Dengan PDB mencapai hampir 3,2 triliun dolar AS pada 2019, menempatkan ekonomi negara-negara ASEAN di peringkat ketiga. Terbesar di Asia dan peringkat kelima di dunia, setelah Amerika Serikat, China, Jepang, dan Jerman.
Investing in ASEAN (2023) mencatat sejak pendirian ASEAN di Bangkok pada 1967, negara-negara di kawasan Asia Tenggara telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang hampir ajeg. Bahkan setelah mengatasi situasi krisis global 2008, PDB ASEAN tercatat terus tumbuh stabil dengan pertumbuhan tahunan rata-rata sebesar 5,7 persen hingga 2019. Sektor jasa menyumbang lebih dari 50 persen, diikuti sektor manufaktur sebesar 36 persen, dan sektor pertanian 10,5 persen.
Dengan produk domestik bruto (PDB) ASEAN mencapai hampir 3,2 triliun dolar AS pada 2019, angka ini menempatkan ASEAN di peringkat ketiga sebagai ekonomi regional terbesar di Asia dan peringkat kelima sebagai ekonomi terbesar di dunia, setelah Amerika Serikat, China, Jepang, dan Jerman.
Seperti terjadi di banyak negara di dunia, pandemi Covid-19 memberikan pukulan serius pada roda ekonomi. Namun seiring berkurangnya dampak pandemi, ASEAN segera sanggup menunjukkan geliatnya memulihkan aktivitas ekonominya kembali. Pada 2021, arus investasi langsung luar negeri (foreign direct investment) pulih dan mencapai 174 miliar dolar AS. Ini menandakan bahwa investasi telah kembali ke level sebelum pandemi, sekaligus juga menunjukkan daya tarik ekonomi kawasan ini bagi investor global.
Secara historis, milestone bermula dari KTT ke-9 ASEAN di Bali pada 2003. Negara-negara anggota ASEAN sepakat membentuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Visi MEA adalah menciptakan pasar tunggal dan basis produksi tunggal di kawasan Asia Tenggara. Bukan hanya memfasilitasi aliran barang, jasa, dan investasi, tetapi dalam MEA juga memungkinkan perpindahan barang modal dan tenaga kerja terampil di antara negara-negara anggota ASEAN.
KTT ke-9 ASEAN sendiri tentu saja merupakan hasil dari kesepakatan-kesepakatan sebelumnya. Salah satunya adalah kesepakatan dalam KTT ke-4 ASEAN di Singapura pada 1992. Saat itu negara-negara anggota ASEAN setuju untuk membentuk Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA). Sedang AFTA adalah proses penyempurnaan dari kesepakatan ASEAN Preferential Trading Arrangements (PTA) yang ditandatangani di Manila pada 24 February 1977.
Integrasi ekonomi kawasan secara teoritis adalah kebijakan perdagangan yang mengurangi atau menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan antara negara-negara anggota, termasuk hambatan tarif dan non-tarif. Ini menandakan bahwa integrasi ekonomi kawasan bukan hanya konsep teoritis, tetapi juga memiliki prinsip dan mekanisme konkret yang mewujudkan semangat perdagangan bebas. Dengan menghilangkan bea masuk impor hingga nol persen, produk dan jasa diharapkan menjadi lebih kompetitif di antara negara-negara anggota ASEAN.
Pertanyaan pertama adalah tentang potensi pasar ASEAN. Seberapa besar pangsa pasar kawasan di Asia Tenggara?
Menurut Worldometers, populasi Asia Tenggara saat ini mencapai sekitar 687,86 juta jiwa. Indonesia adalah negara terbesar dengan populasi sekitar 277,53 juta jiwa, diikuti oleh Filipina dengan 117,33 juta jiwa, Vietnam dengan 98,85 juta jiwa, Thailand dengan 71,8 juta jiwa, Myanmar dengan 54,57 juta jiwa, Malaysia dengan 34,30 juta jiwa, Kamboja dengan 16,94 juta jiwa, Laos dengan 7,63 juta jiwa, Singapura dengan 6,01 juta jiwa, Timor Leste dengan 1,36 juta jiwa, dan Brunei Darussalam dengan sekitar 452,52 ribu jiwa.
Populasi yang besar ini menjadikan ASEAN sebagai pasar yang signifikan, mencapai sekitar 8,54 persen dari total populasi dunia. Ini menjadikan ASEAN sebagai salah satu basis konsumen terbesar di dunia, terbesar ketiga setelah Cina dan India secara global. Yang menarik, lebih dari 50 persen dari populasi Asia Tenggara berusia di bawah 30 tahun, yang merupakan kelompok usia terbesar dalam angkatan kerja saat ini dan di masa depan.
Pertanyaan kedua adalah mengenai besaran ekonomi kawasan Asia Tenggara. Seberapa besar kue ekonomi berhasil dibuat oleh negara-negara anggota ASEAN? Jelas tidaklah tepat untuk melukiskan ASEAN dengan potret sebagai negara-negara homogen. Bicara PDB ASEAN memiliki nilai total sebesar 3.9 triliun dolar AS sepanjang 2021 atau sekitar 3,6 persen dari PDB global.
Merujuk BPS, PDB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
Jika diperinci pada masing-masing negara, maka PDB Indonesia berada pada posisi tertinggi di angka 1.390 miliar dolar AS. Sementara Thailand menduduki posisi ke-2 negara ASEAN dengan PDB mencapai 580,69 miliar dolar AS. Posisi ke-3 diraih oleh Malaysia dengan total PDB sebesar 469,62 miliar dolar AS. Berikutnya, posisi ke-4 dan ke-5 ditempati oleh Singapura dan Vietnam dengan total PDB masing-masing sebesar 467,46 dan 447,16 miliar dolar AS sepanjang tahun 2022. Secara berurutan besaran PDB di posisi ke-6 hingga ke-10 ditempati oleh Filipina (425,66 miliar dolar AS), Myanmar (63,56 miliar dolar AS), Kamboja (30,71 miliar dolar AS), Laos (17,94 miliar dolar AS), dan Brunei Darussalam (15,04 miliar dolar AS).
Akan tetapi jika variabel penghitungan diubah menggunakan model PNB (Produk Nasional Bruto) maka hasilnya berbeda. Merujuk BPS, PNB merupakan produk domestik bruto ditambah dengan pendapatan faktor neto dari luar negeri. Pendapatan faktor neto itu sendiri merupakan pendapatan atas faktor produksi (tenaga kerja dan modal) milik penduduk suatu negara yang diterima dari luar negeri dikurangi dengan pendapatan yang sama milik penduduk asing yang diperoleh dari negara tersebut yang harus dibayarkan ke luar negeri.
Indonesia secara PNB berada di urutan kelima di ASEAN. Menurut Bank Dunia (2023), posisi puncak ditempati oleh Singapura dengan PNB per kapita 67.200 dolar AS pada 2022. Kemudian, Brunei Darussalam di posisi ke-2 dengan PNB per kapita sebesar 31.410 dolar AS, diikuti Malaysia 11.780 dolar AS, dan Thailand 7.230 dolar AS. Di urutan kelima ditempati posisi Indonesia yaitu sebesar menjadi 4.580 dolar AS.
Sedang di bawah Indonesia, ada Vietnam dan Filipina dengan PNB per kapita masing-masing sebesar 4.010 dolar AS dan 3.950 dolar AS. Sementara urutan paling bawah ditempati Myanmar dengan PNB per kapita 1.210 dolar AS.
Berdasarkan klasifikasi Bank Dunia, mayoritas negara di kawasan Asia Tenggara masuk kategori berpendapatan menengah ke bawah. Hal ini dikarenakan PNB per kapitanya masih berada di kisaran 1.136 dolar AS - 4.465 dolar AS. Malaysia, Thailand, dan Indonesia masuk ke kategori negara berpendapatan menengah-atas dengan PNB per kapita di kisaran 4.466 dolar AS - 13.845 dolar AS. Hanya Singapura dan Brunei Darussalam yang masuk kategori negara berpendapatan tinggi dengan PNB per kapita di atas 13.845 dolar AS.
Ada hal menarik dicatat. Merujuk ASEAN: Deepening Trade And Financial Inter-Connectivity For Sustainable Growth karya Enrico Tanuwidjaja (2023) dari Global Economics & Markets Research, disebutkan total perdagangan ASEAN (ekspor dan impor) dalam satu dekade mencatat nilai pertumbuhan naik sebesar 54 persen, yaitu dari 2,4 triliun dolar AS pada 2012 menjadi 3,8 triliun dolar AS pada 2022.
Amat disayangkan, menurut Tanuwidjaja perdagangan intra-ASEAN nisbi tetap rendah. Dalam satu dekade (2012-2021), perdagangan barang intra-ASEAN bergerak di rentang 518 miliar dollar AS hingga 712 miliar dollar AS. Nilai perdagangan itu hanya tumbuh di kisaran 20-24 persen, masih cukup jauh dari target 30 persen yang ditetapkan. Sementara China dan AS masing-masing memiliki pangsa 18,7 persen dan 10,9 persen yang menghasilkan pangsa gabungan hampir 30 persen.
Masih ada banyak pekerjaan rumah bagi masyarakat komunitas ASEAN untuk menguatkan perdagangan intra-ASEAN. (*)
Penulis: Waskito Giri