Dompet digital (e-wallet) menjadi pembicaraan yang cukup panas di jagat maya setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu meluncurkan program kartu prakerja, kartu bagi masyarakat yang terkena dampak wabah Covid-19.
Menurut data pemerintah, ada sebanyak 5,9 juta peserta dari program kartu prakerja. Di gelombang pertama kartu prakerja tersaring 168.111 orang yang terdaftar. Bagi yang lolos seleksi, pemerintah berencana memberikan dana Rp3,55 juta. Alokasi dana itu untuk kepentingan biaya pelatihan (kursus online) dan insentif bagi pesertanya.
Nah, dana itu oleh pemerintah ditransfer lewat rekening atau dompet digital (e-wallet). Benar, ada tiga penyelenggara dompet digital (e-wallet) yang ditunjuk menjadi akun penampungan dana program kartu prakerja selain Bank BNI. Ketiganya adalah Ovo, LinkAja, dan Gopay.
Dompet digital ternyata telah menjadi alat pembayaran yang ‘ngetren’ dan tumbuh di tengah wabah pandemi Covid-19. Salah satu penyebabnya, mereka menjadi wadah penampung dana program kartu prakerja tersebut.
Terlepas dari mereka mendapatkan kesempatan menjadi rekanan pemerintah sebagai penampung dan fasilitator dana program kartu prakerja, bisnis jasa penyelenggara dompet digital disebut-sebut salah satu bisnis yang cukup moncer dan tetap mengecap pertumbuhan di tengah pandemi Covid-19 ini.
Pendapat di atas dibenarkan satu pengusaha dan mantan Menteri Komunikasi dan Informatika periode 2014-2019 Rudiantara dalam satu perbincangan di satu webinar “Peluang Bisnis di Tengah Pandemi” Sabtu (16/5/2020).
“Masih ada peluang bagi pebisnis untuk meraih modal di tengah pandemic virus corona (Covid-19). Permintaan investor masih dalam kondisi baik. Mereka (investor) mencari terus aset yang tingkat keuntungannya bagus,” ujarnya kepada Indonesia.go.id.
Dia mengakui bahwa memang tidak semudah sebelum pandemi Covid-19 untuk menarik investor. Mereka pasti akan lebih selektif. “Para pemilik modal tidak akan menghentikan investasi demi mendapatkan keuntungan maksimal.” Salah satunya bisnis di digital ekonomi. Contohnya adalah e-wallet. Bila pada 2018, bisnis jasa e-wallet hanya tumbuh 7%, jasa penyelenggaraan itu tumbuh menjadi 22% pada 2019.
“Memang pandemi tetap memberikan dampak, namun saya menyakini akan tumbuh positif.”
Tak dipungkiri, di tengah pandemi dan anjuran penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), peran dompet digital sangat terasa manfaatnya.
Hal itu diamini pengurus penyelenggara finansial teknologi. Dalam satu kesempatan, Direktur Asosiasi Fintech Indonesia Tasa Nugraza Barley mengemukakan pertumbuhan dompet digital masih akan terus berlangsung hingga beberapa tahun mendatang. “Saat ini penggunaan dompet digital maupun uang elektronik belum mencapai puncaknya,” katanya.
Dalam konteks layanan uang elektronik, Bank Indonesia membaginya dalam dua kategori. Ini sesuai dengan peraturan BI Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik.
Disebutkan di regulasi itu, terdapat dua jenis uang elektronik yang dibedakan berdasarkan media penyimpanan yakni server based dan chip based. Contoh uang elektronik (e-money) berbasis chip seperti Flazz BCA, E-Money Mandiri, Brizzi BRI, Tap Cash BNI, Blink BTN, Mega Cash, dan JakCard Bank DKI. Sementara itu, layanan dompet digital termasuk ke dalam uang elektronik berbasis server. Nah, layanan jenis ini seperti GoPay, OVO, LinkAja, Doku, dan DANA.
Layanan jenis ini, berdasarkan data Bank Indonesia per 17 April 2020, otoritas itu telah mengeluarkan sebanyak 49 izin penyelenggara uang elektronik, termasuk tiga penyelenggara e-wallet mitra kartu prakerja tersebut.
Dari sisi pangsa pasarnya, satu lembaga riset asal Prancis Ipsos belum lama ini menyebutkan, layanan dompet digital Gopay menjadi fitur electronic wallet paling populer di Indonesia dengan persentase sebesar 54 persen. Disusul kemudian OVO sebesar 11 persen, DANA 11 persen, dan LinkAja 6 persen.
Masih dari data Bank Indonesia, sepanjang 2019 transaksi uang elektronik dan dompet digital mencapai 5,22 miliar transaksi. Dari jumlah tersebut valuasi transaksi diperkirakan menyentuh kisaran Rp145,16 triliun.
Bayangkan, capaian tersebut melonjak drastis dibandingkan pembukuan serupa pada periode 2018 yang juga sudah cukup banyak, yakni 2,9 miliar transaksi dengan nilai tidak kurang dari Rp47,19 triliun.
Di sisi lain, masih dari data yang sama, bank sentral mencatat aktivitas pembayaran digital sepanjang Januari 2020 sudah mencapai lebih dari 457 juta transaksi dengan valuasi sekitar Rp15,87 triliun.
Artinya, bila mengambil asumsi pencapaian pada Januari 2020 saja, perkiraan transaksi pada sepanjang tahun ini bisa mencapai 5,4 miliar transaksi dengan nilai Rp180 triliun. Namun, asumsi bisa jadi tidak mencapai sebesar itu seiring dengan terjadinya pandemi yang telah memporakporandakan sendi-sendi ekonomi negara ini.
Sebagai bagian digital ekonomi, finansial teknologi terus mencari bentuknya seiring dengan perkembangan dunia digital. Dunia digital semakin mendapatkan pasarnya, termasuk di era saat ini, dunia yang masih dilanda pandemi. Peran dompet digital diprediksi semakin penting di masa mendatang.
Apalagi, ada pendapat terutama yang berkembang di kalangan professional muda yang kini lebih menyakini bekerja dari rumah ternyata justru lebih produktif dibandingkan dengan bekerja di di kantor. Dan, salah satu pendukung medium itu adalah semakin massalnya penggunaan alat pembayaran melalui dompet digital tersebut.
Penulis: Firman Hidranto
Editor: Eri Sutrisno/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini