Hasil keikutsertaan Indonesia di The 2nd China International Import Expo (CIIE) 2019 yang digelar di Shanghai, Tiongkok, pada 5-10 November 2019 membukukan nilai transaksi sebesar USD4,1 miliar. Transaksi ini berasal dari kegiatan MoU untuk produk sarang burung walet, biji plastik daur ulang, oleo chemical, serta batu bara.
Di acara tersebut yang sempat menyedot perhatian pegunjung adalah peluncuran produk turunan sarang burung walet Yan Ty Ty dari PT Anugerah Citra Walet Indonesia. Karena produk tersebut menjadi gambaran kualitas produk higienis Indonesia yang bisa bersaing.
Yan Ty Ty yang bermarkas di Qingchun Town Fengxian District adalah perusahaan yang memproduksi moon cake berbahan baku sarang burung walet khas Tiongkok. Perusahaan ini dimiliki oleh pasangan Indonesia-Tiongkok, Lily dan Rudy Foniaty. Rudy eksportir walet mentah asal Indonesia di bawah bendera PT Anugerah Citra Walet Indonesia sementara Lily yang mengelola Yan Ty Ty di Tongkok.
Rudy juga punya 100 rumah walet di pedalaman Kalimantan. Sebagian sarang walet yang dikirim ke negeri jiran itu adalah dari hasil panennya sendiri. Sebagian lagi mendapatkan pasokan bahan baku sarang burung walet mentah dari PT Anugerah Citra Walet Indonesia 027 yang berkantor pusat di Bogor, Jawa Barat. Sarang burung itu oleh Yan Ty Ty diolah menjadi beberapa produk turunan berupa makanan, minuman, serta kosmetik.
Menurut laporan Kementerian Perdagangan, ekspor sarang burung walet Indonesia yang resmi pada tahun 2018 tercatat sebesar 70 ton dengan nilai 140,5 juta dolar AS dari 21 perusahaan. Tiongkok merupakan negara tujuan utama ekspor sarang burung walet asal Indonesia.
Hingga April 2019, ekspor komoditas ini ke Tiongkok tercatat sebesar 40,18 juta dolar AS dengan volume 21,32 ton, atau naik 6,56 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 20 ton. Selama lima tahun terakhir (2014—2018), ekspor komoditas ini menunjukan tren positif, yaitu 30,62 persen. Pada 2015, pengekspor sarang burung walet asal Indonesia mengirimkan dari 14 ton ke Tiongkok. Dan jumlahnya meningkat menjadi 26 ton pada 2016 serta 52 ton pada 2017.
Untuk lebih meningkatkan ekspor sarang burung walet, sampai Juli 2019, ada tujuh perusahaan lainnya dalam proses verifikasi untuk mendapatkan sertifikasi dan CNCA. CNCA adalah Badan Sertifikasi dan Adminitrasi Akreditasi Tiongkok. Sebab untuk masuk ke pasar Tiongkok, produk sarang burung walet Indonesia harus melalui protokol persyaratan kebersihan, karantina, dan pemeriksaan untuk importasi oleh otoritas Tiongkok.
Dalam seminar “Potensi Bisnis dan Keilmuan Budidaya Burung Walet di Indonesia”, Fakultas Peternakan UGM beberapa waktu lalu terungkap di pasaran dalam negeri harga satu kilogram sarang burung walet rata-rata Rp8-10 juta per kilogram. Di daerah Kalimantan dan Sumatra sudah banyak petani yang beralih jadi pembudidaya sarang burung walet dengan membangun rumah walet dari bahan sederhana. Tidak heran, saat ini Indonesia dikenal sebagai pemasok terbesar sarang burung walet yang sebagian besar diekspor ke Tiongkok.
Menurut Dekan Peternakan UGM Ali Agus, meski menjadi pemasok terbesar kebutuhan sarang burung walet di tingkat global, di tanah air tidak semua masyarakat mengerti cara budi daya sarang burung walet tersebut. Bahkan, belum seluruh masyarakat mengetahui manfaat dari konsumsi sarang burung walet.
Bekerja sama dengan para pengusaha wallet UGM mulai tahun ini akan menggarap penelitian tentang budi daya sarang burung walet. Lewat penelitian ini nantinya publik dapat mengetahui standardisasi dan manfaat kesehatan dari sarang burung walet tersebut.
Investasi bisnis budi daya sarang walet cukup membangun gedung atau rumah sarang walet yang biayanya 100 hingga 200 juta rupiah. Namun ada pula yang hanya mengandalkan rumah papan. Arief Budiman, salah satu konsultan walet menyatakan tidak perlu mahal bikin gedung walet. Di Kalimantan ada yang hanya pakai dinding kayu ukuran 4x4 atau 4x6 meter persegi. Dan yang penting suhu dan kelembaban terjaga. Dan untuk mengundangnya cukup dengan memutar kaset suara burung walet yang sudah tersedia di youtube atau toko kaset.
Burung walet, termasuk hewan unggas yang kakinya tidak mampu menopang bobot tubuhnya sehingga ketika mengonsumsi makanan dengan cara menyambar di udara. Bahkan, burung yang beratnya tidak sampai 60 gram ini, tidak bisa mematuk makanan seperti burung lainnya. Kebiasaannya memakan serangga kecil di pohon, area persawahan, kebun, dan rawa. Setiap pagi mereka keluar dan sore pulang, lalu tidur dan meneteskan liur. Dan air liurnya itu dijual jutaan rupiah.
Perkumpulan Pengusaha Sarang Burung Indonesia (PPBSI) menyebutkan sejumlah wilayah di Indonesia potensial untuk dijadikan sentra penghasil sarang burung walet. Wilayah itu adalah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan Papua.
Provinsi Sumatra Utara menduduki peringkat pertama dari 6 pintu pengeluaran ekspor burung walet. Catatan Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian (Barantan) di tahun 2018, volume ekspor sarang burung walet yang langsung ke Tiongkok melalui Bandara Kualanamu Medan mencapai 20,86 ton, Soekarno Hatta sebanyak 15,96 ton, Surabaya sebanyak 14,87 ton, Semarang sebanyak 14,79 ton, dan Bandara Pontianak sebanyak 18 Kg.
Sarang burung walet memiliki kandungan 10% sialic acid. Telur ataupun daging pun memiliki zat serupa, tapi sarang burung walet memiliki kandungan tertinggi dengan nilai 10%. Sialic Acid adalah karbohidrat yang merupakan bagian dari ganglioside, lemak utama otak dan myelin.
Sialic Acid juga merupakan komponen ASI yang penting. Konsentrasi Sialic Acid pada ganglioside otak dan glikoprotein mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemampuan belajar anak. Selain itu, penelitian juga membuktikan bahwa Sialic Acid membantu fungsi memori dan memperbaiki perilaku. Beberapa literatur menyebutkan manfaat dari sarang burung walet adalah untuk melancarkan metabolisme tubuh, menjaga kesehatan kulit, mempercepat proses regenerasi sel, menjaga sistem pencernaan. (E-2)