Indonesia.go.id - Integrasi Data Lima Pilar Minerba

Integrasi Data Lima Pilar Minerba

  • Administrator
  • Minggu, 13 Maret 2022 | 13:04 WIB
MINERBA
  Bongkar muat batu bara ke dalam truk di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Priok, Kamis (3/2/2022).Melalui Simbara pemerintah akan mengawasi segala bentuk bisnis minerba. ANTARA FOTO/ M Risyal Hidayat
Data tata kelola minerba dari sejumlah K/L akan diintegrasikan dalam sistem informasi mineral dan batu bara antarkementerian dan lembaga (Simbara). Pengawasan akan dilakukan secara menyeluruh, termasuk kepatuhan atas ketentuan domestic market obligation (DMO).

Mineral dan batu bara (minerba) menjadi sumber penerimaan yang sangat penting bagi negara. Di dalam rantai pengelolaan usahanya terdapat lima pilar utama yang meliputi dokumen, uang, jasa pengangkutan/transportasi, orang, dan barang. Kelimanya perlu terintegrasi secara rapi dalam satu sistem informasi yang bisa saling mengkonfirmasi dan memverifikasi.

Semangat itulah yang mendorong pemerintah membangun sistem informasi mineral dan batu bara antarkementerian dan lembaga (Simbara). Kehadiran Simbara itu pun telah diluncurkan pada Selasa (9/3/2022), dalam sebuah seremoni online yang dihadiri oleh Menteri Koodinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Gubernur Bank Indonesia  (BI) Perry Warjiyo, dan Ketua KPK Firli Bahuri.

Simbara sendiri merupakan sebuah inovasi tata kelola yang lahir dari kolaborasi antarkementerian. Di  dalamnya ada Kementerian Keuangan, ESDM, Perdagangan, Perhubungan, dan Bank Indonesia. Sinergi ini menjawab kebutuhan pada era digitalisasi, di mana perlu adanya suatu ekosistem yang mengintegrasikan antarsistem kementerian/lembaga yang terkait pengelolaan dan pengawasan mineral dan batu bara.

Elemen dokumen, uang, jasa pengangkutan/transportasi, orang, dan barang pun menjadi satu. “Kelima hal ini harus diintegrasikan. Di dalam era digital yang makin maju, keseluruhan proses bisnis harus berorientasi kepada pelayanan yang semakin mudah, dan semakin baik. Namun, di saat yang sama perlu adanya akuntabilitas dari keseluruhan proses bisnis ini,’’ kata Menkeu Sri Mulyani, dalam sambutan.

Dengan begitu, menurut Menkeu, seperti yang dikutip dalan rilis berita Kementerian Keuangan, wujud pengelolaan sumber daya alam yang baik bisa menjadi keniscayaan bahkan keharusan. Simbara mengintegrasikan sistem dan data dari hulu ke hilir. Sejak dari perizinan tambang, rencana penjualan, verifikasi penjualan, pembayaran PNBP, ekspor, dan pengangkutan dan pengapalan serta devisa hasil ekspor,  semua tercatat secara akurat. Dengan adanya ekosistem ini, diharapkan dapat terwujud satu data minerba antarkementerian/lembaga.

Perwujudan satu data minerba yang tepercaya itu diyakini meningkatkan kepatuhan dan sekaligus efektivitas pengawasan, optimalisasi penerimaan negara, serta peningkatan layanan kepada pelaku usaha dan masyarakat. Melalui Simbara pula bisa dilakukan pemantauan kepatuhan pelaku usaha atas kewajiban pemenuhan kebutuhan batu bara dalam negeri (DMO) dan pengawasan pengembalian devisa hasil ekspor ke tanah air.

Para pelaku usaha (pemegang izin produksi pertambangan), para petugas survei, agen pelayaran, dan instansi lain yang terlibat diminta agar memahami dan meningkatkan kepatuhannya atas ketentuan peraturan perundang-undangan terkait dengan pengelolaan dan pengawasan minerba.  Ada sederet kewajiban yang tak bisa dielakkan.

Di antaranya, penginputan secara benar terkait identitas perusahaan, kebenaran data tonase, kualitas dan harga jual yang terkait pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dokumen verifikasi petugas survei, pemberitahuan pabean ekspor, dan pada penginputan data dalam rangka penerbitan surat persetujuan berlayar.

Sistem akan melakukan validasi terhadap bukti pembayaran royalti dan akan melakukan penolakan jika ditemukan data tidak valid. Dengan adanya Simbara, pengawasan akan dilakukan secara menyeluruh bahkan dapat dilakukan proses penegakan hukum.

Upaya sinergi antarinstansi pemerintah tidak hanya dilakukan di sektor minerba. Melalui Program Sinergi Kementerian Keuangan tahun 2022, Kementerian Keuangan bersama Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas) telah bergandengan tangan. Keduanya berkomitmen menjalin  kerja sama pengembangan dan pembangunan sistem informasi terintegrasi di kKegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. Upaya ini telah dirintis sejak  2014, namun belum terlaksana.

Kerja sama ini diresmikan melalui penandatanganan nota  kesepahaman atau memorandum of understanding yang di dalamnya menyatakan tujuan akan mewujudkan perbaikan, transparansi, serta simplifikasi, pada pengelolaan dan pengawasan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. Tak lain, tujuan akhirnya ialah mendukung optimalisasi penerimaan negara kembali kepada rakyat.

Nota kesepahaman ini terkait pengembangan dan pembangunan sistem informasi ST Migas. Yang terintegrasi di dalamnya adalah segala kegiatan usaha hulu migas. Dengan ST Migas ini, informasi menyangkut keuangan negara akan semakin terintegrasi sehingga mampu mendapatkan data yang tepat waktu, akurat, dan menghasilkan cek and balance dalam sistem yang dikelola oleh Kemenkeu.

‘’MoU dengan SKK Migas akan menangkap keseluruhan aspek dari kegiatan usaha hulu migas yaitu minyak dan gas baik dari sisi penerimaan negara, belanja negara hingga barang milik negara,” ujar Menteri Keuangan.

Menko Luhut sendiri menyatakan, penerimaan negara dari minerba selama ini belum optimal, karena tidak terintegrasinya sistem informasi di antara kementerian dan lembaga pemerintah. ‘’Selama bertahun-tahun urusan ini dibiarkan tercerai-berai,’’ katanya. Dengan hadirnya Simbara dan ST Migas ini, ia berharap penerimaan negara akan semakin terjaga.

Selama ini, dengan sumber daya alam yang besar, kontribusi minerba dan migas untuk penerimaan pemerintah, melalui pajak maupun PNBP sudah cukup besar. Namun, kenaikan harga minerba dan migas belakangan, membuat pemerintah mengevaluasi ulang penerimannya. Ternyata, ada potensi lebih besar yang bisa dihimpun. Kendalanya,antara lain, pada kesimpangsiuran data antarlembaga pemerintah sendiri. Maka, Simbara dan ST Migas itu pun disegerakan.

Toh, dengan pembenahan di sana-sini, penerimaan negara sendiri semakin baik. Menurut Menkeu Sri Mulyani, pada keterangan pers awal Januari 2022, realisasi pendapatan negara hingga 31 Desember 2021 mampu tumbuh Rp2.003,1 triliun atau 114,9 persen dari target APBN 2021 yang sebesar Rp1.743,6 triliun. Capaian tersebut tumbuh 21,6 persen lebih tinggi dibandingkan APBN tahun 2020 yang sebesar Rp1.647,8 triliun.

Dalam rinciannya, Menkeu menyebutkan bahwa penerimaan pajak mencapai Rp1.277,5 triliun atau 103,9 persen dari target APBN 2021 yang sebesar Rp1.229,6 triliun. Capaian ini tumbuh 19,2 persen dari penerimaan pajak tahun 2020 lalu yang sebesar Rp1.072,1 triliun. Realisasi 2020 itu meleset karena pandemi.

Penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp269 triliun atau 125,1 persen dari target APBN 2021 yang sebesar Rp215 triliun. Pada saat yang sama, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) telah mencapai Rp452 triliun atau 151,6 persen dari target APBN 2021 sebesar Rp298,2 triliun. Realisasi ini tumbuh 31,5 persen dibandingkan tahun 2020 yang sebesar Rp343,8 triliun.

Kinerja APBN 2021 yang makin baik itu bukan saja sinyal perbaikan pemulihan ekonomi, melainkan ada pula unsur perbaikan dalam tata kelola keuangan negara.

 

Penulis: Putut Trihusdodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari