Indonesia.go.id - Tradisi Adu Kepala

Tradisi Adu Kepala

  • Administrator
  • Selasa, 14 Mei 2019 | 17:00 WIB
KEKAYAAN TRADISI
  Tradisi Adu Kepala. Sumber foto: Pesona Indonesia

Kita sudah tentu pernah melihat atau mengetahui yang namanya adu domba. Adu domba ini, atraksinya adalah dua domba yang saling mengadu kepalanya. Atraksi adu kepala domba ini bisa kita lihat di Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Namun, bagaimana kalau yang diadu bukan kepala domba, tapi adu kepala orang. Menyeramkan? Atau apa yang ada di benak Anda?

Indonesia memang memiliki berbagai tradisi unik. Indonesia memang memiliki kekayaan tradisi dan ritual. Mulai dari prosesi pernikahan, pemakaman hingga penyambutan tamu. Kalau biasanya menyambut tamu dengan tari-tarian, tradisi adu kepala ini memang benar-benar berbeda.

Kita sudah akrab dengan tradisi lompat batu di Nias, Karapan Sapi di Madura atau debus di Banten. Di Toraja ada pemakaman dengan membuat mayat berjalan. Di Bali, ada tradisi Ngaben dan Pelebon. Tapi, di Bima, Nusa Tenggara Barat ini ada satu tradisi khas.

Nama atraksi tersebut adalah mpaa ntumbu atau biasanya disebut ntumbu. Tradisi Ntumbu ini adalah tradisi mengadu kepala dua pria dewasa. Kepala ini diadu layaknya adu kepala domba. Waduh!

Kalau tertarik atau berminat Untuk menyaksikan atraksi adu kepala ini, kita bisa mendatangi Desa Maria, Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Pulau Bima ini berbeda pulaunya dengan Pulau Lombok, NTB.

Untuk ke Bima, kita harus menyebrang dari Pulau Lombok. Ada juga penerbangan khusus ke Bima. Jadi tidak perlu khawatir. Dari pusat pemerintahan Kabupaten Bima, perjalanan kurang lebih satu jam untuk ke Desa Maria.

Ritual adu Kepala  atau Mpaa ntumbu merupakan ritual asli masyarakat Bima di Desa Maria. Biasanya ritual Ntumbu ini digelar di halaman mumbung khas masyarakat Bima.

Ritual ini bukan hal baru bagi masyarakat Bima. Ntumbu sudah ada semenjak  ratusan tahun yang lalu saat masa Kesultanan Bima.  Ketika itu ada seorang prajurit berasal dari Ntori bernama Hamid. Saat perang berlangsung, senjata pasukan Bima dirampas musuh. Lalu, Hamid mengajak para pasukan Bima untuk berani maju dengan hanya mengandalkan kepala mereka sebagai senjata.

Pasukan Bima menyerang dengan menyeruduk ke arah musuh. Dari perlawanan dan menggunakan senjata “kepala manusia” ini, Mpaa Ntumbu kemudian dikenal sebagai wujud dari nilai perlawanan terhadap musuh. Ntumbu saat ini menjadi acara penyambutan tamu dan bagian dari identitas budaya orang Bima atau Mbojo.

Untuk pelaksanaan ritual ini, akan dipilih dua orang yang saling membenturkan kepala secara bergantian atau yang disebut, "Sabua dou ma te’e sabua dou ma ntumbu" (satu dalam posisi  bertahan dan satunya lagi dengan posisi menyerang). Tabuhan gendang dan Silu (alat musik dari daun lontar) mengiringi para peserta Mpaa Ntumbu. 

Satu peserta bersiap yang menyerang atau tee sementara lainnya yang akan menerima serangan. Tee akan mengambil jarak tertentu sebelum akhirnya mendekat ke arah penerima serangan. Sebelum diserang, peserta akan mengangkat ibu jari sebagai tanda  bahwa dia sudah siap. Lalu, Tee menyerang kepala lawan, setelah itu bergantian.

Bukti bahwa ritual ini benar-benar dilakukan, akan sangat terdengar suara benturan. Meski saling membenturkan kepala,  tidak ada peserta Ntumbu yang  kesakitan apalagi berdarah. Efek kebal itu diyakini berasal dari mantera yang dirapal oleh tetua adat dan air doa. Peserta juga berserah sepenuhnya kepada Sang Maha Kuasa sehingga mereka tidak takut rasa sakit untuk melakukan Ntumbu.

Pertandingan Ntumbu dipimpin dan diawasi oleh Sando atau "Orang Pintar" yang juga bertugas sebagai wasit. Dalam Ntumbu, tidak ada yang menang ataupun kalah. Bahkan, peserta yang mengikuti Ntumbu tidak akan merasa dendam kepada lawannya.

Berani menyaksikan ritual ini? (K-TB)