Dalam upaya pemberantasan korupsi, dibutuhkan upaya-upaya yang lebih fundamental dan komprehensif yang dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat.
Kendati sikap antikorupsi masyarakat di tanah air menunjukkan kecenderungan yang terus membaik, korupsi tetap merupakan kejahatan luar biasa. Mengingat korupsi atau extraordinary crime yang juga mempunyai dampak luar biasa bagi masyarakat. Oleh sebab itu, kejahatan ini harus ditangani dengan cara luar biasa pula.
Diakui Presiden Joko Widodo, Indeks Perilaku Antikorupsi yang disurvei oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dalam tiga tahun terakhir menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan. Pada 2019, Indeks Perilaku Antikorupsi yang disurvei oleh BPS berada di kisaran angka 3,7 persen. Lanjut ke 2020, Indeks Perilaku Antikorupsi yang disurvei oleh BPS berada di kisaran angka 3,84 persen.
Pada 2021, Indeks Perilaku Antikorupsi yang disurvei oleh BPS berada di kisaran angka 3,88 persen. Hal tersebut disampaikan Presiden Jokowi pada Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2021, yang digelar di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (9/12/2021).
"Diperlukan cara-cara baru yang lebih extraordinary. Metode pemberantasan korupsi harus terus kita perbaiki dan terus kita sempurnakan," ujar Presiden Jokowi, dalam perhelatan bertajuk “Bersatu Padu Membangun Budaya Antikorupsi”.
Dengan begitu, dalam upaya pemberantasan korupsi, dibutuhkan upaya-upaya yang lebih fundamental dan komprehensif yang dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat. "Upaya penindakan sangat penting untuk dilakukan secara tegas dan tidak pandang bulu. Penindakan jangan hanya menyasar peristiwa hukum yang membuat heboh di permukaan," tegas Kepala Negara di hadapan para menteri, Jaksa Agung, Kapolri, pimpinan KPK, dan sejumlah gubernur.
Tak pelak untuk mengikis kelindan kasus korupsi di negeri ini perlu menuntaskan kasus-kasus besar. Pada kesempatan itu, Presiden Jokowi juga mengapresiasi aparat penegak hukum yang mampu menangani kasus-kasus rasuah besar. Beberapa kasus korupsi besar berhasil ditangani secara serius, seperti kasus Jiwasraya, Asabri, dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Pada periode Januari sampai November 2021, Polri telah melakukan penyidikan terhadap 1.032 perkara korupsi. Sementara itu, Kejaksaan telah melakukan penyidikan terhadap 1.486 perkara korupsi.
Ketua KPK Firli Bahuri menyebutkan dalam laporannya, sejak awal didirikan hingga sekarang, KPK telah menangani sebanyak 1.291 kasus tindak pidana korupsi. Seperti kasus Jiwasraya, para terpidana telah dieksekusi penjara oleh Kejaksaan dan dua di antaranya divonis penjara seumur hidup, dan aset sitaan mencapai Rp18 triliun dirampas untuk negara.
Dalam kasus Asabri, sebanyak tujuh terdakwa dituntut mulai dari penjara 10 tahun sampai dengan hukuman mati dan uang pengganti kerugian negara mencapai belasan triliun rupiah. Kasus besar korupsi lainnya yang terus diburu pemerintah adalah penyalahgunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang telah puluhan tahun menjadi beban bagi anggaran negara.
Terlebih, kasus BLBI melibatkan perusahaan besar berskala nasional. Untuk itulah, Satgas BLBI dibentuk pemerintah pada 2020 demi menuntaskan kasus tersebut. "Dalam penuntasan kasus BLBI, Satgas BLBI juga bekerja keras untuk mengejar hak negara yang nilainya mencapai Rp110 triliun dan mengupayakan agar tidak ada obligor dan debitur yang luput dari pengembalian dana BLBI," imbuh Presiden Jokowi.
Korupsi memicu kemiskinan dan kerawanan sosial. Oleh karena itu, tindak pidana korupsi dapat menjadi pangkal dari permasalahan yang lain, termasuk mengganggu penciptaan lapangan kerja dan meningkatkan harga kebutuhan pokok.
Hal ini tecermin dari hasil sebuah survei nasional pada November 2021 yang lalu. Masyarakat menempatkan pemberantasan korupsi sebagai permasalahan kedua yang mendesak untuk diselesaikan.
Hasil survei tersebut melansir pada urutan pertama, rakyat menginginkan penciptaan lapangan kerja. Persentasenya mencapai 37,3 persen. Urutan kedua adalah pemberantasan korupsi mencapai 15,2 persen. Dan, urutan ketiga adalah masyarakat menginginkan harga kebutuhan pokok yang terjangkau sebesar 10,6 persen.
Terlepas dari persepsi antikorupsi yang membaik, Kepala Negara juga menyoroti indeks persepsi korupsi tahun 2020 Indonesia yang masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya. Dari 180 negara Indonesia berada di posisi ke-102. Adapun Singapura menempati ranking ke-3, Brunei Darussalam ranking 35, Malaysia ranking 57, dan Indonesia tercecer di ranking 102.
Oleh karena itu, Presiden Jokowi menekankan perlunya upaya keras untuk memperbaiki hal tersebut. "Aparat penegak hukum termasuk KPK, sekali lagi jangan cepat berpuas diri dulu, karena penilaian masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi masih dinilai belum baik. Kita semua harus sadar mengenai ini," tegasnya.
Pencegahan
Salah satu upaya pencegahan korupsi adalah dengan membangun sistem pengelolaan keuangan negara yang baik dan integritas aparatur. Hal itu dilakukan Kementerian Keuangan sebagai pengelola keuangan negara berperan aktif dalam kegiatan pencegahan korupsi demi membangun kesadaran masyarakat terhadap budaya antikorupsi, khususnya di lingkungan Kementerian Keuangan. Pengelolaan keuangan yang prudent dan berintegritas diharapkan dapat meningkatkan pencegahan rasuah di pemerintahan.
Salah satu program membangun integritas tersebut adalah sinergi Kementerian Keuangan dan KPK. Inspektorat Jenderal Kemenkeu bersama Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK melakukan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama terkait integrasi Aplikasi Laporan Harta Kekayaan (ALPHA) dan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) oleh Inspektur Jenderal Kemenkeu dan Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Selasa (8/12/2021).
Perjanjian kerja sama ini sebagai pedoman bagi para pihak dalam rangka kerja sama pelaksanaan integrasi ALPHA dan LHKPN, mendukung kegiatan pengawasan internal, serta sebagai penyederhanaan administrasi pelaporan kewajiban dari pejabat dan/atau pegawai di Kementerian Keuangan.
Dengan adanya perjanjian kerja sama ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan integritas data, serta memberikan manfaat optimal bagi Kementerian Keuangan. Sinergi itu juga dilakukan dengan seluruh kementerian/lembaga pemerintah, legislatif, yudikatif, BUMN/BUMD hingga pemerintah daerah serta korporasi swasta.
Sebagus apapun sistem pencegahan yang dibangun, tanpa fondasi integritas yang kuat, pemberantasan korupsi menjadi tak bergigi.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari