Indonesia.go.id - Mengusung Sarinah Kembali ke Khittah

Mengusung Sarinah Kembali ke Khittah

  • Administrator
  • Kamis, 21 Mei 2020 | 03:08 WIB
ARSITEKTUR
  Warga melintas di depan toko Sarinah yang tutup, di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Renovasi akan segera dilakukan atas gedung Sarinah dan akan selesai Mei 2021. Restoran Mc Donald’s pergi. Pembaharuan dilakukan agar Sarinah bisa terus bersaing, dengan tak meninggalkan nilai sejarahnya.

Lini masa medsos heboh sepanjang Minggu (10/5/2020). Temanya  tentang McDonald dan Sarinah. Hari itu, berita tentang rencana hengkangnya gerai Mc Donald’s, restoran cepat  saji asal Amerika Serikat, dari pusat perbelanjaan Sarinah di Jl Thamrin, Jakarta, menjadi sajian di media online serta  televisi, dan viral di media sosial. Sebagian netizen menanggapinya sebagai peristiwa melodramatik yang perlu mendapat atensi.

Benar, pada hari itu gerai perdana Mc Donald’s di Indonesia itu telah ditutup permanen pada pukul 22.05 WIB. Sejak McD, sebutan khas Mc Donald’s, mengumumkan rencana penutupan gerai secara permanen beberapa waktu sebelumnya, warganet langsung bereaksi.

Banjir komentar terjadi di dunia maya. Maklumlah, McD telah 29 tahun hadir di lantai dasar Sarinah, langsung menghadap ke Jl Thamrin. Banyak  warga yang mengukir kenangan di sana dan merasa kehilangan. Tak heran, ratusan penggemarnya hadir menyaksikan acara penutupan gerai tepat pada pukul 22.05 WIB itu.

Suasana epik dan dramatis pun terasa kental. Ada selfi-selfi dan air mata haru. Mundurnya  McD dari jantung Kota Jakarta itu seperti sebuah kehilangan besar. Tapi, suasana emosional yang terpancar secara live lewat aplikasi medsos itu sempat mengundang kekesalan warganet lainnya, karena dinilai tidak mengindahkan keharusan social distancing dan physical distancing di tengah wabah Covid-19.

Terlepas dari “kisah sedih McD di Hari Minggu”, dan ironi yang menyertainya, peristiwa ini lantas mengundang pertanyaan, ada apa di balik semua itu?

Sarinah dan Restoran Mc Donald’s harus diakui telah mendapatkan sejarahnya, di gedung tua pojok Jl Wahid Hasyim, persis di depan Jakarta Theater itu. Gedung Sarinah adalah mal pertama di Indonesia yang dilengkapi dengan lift dan tangga berjalan. Sarinah dibangun untuk menyambut  Asian Games 1962 di Jakarta. Sejak itu, Sarinah menjadi wahana promo produk Indonesia.

Dalam perjalanannya, Sarinah harus menjadi properti bisnis biasa. Harus ada tenant yang membayar uang sewa untuk memanfaatkan bangunan yang lokasinya sangat premium itu. Maka, sebagian lantai mal ini  diisi dengan produk dunia termasuk McD yang menginjakkan kaki pertama di Indonesia lewat mal ini.

Belakangan, ketika persaingan bisnis begitu sengit, dan produk lokal semakin sulit menjadi tuan rumah di negeri sendiri, ada desakan tentang perlunya wahana promo bagi produk nasional. Bak dicinta ulam tiba. Presiden Joko Widodo memerintahkan Gedung Sarinah direstorasi dan kembalikan ke khittah-nya, sebagai jendela dan wahana bagi dunia usaha nasional.  

"Pembaharuan perlu, dan akan dilakukan agar bisa tetap bersaing. Namun, dengan tidak meninggalkan nilai sejarah Sarinah," kata Menteri BUMN Erick Thohir, Sabtu (9/5/2020).  Menjadikan Sarinah sebagai pintu masuk ke produk nasional adalah cita-cita yang diusung pencetusnya, Presiden Soekarno. Nama Sarinah sendiri konon berasal dari inang pengasuh Soekarno saat kecil.

 

Pusat Perbelanjaan

Gedung Sarinah secara  fisik berdiri pada 1962. Usianya sepantaran dengan Hotel Indonesia (Indonesia Kempinski) dan Kompleks Gelora Bung Karno di Senayan. Meski fisiknya sudah rampung 1962, sebagai pusat perbelanjaan, ia baru dioperasikan 1966. Pengelolanya PT Department Store Indonesia, sebuah badan usaha milik negara (BUMN), dan berganti nama menjadi PT Sarinah (Persero) pada 1979.

