Indonesia.go.id - Mengembalikan Kejayaan Kakao Lembah Grime

Mengembalikan Kejayaan Kakao Lembah Grime

  • Administrator
  • Jumat, 15 Oktober 2021 | 13:37 WIB
PAPUA
  Cokelat olahan dari Lembah Grime, Jayapura. INFOPUBLIK
Masyarakat Lembah Grime, Kabupaten Jayapura, bersemangat mengembalikan kejayaan cokelat yang pernah diproduksinya sebelum 2010.

Pada Selasa 12 Oktober 2021 sore, di acara gebyar budaya dalam rangka memeriahkan PON XX, di salah satu gerai di Asei Trade Center, Dermaga Kalkhote, Kabupaten Jayapura, duduklah seorang perempuan Papua setengah baya menjajakan cokelat “Cenderawasih”. Sambil duduk menjaga gerainya, ia ditemani Wakil Bupati Jayapura Giri Wijayanto.

Cokelat yang dia jajakan ada yang berukuran besar dan ukuran kecil. Bentuk kemasannya halus terdiri dari kombinasi warna cokelat dan kuning. Rasanya pun sudah menyerupai cokelat buatan pabrik besar. "Ini memang cokelat hasil produksi mesin, tapi masih skala rumahan," kata Naomi Marasian, perempuan dari Lembah Grime, Kabupaten Jayapura ini.

Produk cokelat yang ditawarkan Naomi berukuran 100 gram dijual Rp60 ribu dan ukuran 40 gram dibanderol Rp25 ribu. Jenis produk lainnya dijual dalam bentuk paket (satu 100 gram dan dua 40 gram) seharga Rp100 ribu. Cokelat Cenderawasih ini diproduksi oleh Badan Usaha Milik Kampung (BUMKAM) Kampung Imsar di Lembah Grime. Logo PON XX Papua 2021 juga dicetak dalam kemasannya.

Lembah Grime memang sejak zaman Belanda menjadi sentra produksi cokelat. Kakao di Lembah Grime ini jenisnya lebih besar dari cokelat biasa. Sejak 12 tahun terakhir daerah ini masih menjadi penghasil cokelat terbaik Papua. Tapi setelah itu, hama cokelat menyerang sehingga banyak buah cokelat rusak “membatu”.

Perlu diketahui, Lembah Grime wilayahnya sangat luas. Wilayah ini meliputi enam distrik terdiri dari 60-an kampung. Bagi masyarakat setempat, bukan sesuatu hal aneh, jika masing-masing keluarga memiliki kebun kakao sekitar 1 hektare.

Namun meski pernah terpuruk selama bertahun-tahun, kini masyarakat adat di Lembah Grime tak putus asa untuk kembali meraih kejayaan ekonomi pada masa lampau. Sejumlah komunitas masyarakat melakukan revitalisasi tanaman kakao.

Naomi dengan Perkumpulan Terbatas untuk Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat Adat (PT PPMA), sejak 2018 mengajak masyarakat untuk mau kembali memproduksi kakao di sejumlah kampung di sana. Mereka juga punya keinginan berusaha untuk meningkatkan kualitas dan meningkatkan produksi kakao.

Kini di daerah itu sudah ada sekitar 200-an keluarga yang kembali mau bertani kakao. Terdapat sebanyak 24 kepala keluarga (KK) yang dia dampingi untuk merevitalisasi tanaman Kakao. “Cokelat Cenderawasih ini hanya salah satu produk dari salah satu Badan Usaha Milik Kampung," katanya.

Di kampung-kampung itu, Naomi dan kawan-kawan mendampingi masyarakat dari sisi pengembangan perkebunan kakao hingga produksi dan penjualan. Ia juga mengenalkan produk olahan yang bisa dihasilkan dari kakao ini. Ia mengajak kolaborasi dengan kampung-kampung lain agar bisa membuat produk olahan dengan inovasi baru. "Jadi tidak hanya cokelat batangan, permen, atau yang lain-lain," kata Naomi.

Menyikapi perkembangan ini, Wakil Bupati Jayapura Giri Wijayanto mendukung penuh upaya revitalisasi kakao di Lembah Grime. Giri mengamini bahwa dulu daerah ini menjadi penghasil kakao yang bagus. "Hama menyerang menjadikan petani beralih ke komoditas lain. Tapi syukur ada Bu Naomi dan kawan-kawan yang mencoba memulihkan kakao Grime," tukasnya.

Sebelumnya Bupati Jayapura Mathius Awoitauw dalam sebuah acara yang diadakan oleh Dinas Perkebunan dan Peternakan melontarkan keinginannya untuk mengembalikan kejayaan produktivitas kakao di Kabupaten Jayapura yang pernah berjaya. Untuk itu dia meminta kepada dinas terkait supaya lebih serius lagi bekerja untuk mengembalikan kejayaan itu.

Bupati Mathius bahkan kembali mengingat soal keberhasilan Kabupaten Jayapura yang pernah berjaya karena berhasil memproduksi kakao dalam jumlah yang sangat besar.  Bupati Jayapura Mathius Awoitauw mengatakan, budi daya kakao di wilayahnya akan difokuskan di enam distrik dan 61 kampung.

"Masyarakat di daerah-daerah ini telah berkomitmen untuk mengembangkan kembali perkebunan kakao. Kami akan menjadikan Kabupaten Jayapura sebagai salah satu sentra kakao di Indonesia," ucapnya.

Sebagai informasi, Kabupaten Jayapura, Papua, pernah mengalami masa kejayaan sebagai penghasil kakao (cokelat) pada 2005--2010. Saat itu, jumlah kakao yang berhasil dipanen petani mencapai 9.450 ton per tahun. Tapi sejak 2010, jumlah produksi kakao di Kabupaten Jayapura terus menurun. Saat ini, produksi kakao di Kabupaten Jayapura hanya mencapai 800 ton.

“Ini karena ada hama yang menyerang perkebunan kakao, sehingga hasil produksi kakao terus menurun,” kata Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Jayapura Dodi Samyana yang ditemui di gerai lain yang sedang menunggu gerai Coklat produksi Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Jayapura, di ATC (12/10/2021).

Kakao hasil bumi Papua memiliki kualitas lebih baik dibandingkan wilayah lainnya. Dari jenis yang sama, kakao di Papua dapat memiliki berat biji 1,1 gram--1,2 gram, sedangkan di Sulawesi berat bijinya lebih rendah yaitu 0,8 gram--0,9 gram.

Dinas Perkebunan Kabupaten Jayapura memprogramkan untuk melakukan penggantian baru atau me-replanting semua tanaman kakao yang sudah tidak lagi maksimal dalam hasil produksinya. Di Kabupaten Jayapura ditargetkan sekitar 3.700 hektare lahan akan dikembangkan untuk perkebunan lahan perkebunan kakao baru. Kegiatan ini akan dilakukan secara bertahap, minimal dilakukan replanting atas lahan seluas 50 ha per tahun.

 

 

Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari