan aturan turunan dari Perpres No.55 Tahun 2019 itu.
Sebagai informasi, industri kendaraan bermotor listrik (KBL) berbasis baterai dan industri komponen KBL berbasis baterai wajib mengutamakan penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Perpres itu mengatur kendaraan bermotor listrik, baik roda dua maupun roda empat, berkaitan dengan penggunaan TKDN secara bertahap, mulai yang terendah 40% hingga 80%. Maksimal 80% untuk sepeda motor sudah harus dicapai pada 2026 dan 2030 untuk kendaraan bermotor roda empat.
Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika mengatakan, saat ini Kemenperin sedang proses tahap akhir penyiapan kerangka pikir regulasi secara komprehensif, penyusunan substansi pengaturan dan penyusunan rancangan permenperin.
Menurut Putu, dalam waktu dekat pihaknya akan mengundang kementerian dan lembaga terkait serta pelaku industri untuk rapat koordinasi soal penyusunan aturan turunan tersebut. “Kemenperin berencana melakukan rapat koordinasi dengan instansi terkait termasuk pelaku industri.”
Tidak itu saja, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan juga berencana memberikan diskon uji tipe bagi kendaraan listrik berbasis baterai sebesar 50%, sebagai bagian dari insentif fiskal bagi percepatan pengadaan kendaraan listrik di Indonesia.
Bahkan, seperti disampaikan Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi, harga jual kendaraan listrik dapat turun hingga 25% ketika seluruh aturan turunan dari Perpres No.55/2019 sudah berjalan.
"Saya kira harga dari yang Rp800 juta mobil listrik seperti Hyundai Ioniq mungkin bisa turun sekitar 20%-25%. Belum lagi masyarakat yang menggunakan di jalan mungkin tarif parkirnya gratis," tuturnya, Senin (27/1/2020).
Sebagai ilustrasi, insentif yang disiapkan Kementerian Perhubungan berupa potongan biaya uji tipe bagi kendaraan listrik. Untuk biaya uji tipe satu kendaraan bisa mencapai Rp50 juta, akan didiskon 50% atau menjadi sekitar Rp25 juta. Begitu juga kemungkinan insentif lainnya menyangkut PPN terutama berkaitan dengan produksi baterai di dalam negeri.
Dalam konteks pengembangan kendaraan listrik, beberapa negara bahkan sudah merencanakan pelarangan penjualan kendaraan berbasis energi fosil mulai 2030. Beberapa negara itu antara lain Jerman, Inggris, Amerika Serikat (AS), dan India.
Sedangkan Norwegia yang saat ini menjadi salah satu negara yang sangat serius beralih ke kendaraan listrik dan akan melarang penjualan kendaraan bahan bakar fosil mulai 2025.
Negara Benua Biru siap memberikan insentif bagi pembangunan stasiun pengisian listrik umum (SPLU) dan menyediakan sumber listrik dan parkir gratis di 400 stasiun. Begitu juga dengan Pemerintah Jerman yang membebaskan kendaraan listrik dari pajak tahunan dan membebaskan pajak kendaraan listrik selama 5 tahun untuk lisensi di bawah 2020.
Inggris juga membebaskan pajak jalan tahunan untuk kendaraan listrik dan memberikan subsidi hingga USD8.000 bagi sembilan model mobil listrik. Hal serupa juga diterapkan oleh AS dan India. Kedua negara itu memberikan keringanan pajak terhadap kendaraan listrik.
Perubahan dari mobil bermesin pembakaran ke kendaraan bertenaga listrik tidak bisa dipungkiri membawa konsekuensi yang berisiko juga. Bayangkan, nantinya banyak komponen yang tidak terpakai lagi, dan pada gilirannya akan berdampak pada nasib industri pendukung yang sudah ada saat ini.
Terlepas dari semua itu, kita patut mengapresiasi tekad pemerintah untuk segera mengimplementasikan pengembangan kendaraan listrik tersebut. Dan, yang yang terpenting lagi adalah bagaimana Indonesia tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga produsen kendaraan listrik tersebut. (F-1)
Penulis : Firman Hidranto
Editor bahasa : Ratna Nuraini