Adalah Bung Karno sendiri yang menggagas pembentukan BUMN yang ditujukan bagi wadah kegiatan perdagangan produk dalam negeri, sekaligus mendorong perekonomian nasional kala itu. Bukan tanpa alasan Presiden Soekarno menyematkan nama Sarinah pada pusat perbelanjaan itu. Di mata Soekarno, Sarinah bukan perempuan biasa. Dia punya tempat yang istimewa di hati Soekarno, sejak masa kanak-kanaknya. Sarinah adalah sahabat yang bisa membimbing anak-anak tumbuh kuat dan berdaya saing.

Sarinah adalah sosok penting bagi Bung Karno. Sarinah menjadi judul buku tulisan Bung  Karno sendiri yang diterbitkan 1947: Sarinah. Kewajiban Wanita dalam Perdjoangan Republik Indonesia. Buku itu pun menjadi persembahan spesial dari Bung Karno.

“Pengasuh saya itu bernama Sarinah. Ia mbok saya. Ia membantu Ibu saya, dan dari dia saya menerima banyak rasa cinta dan rasa kasih. Dari dia saya mendapat banyak pelajaran mencintai orang kecil. Dia sendiripun ‘orang kecil’. Tetapi budinya selalu besar!” begitu Bung Karno menuliskan catatannya. Tak hanya itu, Bung Karno pun menjadikan Sarinah sebagai ikon penting di Jl Thamrin.

Pada zamannya, gedung Sarinah terbilang mewah. Apalagi, lokasinya strategis. Persis di tengah kota. Tak heran, Sarinah kemudian dikenal sebagai sebuah kawasan, bukan hanya merujuk ke suatu gedung. Sejak didirikan hingga kini, Sarinah telah melewati lima dekade penting yang juga menandai sepak terjangnya sebagai BUMN di Tanah Air.

Pada tiga dekade awal, Sarinah memang ditujukan untuk mempromosikan produk kerajinan lokal yang diproduksi UKM. Sarinah, ‘mbok’ Soekarno juga memiliki bakat menyulam.  Seiring dengan berjalannya waktu, pada era 1990-an, renovasi gedung Sarinah dilakukan untuk menarik tenant baru. Ini sejalan dengan reputasi yang ingin dibangun pada masa itu, yakni sebagai pusat perbelanjaan terkemuka. Di periode inilah, gerai McDonald’s mulai masuk.

Ruang gerak bisnis Sarinah tak hanya di sektor ritel. Belakangan Sarinah menggeluti bisnis lainnya, seperti perdagangan, ekspor dan impor, properti, perhotelan, valuta  asing, hingga makanan dan minuman.

Bisnis Sarinah memang moncer. Hal ini terlihat dari pendapatan yang terus meningkat setiap tahun. Dalam catatan laporan keuangannya, pendapatan Sarinah pada 2018 menyentuh angka Rp724 miliar, ditopang oleh sejumlah bisnis yang dilakoninya. Pada 2019 lalu, pendapatannya diprediksi mencapai Rp892 miliar.

 

Nilai Luhur

Berbarengan dengan lagi deras-derasnya wabah pandemi, pemerintah melakukan revitalisasi Sarinah. Pemerintah berencana menjadikan Sarinah kembali ke khittah-nya, mengusung nilai-nilai niaga yang menghormati hasil karya bangsa sendiri, dan menjadikan karya bangsa sebagai produk terbaik, seperti yang  dicetuskan Presiden Sukarno.

“Konsep ritel Sarinah ke depan lebih friendly kepada Indonesia. Ada keberpihakan pada merek lokal dan hasil UKM yang dikuratorkan,” ujar Erick Thohir. Selain di Jakarta, Sarinah juga memiliki jaringan di Semarang dan Malang.

Gedung bersejarah bernama Sarinah akan direnovasi dimulai Juni, bulan depan, dan ditargetkan selesai Mei 2021. Dalam rencana perusahaan, Sarinah akan bertransformasi menjadi etalase atau ruang pamer produk UMKM dalam negeri.

Nantinya, Sarinah baru tidak hanya mengubah wajah fisiknya saja menjadi lebih cantik. Revitalisasi dan pembenahan manajemen juga akan dilakukan. Transformasi kini sudah menjadi tuntutan dan itu telah menyentuh diri Sarinah. 

Tentu, jika Sarinah baru lahir kembali di 2021 nanti, Sarinah benar-benar diharapkan menjadi rumah bagi ekosistem bisnis UKM Indonesia dan produk lokal. Sarinah akan menjadi tempat istimewa bagi produk UKM unggulan bangsa ini.

 

 

 

Penulis: Firman Hidranto
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini