Bulan Juni yang basah dan sisa hujan yang masih turun di awal Juli mustinya menjadi pertanda baik. Air cukup tersedia untuk bekal melintasi musim kemarau 2020 ini, setidaknya di sejumlah daerah lumbung padi di Sumatra Utara-Barat-Selatan, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan, dan Sulawesi Selatan. Hamparan sawah tetap menghijau.
Stok beras aman? Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo optimistis bahwa pasokan beras dari dalam negeri cukup aman. Ketika menghadiri rapat kerja di DPR RI, Senin (22/6/2020), Menteri Yasin Limpo menyebutkan, pada akhir Juni ini ada stok 7,49 juta ton yang tersimpan di lumbung petani, di rak-rak pedagang, dan gudang Bulog.
Musim tanam II 2020 (April--September) dikatakan juga memenuhi target meskipun di tengah situasi pandemi. Diperkirakan, masih ada potensi hasil panen sebesar 12,5--15 juta ton beras. Dengan konsumsi sekitar 15,5 juta ton beras pada semester II ini, Yasin Limpo yakin, akan ada cadangan beras 6,1 juta ton untuk bekal memasuki 2021.
Sikap Yasin Limpo yang optimistis itu memberikan gambaran bahwa situasi rawan 2019 kemungkinan tak terulang. Kemarau panjang 2019 membuat sebagian sawah tak bisa ditanami padi, antara lain, karena ketiadaan air. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, luas areal panen padi 2019 menyusut 6,15 persen. Luas panen padi 2019 hanya 10,68 juta ha. Turun dari 11,28 juta ha di tahun 2019.
Akibatnya, produksi beras pada 2019 hanya mencapai 31,31 juta ton beras (setara 50,05 juta ton gabah). Menciut 7,76 persen dari produksi 2018 yang menyentuh angka 33,74 juta ton beras (setara dengan 53,98 juta ton gabah kering giling).
Luas lahan sawah di Indonesia itu sendiri, menurut survei terakhir (2019) oleh BPS dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) ada sekitar 7,46 juta hektar. Meski pemerintah berupaya menambah, luas sawah yang ada masih jauh di bawah angka 8,1 juta ha di awal 1990an.
Dengan asumsi hanya separuh dari 7,46 juta ha sawah yang ada itu bisa dipanen dua kali per tahun karena terjangkau jaringan irigasi teknis, maka potensi luas panen yang ada rata-rata 11,175 juta hektar per tahun. Potensi itu bisa meningkat bila musim kemaraunya cukup basah, sehingga sawah beririgasi setengah teknis, bahkan tadah hujan, bisa berproduksi.
Ancaman Produksi
Bukan rahasia lagi bahwa luas sawah semakin menciut. Banyak lahan sawah produktif yang berubah fungsi. Menteri Pertanian 2014-2019 Amran Sulaiman mencoba mengungkit luasan sawah dengan program Serasi (Selamatkan Rawa, Sejahterakan Petani) di lahan gambut di Kalimantan dan Sumatra, namun belum memberikan dampak yang cukup siginifikan. Upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah yang kini rata-rata sekitar 5,2 ton gabah per ha juga tak mudah dijalankan.
Presiden Joko Widodo terus mengingatkan jajarannya untuk memperkuat sisi produksi pangan untuk menjaga agar masyarakat memiliki akses yang lebih mudah unuk menjangkau kebutuhan akan bahan pokok itu. Bila akses terbuka, ketahanan pangan menguat. Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) juga mengingatkan supaya semua negara menjaga tata kelola produksi pangannya, terutama di tengah pandemi Covid-19 ini. Ketergantungan pada bahan impor akan membuat ketahanan pangan merosot.
Food Estate
Terlepas dari gambaran di atas, pemerintah menyadari mulai susutnya areal pangan termasuk sawah untuk padi. Ketahanan pangan kini sudah jadi bagian ketahanan nasional. Oleh sebab itu, pemerintah pun berusaha untuk mewujudkan food estate, sebuah kawasan pangan.
