Indonesia.go.id - Startup Tumbuh Menjulang di Ekosistem Jakarta

Startup Tumbuh Menjulang di Ekosistem Jakarta

  • Administrator
  • Sabtu, 11 Juli 2020 | 01:15 WIB
EKONOMI DIGITAL
  The Global Startup Ecosystem Report 2020 mendapuk Jakarta sebagai ekosistem perusahaan rintisan berbasis teknologi (startup) terbaik di dunia. Foto: Pixabay

Jakarta dinobatkan menjadi ekosistem terbaik kedua di dunia. Itu tak lepas dari ekonomi yang terus tumbuh, stabil, dan warga yang punya daya beli. Kelemahannya ada di talenta digital para pelaku.

Jakarta telah menjadi salah satu ekosistem terbaik di dunia untuk tumbuhnya perusahaan yang berbasis teknologi digital (startup). Persisnya, terbaik kedua di dunia setelah Kota Mumbai, India. Gelar terhormat itu disematkan oleh Startup Genome, lembaga internasional yang memonitor serta mengevaluasi bisnis startup, melalui laporan berjudul “The Global Startup Ecosystem Report 2020” yang dirilis akhir Juni lalu.

Jakarta memang memiliki syarat untuk menjadi habitat segala startup. Ada infrastruktur telko yang amat memadai. Warga Jakarta dan sekitarnya umumnya melek teknologi digital, sebagian mereka pun cukup berduit dan suka belanja. Syarat lainnya rantai pasok segala macam barang lancar masuk Jakarta. Di luar itu semua, ekonomi yang stabil dan tumbuh adalah menjadi penopang utamanya.

Namun, untuk dapat disebut ekosistem yang baik, itu harus ditunjukkan oleh kinerja bisnis dari startup yang ada. Maka, dalam memberikan penilaian itu, Startup Genome menyusun sejumlah indikator. Yang menjadi indikator utama adalah performa (kinerja) bisnis startup, termasuk di dalamnya kemudahan meraih pendanaan dan jangkauan pasar. Potensi pasar dengan populasi penduduk yang bisa mengakses layanan startup, menjadi indikator yang lain, serta talenta digital para pelaku.

Dari empat indikator tadi, pada tiga yang pertama Jakarta meraih skor tingggi. Yang paling lemah ialah talenta digital para pelaku ekosistem startup di Indonesia. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemangku kepentingan di sektor itu untuk segera membenahinya.

Adapun, laporan yang dirilis Senin (29/6/2020) itu disusun berdasarkan riset pada rentang awal 2018 hingga semester I/2019. Artinya, riset itu tak sampai memprediksi hingga sejauh mana daya tahan para startup itu dalam menghadapi wabah pandemi Covid-19 yang terjadi sejak Februari 2020.

Dalam laporan itu disebutkan nilai ekosistem startup di Jakarta mencapai USD26,3 miliar, yang tertinggi di dunia. Dari segi pendanaan tahap awal, selama kurun 2017-2018, perusahaan-perusahaan rintisan di Jakarta berhasil meraup USD845,9 juta; juga yang tertinggi di dunia.

Secara nasional, ekosistem startup di Indonesia berhasil melahirkan lima perusahaan dengan valuasi lebih dari USD1 miliar (unicorn) dalam 10 tahun terakhir, yakni empat unicorn—penyebutan startup yang telah memiliki valuasi lebih dari USD1 miliar, dan satu decacorn, perusahaan yang punya valuasi lebih dari USD10 juta.

Startup Indonesia yang sudah berubah menjadi unicorn, bahkan decacorn dari sisi valuasinya, ternyata sanggup mendominasi dunia startup di Asia Tenggara. Beberapa di antaranya mengantongi valuasi yang menjulang tinggi : Gojek (USD11 miliar), Tokopedia (USD7 miliar), Traveloka (USD4,5 miliar), OVO (USD2,9 miliar), dan Bukalapak (USD12 miliar).

Tak dipungkiri, teknologi digital telah mendorong tumbuhnya ekonomi berbasis digital, segala sesuatu prosesnya dilakukan secara digitalisasi. Indonesia dengan sumber daya manusia yang berlebih telah menumbuhkan talenta-talenta yang cukup mumpuni di bidang teknologi informasi.

Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), ekonomi Indonesia merupakan tanah yang subur untuk pertumbuhan startup. Terbukti Indonesia menduduki posisi lima dunia dengan 2.193 startup pada 2019 setelah AS, India, Inggris, dan Kanada. Hal itu terkonfirmasi dari startupranking.com.

 

Pacu Bisnis Digital

Dalam banyak kesempatan, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate selalu menyampaikan, pemerintah akan terus memfasilitasi dan memacu tumbuhnya bisnis digital, yang salah satunya melalui Gerakan 1.000 Startup. Melalui gerakan itu, pemerintah membekali startup dengan orientasi bisnis melalui event ignition, workshop, hacksprint, bootcamp, dan incubation.

Tidak itu saja, pemerintah juga menggagas nexticorn guna mempertemukan investor dengan startup melalui konferensi di dalam dan luar negeri. “Saya berharap dan mengupayakan adanya satu decacorn lagi di Indonesia pada 2020. Oleh karena itu, saya sangat mendorong para investor berinvestasi pada startup,” kata Johnny.

Harapan Menteri Johnny agar investor berinvestasi di startup peluangnya cukup besar. Selain adanya kisah sukses dari sejumlah startup, yang kemudian berubah menjadi unicorn dan decacorn, pasar digital ekonomi Indonesia masih terbuka luas dan sangat menjanjikan.

Pasalnya, dengan jumlah penduduk Indonesia yang kini sudah mencapai 267 juta jiwa, penduduk yang sudah melek internet mencapai 65 persen. Itu artinya, setara 174 juta orang. Mengutip survei Asosiasi Penyelenggara Internet Indonesia (APJII) beberapa waktu lalu, bila dilihat dari sisi penggunanya, gawai smartphone (ponsel) menjadi alat yang sangat dominan sebagai alat untuk akses internet setiap hari, yakni mencapai 93,9 persen. Sisanya baru perangkat lainnya, seperti laptop atau desktop.

Melengkapi data itu, satu studi yang yang diinisiasi oleh perusahaan raksasa teknologi Google bersama Temasek berupa e-Conomy di kawasan Asia Tenggara 2019 menyebutkan, digital ekonomi Indonesia berpotensi mencapai USD100 miliar di 2025 dari USD27 miliar pada 2018. Laporan itu mengungkapkan juga bahwa sumbangan digital ekonomi itu dikontribusikan oleh layanan e-commerce mencapai 53%, online travel (25%), layanan sharing ride (14%), dan media online (8%).

Memang selama berlangsungnya wabah pandemi yang memporakporandakan laju ekonomi, ekonomi berbasis digital yang tetap bisa survive, seperti layanan e-commerce, sharing ride, dan media online. Meski tak dipungkiri, pandemi Covid-19 terbukti membawa pengaruh besar terhadap ekosistem startup di Indonesia, khususnya sektor perjalanan dan pariwisata.

Dari gambaran di atas, pascapandemi tentu akan lebih mempercepat akselerasi digital ekonomi, termasuk bangkitnya sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM) untuk melakukan inovasi dan menggunakan platform digital sebagai medium pemasarannya.

Wabah harusnya menjadi titik pijak pelaku ekonomi nasional untuk bangkit melalui medium ekonomi digital. Selama berlangsungnya wabah seharusnya menjadi pelajaran, betapa peran ekonomi berbasis digital sangat berguna dan menonjol.

Artinya, pola-pola bisnis ke depan tidak akan jauh dari ekonomi dengan sentuhan berbasis digital. Inilah peluang yang ada di depan mata dan bisa dioptimalkan semua pelaku usaha, termasuk sektor UMKM. Jangan sampai peluang itu akhirnya dimanfaatkan pelaku global.

 

 

 

Penulis: Firman Hidranto
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini