Kabupaten Sikka merupakan salah satu kabupaten di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang memiliki sejumlah bangunan gereja berusia lebih dari 100 tahun. Bangunan rumah ibadah itu masih berdiri kokoh dan tetap menjalankan fungsinya untuk melayani umat Kristiani mengadakan peribadatan, hingga hari ini. Pengaruh budaya Eropa dipadukan dengan budaya setempat sangat terlihat jelas pada gaya arstitektur bangunan itu. Gereja itu juga kerap didatangi turis domestik dan mancanegara sebagai obyek wisata religius.
Salah satu bangunan gereja bersejarah tersebut adalah Gereja Santo Ignatius Loyola. Masyarakat setempat lebih mengenalnya sebagai Gereja Tua Sikka, yang terletak di Kampung Sikka, sebuah desa eksotis di garis pantai selatan Kota Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka. Gereja Tua Sikka dibangun oleh pastor berkebangsaan Portugis, JF Engbers D'armanddaville pada 1893, dibantu oleh Raja Sikka Joseph Mbako Ximenes da Silva. Bangunan gereja ini merupakan hasil rancangan Pastor Antonius Dijkmans, arsitek yang juga ikut mendesain Gereja Katedral Jakarta.
Arsitektur Gereja Tua Sikka tak hanya mengikuti gaya Renaisans dan Barok yang berkembang di daratan Eropa saat itu. Tetapi juga mengadopsi unsur-unsur budaya lokal serta memanfaatkan material bahan bangunan yang ada di Indonesia. Misalnya, mengunakan material kayu jati untuk dijadikan kuda-kuda penahan atap bangunan serta tiang penyangga bangunan cagar budaya nasional itu. Sebanyak 360 kubik kayu jati tersebut didatangkan langsung dari hutan-hutan di Pulau Jawa, menggunakan kapal besar menuju Maumere.
Dangkalnya garis pantai Desa Sikka membuat kapal pengangkut kayu material gereja tak mampu mendekati bibir pantai. Oleh karena itu kayu-kayu jati tadi dilarungkan ke laut dan ditarik beramai-ramai oleh warga setempat menuju garis pantai. Tak hanya kayu jati, ada pula semen dan besi ikut dibawa dari luar Maumere untuk pembangunan gereja berukuran panjang 47 meter dan lebar 12 meter yang dikelilingi oleh perbukitan dan pantai itu.
Jika dilihat dari tampak muka, bangunan Gereja Tua Sikka berbentuk dua susun kerucut. Di atap bangunan muka terdapat menara lonceng abu-abu setinggi 15 meter dengan atap berbentuk kerucut dilengkapi salib di puncaknya. Pintu masuk gereja dilindungi sebuah atap yang ditopang oleh struktur kayu jati. Di kiri dan kanan pintu masuk terdapat jendela berkaca patri yang tertutup rapat. Dan di pintu masuk itu pula terdapat dua patung setingi 1,5 meter, yaitu patung Santo Ignatius Loyola dan Santo Yosef.
Di bagian dalam gereja terdapat barisan ratusan bangku panjang terbuat dari kayu jati. Tepat di atas deretan bangku kayu ini kita dapat melihat dengan jelas genteng bangunan gereja karena rangka atapnya dibuat tanpa plafon. Sebanyak 16 tiang kayu jati digunakan untuk menopang struktur atap mulai dari bagian depan hingga menuju altar. Kayu-kayu itu dibuat melengkung dan disambung membentuk atap kerucut. Struktur kayu penopang atap ini kemudian disangga oleh kayu-kayu berbentuk silang. Seluruh kayu penopang tadi dicat warna cokelat dan kuning.
Di tiap sisi bangunan gereja terpasang 36 jendela kayu tanpa kaca. Di bagian atasnya terpasang jendela dengan ukuran lebih kecil, sebanyak 48 buah dengan kaca warna kuning kusam. Meski bangunan gereja ini banyak menggunakan struktur kayu, konstruksinya tetap kokoh meski pernah dihantam gelombang tsunami yang melanda Maumere pada 1992.
Pada sekujur dinding gereja terlukis motif wenda yang biasanya disematkan pada tenun ikat khas Sikka. Motif pada dinding ini sudah ada sejak pertama kali gereja digunakan untuk misa malam Natal 24 Desember 1899 dan tetap dipertahankan hingga saat ini. Pada bagian altar terdapat motif khusus berupa tenunan pada pakaian kebesaran raja berbentuk belah ketupat.
Gereja ini memiliki halaman muka yang cukup luas dan tepat di sayap kanan bangunan utama terdapat gedung Pastoran Santo Ignatius Loyola Sikka. Di sayap kanan dan kiri gereja terdapat kompleks pemakaman raja-raja dan pastor Sikka.
Sejumlah benda-benda berusia ratusan tahun juga masih tersimpan rapi di tempat ini seperti tempat lilin kuno dari bahan kuningan dan arsip buku-buku misa lama yang tersimpan di sekretariat paroki. Terdapat pula patung salib Yesus, warisan Raja da Silva yang setiap hari raya Jumat Agung diarak umat keliling kampung dalam ritual Logu Senhor.
Ritual Logu Senhor yang sudah menjadi tradisi menjadi daya tarik tersendiri di Sikka. Menurut cerita masyarakat setempat, raja mempercayai bahwa dengan salib peninggalan Raja Sikka tersebut mampu mengusir wabah kematian dan wabah penyakit yang melanda Sikka.
Gereja tua di Sikka ini kini telah menjadi salah satu destinasi wisata menarik di Flores, khususnya di Kabupaten Sikka. Keberadaan gereja berusia ratusan tahun tersebut perlu terus dilestarikan, mengingat pentingnya nilai sejarah yang terkandung di dalamnya.
Penulis: Anton Setiawan
Editor: Eri Sutrisno/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini