Indonesia.go.id - Waspada! Yang Hijau Susut, yang Kuning Menciut

Waspada! Yang Hijau Susut, yang Kuning Menciut

  • Administrator
  • Senin, 13 Juli 2020 | 03:17 WIB
SEBARAN COVID-19
  Pedagang memakai alat pelindung wajah (face shield) yang didapat dari pembagian Alat Pelindung Diri (APD) di Pasar Keputih, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (28/6/2020).Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono

Zona hijau menciut dari 112 jadi 104 daerah. Zona kuning berkurang dari 188 ke 175. Surabaya Raya dan Jawa Timur menjadi episentrum paling aktif. Orang tanpa gejala menjadi agen penularan yang senyap.

Kota Surabaya masih merah menyala. Dengan menambahkan 100 kasus baru pada Kamis 9 Juli lalu, Kota Surabaya kini membukukan 6.781 kasus positif Covid-19, dengan 3.143 pasien dinyatakan telah sembuh, dan 557 orang meninggal. Dengan demikian, di Surabaya tingkat insidensi warga tertular virus Corona adalah 2 orang per 1.000 penduduk, 47 persen pasien sembuh, tapi tingkat kematian korban Covid-19 mencapai 8,2 persen.

Angka-angka itu menempatkan Surabaya dengan penduduk 3,2 juta sebagai salah satu kota dengan serangan Covid-19 terburuk di Indonesia. Kota Makassar yang berpenduduk 1,55 juta jiwa juga menjadi episentrum lain di Indonesia. Dengan tambahan 94 kasus per 9 Juli, Makassar membukukan 3.868 kasus Covid-19, sehingga tingkat insidensi serangan mencapai 2,5/1.000 penduduk. Angka kematian pasien 4,2 persen dan yang sembuh tercatat 29 persen.

Medan, Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Makassar bukan saja termasuk ke zona merah dengan risiko penularan Covid-19 yang tinggi. Lebih dari itu, dengan posisinya sebagai pusat segala hal, kota-kota besar itu masih menjadi episentrum Covid-19. Ada potensi penyebaran ke wilayah sekeliling.

Statistik Covid-19 di kota-kota besar itu menunjukkan bahwa relaksasi atas Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dimulai awal Juni ternyata membuahkan insidensi serangan yang meningkat. Bahkan, tak hanya di kota-kota besar saja. Juga di wilayah sekeliling.

Maka, dalam pemetaan pandemi oleh Gugus Tugas Nasional Covid-19 yang dirilis pada akhir Juni, zona merah pun menempel ke kota besar yang merah merona pula. Semisal, Deli Sedang dan Medan, Demak dan Semarang, Gowa dan Makassar, dan yang paling menyolok adalah segerombolan zona merah yang berdempetan mulai dari Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, Lamongan, Jombang,  Sidoarjo, Mojokerto, Pasuruan, Kota Malang, Kota Batu, dan beberapa lainnya.

Presiden Joko Widodo memberikan perhatian serius kepada situasi di Jawa Timur (Jatim). Ketika melakukan kunjungan kerja ke Surabaya dan sekitarnya, pada 25 Juni lalu. Dengan didampingi Gubernur Khofifah Indar Parawansa, Presiden melakukan rapat virtual dengan para bupati dan wali kota se-Jatim.

Setelah mendengar sejumlah laporan, Presiden berpesan agar jajaran kepala daerah itu berkoordinasi dan gotong-royong menanggulangi Covid-19. Presiden juga menyerukan agar masyarakat menjaga diri dan menjaga orang lain dari Covid-19 dengan mematuhi protokol kesehatan. Presiden memberi waktu dua pekan agar jajaran pemerintahan daerah di Jatim menekan laju penularan.

Namun, berselang dua pekan, situasi tak kunjung membaik. Surabaya Raya masih merah membara dan sejumlah daerah masih menunjukkan risiko tinggi. Protokol kesehatan tak bisa berjalan secara optimal. Selama sepekan terakhir, di seluruh Jatim ada 2.785 kasus baru di Jatim dan itu hampir 25 persen penambahan nasional. Secara keseluruhan tercacat ada 15.466 kasus.

Pada periode yang sama, di DKI Jakarta ada 1.682 kasus baru, yang membuat wilayah ibu kota mencatat 13.362 kasus Covid-19 pada 9 Juli lalu. Episentrum utama Covid-19 di Indonesia kini jelas telah bergeser ke Jatim, meski DKI Jakarta juga masih tetap menjadi zona merah.

Pandemi Covid-19 memang belum menunjukkan gejala akan berakhir. Secara global, serangan Covid-19 masih terus menguat. Bahkan, pada Juli 2020 ini, menurut dashboard Covid-19 yang dirilis World Health Organization (WHO), tampak bahwa penambahan kasus harian sudah menyentuh level 200 ribu per hari. Pada tanggal 2 Juli misalnya, tercatat 200 ribu lebih, 4 Juli 206 ribu dan 8 Juli 207 ribu.