Food estate itu terletak di Kalimantan Tengah, tepatnya Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas. Program jangka panjang itu berupa langkah penyediaan lahan baru, rehabilitasi lahan yang ada dengan meningkatkan sarana untuk mendukung produktivitas lahan, terutama dari sisi pengairan dan drainane di lahan berawa.
Kawasan pangan ini luasnya 600.000 hektar (6.000 km2), sembilan kali lipat luas DKI Jakarta. Lokasi ini dipilih karena dianggap lebih sesuai dibanding tiga calon lainnya, yakni di Sumatra Selatan, Kalimantan Timur, dan Merauke, Papua. Salah satu pertimbangannya, sumber daya airnya cukup, lokasinya di tengah wilayah Indonesia, dan dekat dengan calon ibu kota baru di Penajam Utara, Kalimantan Timur.
Area food estate ini adalah sisa dari lahan’’program Sawah Sejuta Hektar’’ yang telah dirintis di Presiden Soeharto 30 tahun silam. Program ini tidak berlanjut karena kesulitan membangun sistem tata airnya. Dalam perjalanannya, 400.000 ha di antaranya berubah fungsi, umumnya menjadi kebun sawit.
Toh, 600.000 ha tetap saja lahan yang luas. Pemerintah sempat mencanangkan rencana yang cukup ambisius. Yakni, pada tahun 2020 hingga 2021 ini 30.000 ha areal yang pertama akan digarap, lalu 110.000 lainnya pada tahun anggaran 2022-2023 yang akan dibuat lebih produktif. Selebihnya, diharapkan dikerjakan oleh pemerintahan berikutnya.
Lahan itu sendiri kini sebagian berupa belukar padat karena telantar sekitar 25 tahun. Namun, ada 85.500 ha yang telah menjadi lahan fungsional yang sudah digunakan untuk berproduksi setiap tahun. Dari lahan fungsional itu sebanyak 28.300 ha kondisi irigasinya baik dan 57.200 ha lainnya perlu rehabilitasi jaringan irigasi.
Yang sudah menyemak liar itu 80.000 ha luasnya. Untuk menjadikannya food estate, lahan harus dibersihkan, dirancang ulang jaringan irigasinya dengan sistem tata kelola air yang lebih sesuai. Lahan gambut perlu drainase yang baik untuk mencuci keasamannya, namun pada saat yang sama juga harus dijaga tetap basah agar tak hancur strukturnya. Namun, tak seluruhnya lahan gambut. Seperempat dari areal food etate itu berupa tanah mineral, yakni tanah aluvial yang terbentuk akibat endapan dan sedimentasi lumpur dari hulu. Lahan mineral yang subur ini terhampar di sisi-sisi sungai,
Melalui APBN, pemerintah telah mengalokasikan anggaran Rp1,9 triliun sampai dua tahun ke depan. Pada tahap pertama 2020, lahan yang akan direhabilitasi seluas 1.210 ha dengan dana Rp73 miliar. Berikutnya, tahap kedua 2021 seluas 3,330 ha senilai Rp484,3 miliar, dan tahap ketiga perbaikan irigasi seluas 22,65 ha dengan anggaran Rp497,2 miliar. Untuk 110.000 ha lain yang akan dikerjakan 2022-2023 belum disebut anggarannya.
Terintegrasi
Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa food estate itu adalah program terintegrasi, mencakup tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan. Toh, yang didahulukan sawahnya. "Pemerintah akan mendorong Kalimantan Tengah ini, khususnya Kabupaten Pulang Pisau serta Kapuas jadi lumbung padi nasional," ujarnya dalam keterangan tertulis yang dirilis pada Jumat (3/7/2020).
Persiapan beberapa skema realisasi food estate akan dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Kantor Wilayah BPN Kalimantan Tengah. Adapun skema yang telah disiapkan dalam rangka pengembangan food estate ada beberapa tahapan. Diawali dengan sosialisasi dan bimbingan teknis pada minggu pertama bulan Juli.
Kemudian penyuluhan dan pengambilan data lapangan mulai dari 6 Juli sampai 6 Agustus 2020, dan tahap pengolahan data dan penyusunan laporan tanggal 7 sampai 19 Agustus 2020. Harapannya. Ada lumpung pangan baru di Kalimantan Tengah.
Penulis: Firman Hidranto
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini