Indonesia.go.id - Mengembalikan Kejayaan Ai Kamelin

Mengembalikan Kejayaan Ai Kamelin

  • Administrator
  • Selasa, 29 September 2020 | 07:27 WIB
KEANEKARAGAMAN HAYATI
  Pohon dan Batang Cendana di Nusa Tenggara Timur. Bernilai ekonomi tinggi. FOTO: Pixabay

Bernilai ekonomi tinggi membuat eksploitasi tanaman cendana menjadi berlebihan. IUCN pada 1997 menetapkan cendana Nusa Tenggara Timur (NTT) menghadapi risiko kepunahan (vulnerable).

Indonesia adalah rumah bagi tanaman bernilai ekonomi tinggi seperti cendana (Santalum album Linn). Tanaman ini tumbuh subur di wilayah perbukitan kering Nusa Tenggara Timur (NTT) di ketinggian 600-900 meter di atas permukaan laut. Ian Rowland, profesor biologi dari Reading University, Inggris, menyebutkan bahwa kayu cendana dari Pulau Timor sejak ratusan tahun silam telah menjadi komoditas penting dunia. Dalam bukunya Including The Islands of Roti and Ndao terbitan 1992, Ian mengatakan, para pedagang dari Tiongkok adalah pembeli utama komoditas ini.

Pada era Dinasti Yuan abad ke-12 dan 13 mereka telah mengenal kayu cendana dari Pulau Timor. Begitu pula buku catatan sejarah milik Dinasti Ming, Xingcha Shenglan karya Fei Xin pada 1436, yang menggambarkan gunung-gunung di Pulau Timor seperti ditutupi oleh pepohonan cendana. Buku tadi menyebut seperti tidak ada kayu lain dari daerah ini yang dihasilkan kecuali cendana.

Para pedagang dari Eropa seperti Portugis mengikuti jejak para saudagar Tiongkok untuk membeli cendana mulai era 1512. Mereka mengejar cendana untuk dimanfaatkan batang pohonnya sebagai bahan baku pembuatan parfum. Para pedagang Eropa dan saudagar kaya dari Tiongkok itu rela menukar perak, besi, mangkuk-mangkuk porselen, pakaian sutra demi mendapatkan sandalwood, julukan bagi cendana. Demikian dikisahkan dalam The Book of Duarte Barbosa yang terbit pada 1518.

Cendana pada dasarnya adalah tanaman parasit yang dapat tumbuh hingga 15 meter dengan diameter batang sekitar 20-35 sentimeter. Ada dua jenis cendana, yaitu cendana merah dan cendana putih. Cendana merah banyak ditemui di India sedangkan cendana putih merupakan endemik daerah-daerah di NTT seperti Pulau Sumba yang mendapat julukan Sandalwood Island. Masyarakat setempat menyebut kayu cendana sebagai hau meni dan ai kamelin.

 

Bernilai Ekonomi Tinggi

Pohon cendana dimanfaatkan sebagai bahan baku minyak cendana dan kayunya dapat dijadikan bahan ukiran sekaligus menebarkan aroma harum yang bisa bertahan hingga ratusan tahun. Juga untuk furnitur (meja, kursi, kusen, tempat tidur, lemari), gagang keris, kipas tangan, tasbih, dan rosario. Tanaman ini dapat dimanfaatkan juga sebagai bumbu makanan dan minuman, aromaterapi, dan obat tradisional. Cendana memiliki sifat antiplogistik (anti-inflamasi), antiseptik, antispasmodik, karminatif, astringen, diuretik, emolien, ekspektoran, relaksan, dan tonik. Kayu dari pohon cendana juga banyak digunakan sebagai tasbih karena saat sering terkena gesekan kulit tangan, aroma wangi cendana akan semakin kuat.

Menurut Hartuti Purnaweni, pengajar Program Studi Lingkungan Universitas Diponegoro, Semarang, cendana termasuk kayu mewah yang diperdagangkan berdasarkan berat dalam kilogram. Tidak seperti jenis-jenis kayu lain misalnya jati, mahoni, meranti dan ramin yang diperjualbelikan berdasarkan volume dalam meter kubik.

Tata niaga perdagangan kayu cendana diatur oleh pemerintah pusat dan daerah. Ada dua peraturan yang diterbitkan oleh pusat, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/3/2012 yang mencantumkan harga gubal cendana sebesar Rp3.600,00 per kg dan kayu terasnya Rp36.000,00 per kg. Sedangkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.64/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 harga gubal cendana sebesar Rp1.100 per kg dan kayu terasnya Rp10.650 untuk tiap kg.

Di tingkat daerah, Pemerintah Provinsi NTT menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) nomor 16 tahun 1986 dan Perda nomor 19 tahun 2000 yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Sumba Timur. Gubal merupakan lapisan luar dari batang kayu sedangkan teras adalah bagian inti.

Dari pohon cendana umur 25-30 tahun rata-rata bisa diperoleh 50 kg kayu teras. Minyak cendana banyak diekspor ke Eropa, Amerika, Tiongkok, Korea, Taiwan, dan Jepang. Setiap tahun kebutuhan minyak cendana dunia sekitar 200 ton dengan India adalah penyuplai 50 persen minyak cendana dunia.

Bagian bernilai ekonomi tinggi dari cendana tidak hanya pada batangnya saja. Akar, tunggak, ranting, dan serbuk cendana juga laku untuk diperjualbelikan. Jika pemilik pohon atau tegakan cendana masih belum siap untuk memanen cendananya, mereka bisa juga memperoleh hasil dari menjual biji cendana sebagai benih untuk bahan tanaman.

Di pasaran, biji benih cendana rata-rata dijual di kisaran Rp500.000-Rp950.000 per kg dengan isi sekitar 20 ribu biji. Sedangkan untuk pohon bibit cendana setinggi 30-40 sentimeter dijual antara Rp20.000-Rp60.000 per polybag.

Harga jual biji benih dan pohon bibit yang bervariasi disebabkan dari kualitas indukannya. Makin bagus kualitas indukan kayu cendananya, maka akan semakin mahal harga biji dan pohon bibitnya.  Harga pasaran kayu cendana di marketplace saat ini berkisar antara 100 ribu hingga 1 juta per kg. Tergantung jenis dan kualitas kayu.

Nilai cendana yang tinggi berkontribusi positif bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Berdasarkan data Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (B2P2BPTH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada periode 1986-1992, pengapalan kayu cendana dari NTT mencapai Rp2,5 miliar per tahun atau berkontribusi 28,2-47,6 persen terhadap pendapatan provinsi tersebut.

Pada periode 1991-1998 ekspor cendana dari NTT mengalami penurunan dan kontribusinya terhadap PAD juga menyusut menjadi hanya 12 persen-37 persen. Sejak 1999, tidak pernah ada lagi ekspor cendana dari Indonesia karena makin menyusutnya populasi ai kamelin.

 

Upaya Penyelamatan

Bunga cendana berbentuk seperti lonceng dengan panjang 2-3 milimeter. Biji mudah sekali berkecambah, akan tetapi harus segera mendapatkan tanaman inangnya, supaya dapat bertahan hidup. Karena akarnya tidak cukup kuat untuk menopang kehidupannya sendiri. Pada fase inilah cendana hidup sebagai parasit atau sering disebut semiparasit.

Pertumbuhan yang memerlukan inang seperti itu membuat budi daya pohon cendana agak rumit. Kondisi itu diperparah dengan adanya eksploitasi berlebih, kebakaran hutan, keterbatasan penanaman, masalah sosial ekonomi, dan kepemilikan cendana telah menyebabkan populasi tanaman cendana terus mengalami penurunan. Sehingga, lama-kelamaan populasinya terus berkurang.

Lembaga konservasi dunia, Union for Conservation of Natural Resource (IUCN) pada 1997 telah menetapkan cendana NTT sebagai spesies red list. Artinya tanaman cendana sedang menghadapi risiko kepunahan (vulnerable) di alam liar pada waktu yang akan datang jika tidak ada tindakan penyelamatan yang serius. “Perlu ada upaya untuk mengembalikan kejayaan tanaman cendana di Indonesia,” kata Kepala Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto dalam sebuah seminar daring mengenai penyelamatan tanaman cendana belum lama ini.

Liliek Haryjanto peneliti pada BBPPBPTH mengatakan, sebuah areal sumber daya genetik dibangun di Watusipat, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta untuk konservasi tegakan cendana sebagai upaya penyelamatan. Lahan ini memiliki kemiripan dengan NTT. “Konservasi sumber daya genetik dilakukan dengan mengumpulkan koleksi materi genetik dari sebaran alam dan ras lahan, yaitu dari Pulau Timor, Pulau Sumba, Pulau Alor, Pulau Pantar, Pulau Rote, dan Pulau Flores," kata Liliek.

Rudi Lismono, Kepala Bidang Pembinaan Dinas LHK NTT, mengatakan keharuman cendana perlu dikembalikan dengan meningkatkan pengelolaan budi daya. Menurutnya, penanaman cendana di wilayahnya pada periode 2010-2018 telah mencapai 3.344.317 pohon.

 

 

 

Penulis: Anton Setiawan
Editor: Eri Sutrisno/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini