Indonesia.go.id - Menderapkan Langkah Menuju Energi Hijau

Menderapkan Langkah Menuju Energi Hijau

  • Administrator
  • Jumat, 11 Maret 2022 | 20:17 WIB
PLTA
  Presiden Joko Widodo didampingi Jusuf Kalla saat meninjau dan meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang ada di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. SETPRES
Indonesia memiliki beragam potensi energi hijau, hingga mencapai 418 Giga Watt (GW). Pekerjaan rumah terbesar adalah menggeser pemakaian energi fosil ke energi hijau yang terbarukan.

Presiden Joko Widodo dan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla kembali jalan bareng. Kali ini kedua tokoh itu bereuni di Poso, Sulawesi Tengah, Jumat (25/2/2022). Persisnya di kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Poso III, di Desa Tampemadoro, sekitar 30 km dari Kota Poso.

Presiden Jokowi hadir di lokasi itu untuk meresmikan PLTA yang dioperasikan oleh PT Poso Energy,  yang dimiliki kelompok bisnis Kalla Group. PLTA Poso itu ada di tiga lokasi. Masing-masing disebut PLTA Poso 1, yang berada di hulu, sekitar 10 km dari Danau Poso, lalu PLTA Poso 2 dan 3 yang berada di sebelah hilirnya.

Semua turbin pada  PLTA itu digerakkan oleh aliran Sungai Poso yang berhulu di Danau Poso. Secara keseluruhan, PLTA Poso itu mampu membangkitkan listrik sampai 515 MegaWatt (MW). Terbesar ketiga untuk PLTA nasional dan paling besar di seluruh Kawasan Timur Indonesia.

Presiden Jokowi meresmikan pengoperasian PLTA Poso 3, yang turbinnya memasok listrik 280 MW. Adapun PLTA Poso 1 telah menyala sejak 2012, dan Poso 2 berpijar semenjak 2018. Dengan wajah semringah ketika menyampaikan sambutan, Presiden Jokowi menyatakan kegembiraannya atas kelahiran PLTA baru itu. Pasalnya, PLTA itu akan membantu proses transisi energi menuju energi baru terbarukan (EBT).

“Pagi hari ini saya sangat senang karena kita semuanya akan meresmikan sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang itu adalah berarti energi hijau, berarti adalah EBT (energi baru terbarukan),” ujar Presiden Jokowi mengawali sambutannya.

Presiden Jokowi menambahkan, pada saat ini semua negara didorong agar bergeser dari pemakaian energi fosil, utamanya batu bara menuju ke arah energi hijau yang terbarukan. Indonesia sendiri, memiliki potensi energi hijau yang  mencapai 418  GigaWatt (GW), baik yang berupa energi air, angin (bayu), geotermal, gelombang, hingga sumber panas air laut.

‘’Semuanya ada di negara kita. Hanya saja, bagaimana kita bisa menggeser dari batu bara ini kepada energi hijau. Ini juga bukan pekerjaan yang mudah, karena sudah telanjur banyak sekali PLTU-PLTU kita,” ujarnya.

Sebagian besar (35 persen) pasokan listrik nasional saat ini masih dipasok dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang digerakkan oleh pembakaran batu bara. Bagi Group Kalla, PLTA di Poso ini bukan satu-satunya sumber energi hijau yang diusahakan. Dalam kesempatan hadir di PLTA III Poso itu, Presiden Jokowi juga meresmikan PLTA Malea di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. PLTA ini dioperasikan oleh PT Malea Energy yang bernaung di bawah Kalla Group.

Melalui anak perusahaan lainnya Group Kalla pun sedang mengembangkan PLTA Poso IV (30 MW), PLTA Kerinci (350 MW) di Kabupaten Merangin (Jamni), dan dua lainnya di Mamuju Sulawesi Barat, yakni PLTA Tumbuan Mamuju Atas (90 MW) dan PLTA Tumbuan Mamuju Bawah (360 MW). Secara keseluruhan nantinya Grup Kalla mampu memproduksi 1.230 MGW listrik dari tenaga air.

Presiden Jokowi pun menyatakan penghargaannya atas kesungguhan Group Kalla menggarap sektor energi hijau. ‘’Saya sangat menghargai, mengapresiasi apa yang sudah dikerjakan Kalla Group dalam hal membangun hydropower,” ujarnya.

Kehadiran PLTA itu membantu pemerintah mencapai target bauran energi 23 persen tahun 2025 (saat ini baru tercapai 11,5 persen), pengurangan emisi karbon 29 persen di 2030, dan akan berlanjut dengan net zero emission di tahun 2060 nanti. “Target-target ini yang tidak mudah dikejar. Karena memang antara pertumbuhan permintaan dan pertumbuhan listrik harus terus diseimbangkan. Jangan sampai ada kelebihan pasok listrik sehingga membebani dari PLN,” ujarnya.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatatkan kapasitas pembangkit listrik di tanah air hingga pertengahan 2021 sudah mencapai 73.341 MW. Dari kapasitas sebesar itu PLTU batu bara masih dominan, dengan kontribusi 47 persen, disusul dengan PLTG/GU (gas) dengan 28 persen, PLTA 9 persen, diesel 7 persen, geotermal 3 persen, dan energi terbarukan lainnya 3 persen.

Namun, karena pertimbangan biaya pembangkitannya yang murah, PLTU batu bara itu realisasinya menyumbang listrik sampai 65 persen. Tak kurang dari 35 juta ton batu bara harus dibakar untuk memenuhi pasokan itu. Energi baru dan terbarukan seperti biomassa hanya bisa berkontribusi 0,18 persen dan energi surya 0,04 persen. Maka, tranformasi harus dipercepat dan dipermudah.

Mantan Wapres  Jusuf Kalla dalam sambutannya mengisahkan, betapa tidak  mudah membangun PLTA. Ia membutuhkan waktu lima tahun hanya untuk mengurus perizinan. Tujuh tahun lagi untuk membangun kontruksi pembangkitnya. ‘’Tapi, yang sekarang ini  mudah perizinannya, hanya satu tahun saja,’’  katanya.

Merespons cerita “mantannya” itu, Presiden Jokowi pun mengingatkan jajaran pemerintahan dan PLN untuk terus membenahi sistem birokrasi sehingga dapat mendukung pengembangan EBT di tanah air. “Saya tekankan pada pagi hari ini adalah agar birokrasi, utamanya di PLN itu betul-betul, Pak Dirut, diperhatikan. Jangan sampai ada keluhan lagi seperti tadi juga disampaikan oleh Bapak Jusuf Kalla, negosiasi perizinan bisa sampai lebih dari lima tahun,’’ ujar Presiden Jokowi.

Ia berharap pembangunan pembangkit listrik berbasis EBT di tanah air dapat terus berlanjut, sehingga kebutuhan energi hijau dapat dipenuhi.

Pemanfaatan Sungai dan Danau

Sejauh ini, dari 7.000 MW listrik PLTA, sumbangan terbesarnya adalah dari danau atau bendungan. Danau Poso, misalnya, berada di ketinggian sekitar 500 meter dan luas genangan 326 km2, adalah sumber energi abadi. Melalui Sungai Poso, danau ini mengalirkan air secara ajek dengan debit 150 m3 per detik, menuju muaranya di Kota Poso. Aliran air itu membawa energi potensial yang sangat besar, karena perbedaan elevasi yang cukup tinggi itu.

Di sepanjang jalan alur sungai, aliran air itu bisa dibendung berulang kali. Dari bendungan air kali dialirkan untuk memutar turbin, dan listrik pun berpijak. Air yang sama itu bisa digunakan berkali-kali seperti yang dilakukan pada PLTA Poso 1, 2, 3, dan Poso 4 yang kini masih dibangun.

Hal serupa terjadi pada bendungan-bendungan. Pada dasarnya bendungan adalah danau buatan. Pada bendungan serba guna seperti halnya Jatiluhur, Jatigede, Cirata, dan Saguling yang semuanya memanfaatkan energi potensial air untuk menggerakkan turbin listrik, sebelum air itu dialirkan ke saluran irigasi untuk selanjutnya masuk ke area persawahan.

Waduk atau danau mana yang memberikan sumbangan listrik dalam jumlah besar? Berikut lima PLTA terbesar di Indonesia :

  1. Waduk Cirata, Jawa Barat

Dengan luas genangan 62 km dan daya tampung lebih dari 2 miliar meter kubik air, Bendungan Cirata yang terletak di Kabupaten Bandung Barat itu mengoperasikan 8 unit x 126 MW sehingga daya terpasangnya secara keseluruhan 1.008 MW. Terbesar di Indonesia.

Elevasi permukaan air di Cirata rata-rata 230 meter dari permukaan laut. Air dialirkan meluncur setinggi 112 meter untuk memutar turbin listrik. Debit air yang digunakan keseluruhan 135 m3, untuk kedelapan turbin itu. Setelah memutar turbin air dialirkan ke saluran irigasi.

Bendungan Cirata ini selesai dibangun 1988 dan PLTA di dalamnya dibangun bertahap dari tahun 1987 hingga 1997. Cirata adalah salah satu dari Trio Bendungan di Sungai Citarum. Di hulu ada Bendungan Saguling, lalu Cirata, dan di bagian hilir ada Bendungan Jatiluhur.

  1. Bendungan Saguling

Berdekatan dengan Waduk Cirata, Saguling merupakan bendungan buatan di Kabupaten Bandung Barat. Luas genangannya 56 km2, dengan daya tampung air 875 juta m3. Dengan elevasi 640 meter dari permukaan laut Saguling cocok untuk PLTA. Maka di antara 1980--1986 seiring pembangunan waduk itu sendiri, delapan unit PLTA dibangun dan menghasilkan daya listrik 700 MW.

Bila nanti aliran Sungai Citarung di hulu lebih terkendali, dengan selesainya pembenahan daerah aliran sungai (DAS) di area Bandung Selatan, PLTA Saguling masih bisa dikembangkan menjadi agar menghasilkan listrik 1.400 MW.

Setelah dipakai memutar turbin, air digunakan untuk keperluan irigasi. Selebihnya dialirkan ke badan sungai Citarum untuk kemudian dibendung lagi di Waduk Cirata. Meski air Citarum sudah banyak berkurang, pasokan air ke Cirata tak bermasalah. Dia masih menerima pasokan dari delapan sungai lainnya yang langsung masuk ke badan waduk.

  1. Danau Poso

Danau Poso adalah sumber daya air yang sangat berharga di Sulawesi Tengah. Dari Sungai Poso yang berhulu di danau tersebut, kini telah dbangun tiga PLTA yang menghasilkan listrik 515 MW.

  1. PLTA Sigura-Gura, Toba, Sumatra Utara

Dengan sumber air dari Danau Toba yang dialirkan melalui Sungai Asahan, empat waduk pengumpul dibangun dan yang terdekat berada sekitar 14,5 km dari tepian danau. Elevasi Danau Toba yang 900 meter di atas permukaan laut memungkinkan keempat bendungan beton masif itu rata-rata setinggi 40 meter untuk memutar turbin. Hasilnya ialah 300 MW listrik. PLTA  yang dibangun olek kontraktor Jepang sejak 1972 itu mulai beroperasi sejak 1976 hingga sekarang.

Bendungan PLTA itu diberi nama PLTA Sigura-Gura. Pengoperasinya dilakukan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), untuk menggerakkan industri peleburan aluminium. Listrik dari Sigura-Gura itu harus dialirkan melalui kabel tegangan tinggi sejauh 120 km, untuk digunakan di pusat industri PT Inalum di Kuala Tanjung, Kabupaten Batubara, Sumatra Utara. Kuala Tanjung sendiri ada di pantai yang menghadap ke Selat Malaka.

  1. PLTA Musi, Bengkulu

Memanfaatkan derasnya aliran sungai di hulu Sungai Musi di Kabupaten Kapahiang, Bengkulu, PLTA Musi itu dibangun. PLTA Musi dibangun dengan tipe run of river. Sebuah bendung beton masif 15 meter dibangun melintang di badan sungai di Desa Ujan Mas Ata, Kecamatan Ujan Mas, 63 km dari Bengkulu. Dari bendungan itu, sebagian (kecil) air dialirkan melalui terowongan bawah tanah sejauh 2,5 km, menembus Tanah Bukit Barisan, sampai ke Desa Susup, Kecamatan Perigi Sakti.

Bendung di Desa Ujan Mas itu sendiri berada 579 meter di atas  permukaan laut (DPL), sementara Desa Susup 400 meter di bawahnya. Jadi, air mengalir deras melalui pipa dengan kelerengan sudut sekitar 15 persen. Hasilnya adalah aliran air yang membawa tekanan setinggi 40 Bar. Di Desa Susup, dalam sebuah instalasi di bawah tanah, air tersebut digunakan untuk memutar turbin, yang masing-masing beratnya 150 ton, dan menghasilkan listrik sebesar 3 x 70 MW.

PLTA Musi ini pun menjadi PLTA terbesar kelima di Indonesia. Pasokan listriknya masuk ke jaringan listrik di wilayah Sumatra bagian selatan, dan menyumbang  29 persen unit induk pembangkitan Sumatra bagian selatan.

 

Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari

Berita Populer