Penambahan kasus positif terjadi di mana-mana. Negara-negara Eropa Barat sudah jauh menyusut, tapi di negara-negara Teluk, Afrika Utara (terutama Mesir), Benua Amerika, serta Asia Selatan dan Tenggara, amukan virus corona ini masih sangat membahayakan. Angka penularan efektifnya (R nought) masih di atas 1. Titik-titik sebaran makin banyak.

Fenomena orang tanpa gejala semakin banyak ditemui dalam tracing epidemiologis, yakni memeriksa orang berpotensi tertular karena riwayat kontak dengan pasien Covid-19. Mereka kemudian dipastikan positif Covid-19 lewat pemeriksaan berbasis PCR-molekuler, meski tak menunjukkan gejala khas infeksi yakni demam tinggi, batuk kering, radang tenggorokan, dan sesak nafas. Arah dan pola penyebaran makin sulit diprediksi.

Tidak heran bila dari Kampus Secapa (Sekolah Calon Perwira) TNI-AD di Bandung, Jawa Barat, kemudian muncul berita yang mengejutkan. Sebanyak 1.262 orang siswa dan instruktur secara serempak positif Covid-19. Sebanyak 16 orang yang mengalami gejala klinis sedang dirawat dan diisolasi di rumah sakit, sedangkan yang lain diisolasi di asrama. Kampus Secapa TNI-AD itu kini menjadi kluster Covid-19 yang terbesar di Indonesia.

Sehari berselang, Dinas Kesehatan Kota Cimahi, Jawa Barat, juga mengumumkan bahwa Asrama Pusat Pendidikan Polisi Militer (Pusdikpom) TNI-AD di kota itu pun terjangkiti Covid-19. Di kampus Polisi Militer TNI-AD itu tercatat ada 99 personel (siswa dan personel organik) yang positif Covid-19. Jajaran TNI-AD sedang melakukan penyelidikan.

Menurut Juru Bicara Gugus Tugas Covid-18 Kolonel dokter Ahmad Yurianto, dalam press briefing harian Jumat (10/7/2020), sejauh ini tak ada siswa maupun instruktur Secapa TNI-AD yang menunjukkan gejala klinis yang berat. Kembali ke teori klasik, fisik yang sehat dan bugar bisa menekan dampak serangan kuman.

Namun, dari badan yang bugar itu pula virus bisa menular. Maka, ketika kini masa transisi menuju new normal berlangsung, virus yang penularannya dari manusia ke manusia itu ikut bergerak ke sana-ke mari bersama gerakan orang yang melakukan kegiatan sosial-ekonominya. Virus juga bisa menumpang pada orang-orang tanpa gejala, dan menyebar secara senyap.

 

Dinamika Zona Hijau-Kuning

Zona hijau, kuning, jingga, dan merah bisa cepat berubah. Hasil monitoring dan evaluasi terakhir Gugus Tugas Covid-19, yang dilakukan 5 Juli silam dan dirilis 7 Juli, menunjukkan bahwa di Indonesia ada 104 daerah (kabupaten kota) berstatus zona hijau. Rinciannya, 61 daerah memang tidak pernah terdampak, dan 43 lainnya terdampak namun dalam 4 pekan terakhir tak ada kasus Covid-19 baru, dan pasien yang ada sudah dinyatakan sembuh.

Dibanding data yang dikeluarkan Gugus Tugas Covid-19 pada 25 Juni 2020, tampak ada penciutan zona hijau, dari 112 menjadi 104. Artinya, ada 8 kabupaten kota yang sebelumnya hijau, bersih dari kuman virus pembangkit Covid-19, tiba-tiba mengalami serangan. Zona kuning juga menyusut dari 188 daerah menjadi 175. Artinya, ada daerah yang sebelumnya sudah masuk ke kategori risiko rendah berubah ke risiko sedang.

Namun, zona merah juga berkurang dari 57 ke 55. Salah satu Kawasan yang tingkat risikonya menurun itu ialah Kota Tangerang  Selatan (Tangsel) yang kini menjadi jingga (oranye). Dengan begitu, tak ada lagi zona merah yang menempel ke DKI Jakarta. Situasi di lapangan begitu dinamis.

Perubahan zona tentu lebih mudah terjadi dari risiko rendah ke risiko yang lebih berat. Perlu tindakan yang berat untuk arah yang sebaliknya. Karena itu, kerja sama, gotong-royong dan koordinasi lintas zona adalah keharusan. Tular-menular antarzona musti dipangkas. Namun, pada akhirnya, semua terpulang kepada disiplin warga sendiri untuk mau melindungi diri dan melindungi orang lain.

Jaga jarak, pakai masker, dan cuci tangan bukan hanya semboyan, melainkan sudah menjadi tatanan hidup menuju sehat. Jurus itu juga bisa menangkap sebaran virus yang kini terjadi secara senyap.

 

 

 

Penulis: Putut Trihusodo
Editor: Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini