Ada sinyalemen penyimpangan dalam produksi dan distribusi minyak goreng bersubsidi. Mendag Muhammad Lutfi menyimpan data terverifikasi terkait produksi dan distribusinya, itu akan dibagi ke Polri.
Sebanyak 416.787 ton minyak goreng bersubsidi telah digelontorkan ke pasar sampai 8 Maret 2022. Minyak goreng tersebut telah dipatok dengan harga eceran tertinggi, yang masing-masing Rp10.500 per kg untuk minyak curah, Rp13.500 untuk kemasan sederhana, dan Rp14.000 untuk yang kemasan premium. Tapi jangankan yang harga murah, yang nonsubsidi pun sering menghilang dari rak-rak pasar, warung kelontong, dan mini market.
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi tampak geregetan. Saat meninjau sebuah pasar di Kebayoran Lama, Jakarta, Rabu (10/3/2022), ia menemukan minyak goreng bersubsidi dijual di atas harga eceran tertinggi (HET). ‘’Stoknya melimpah, mustinya harga jualnya tak setinggi itu,’’ katanya.
Situasi pasar minyak goreng (migor) memang ironis. Indonesia adalah produsen terbesar minyak sawit (CPO) di dunia, dan CPO adalah bahan baku minyak goreng. Indonesia berkontribusi 58 persen atas produk CPO dunia. Kontributor CPO keduanya ialah Malaysia dengan 26 persen. Pun seperti Indonesia, Malaysia juga mengalami lonjakan harga minyak masak, sebutan migor di negeri jiran itu.
Penyediaan migor bersubsidi itu, menurut Mendag Lutfi, dilakukan dengan skema domestic market obligation (DMO), yakni kewajiban resmi industri CPO (dan produk turunannya) untuk menomorsatukan pasar dalam negeri. Dari skema itu telah tersedia 576 ribu ton migor bersubsidi, yang dikumpulkan sejak 14 Februari 2022, dan 416.787 ton atau 72,4 persen di antaranya telah disalurkan ke pasar.
Toh, minyak subsidi DMO itu seperti mengalir ke laut. “Padahal, distribusi DMO itu sudah melebihi perkiraan kebutuhan konsumsi minyak goreng yang dalam satu bulan 327.321 ton. Pasokan minyak kita sudah cukup melimpah,” ungkap Mendag Lutfi.
Kebijakan DMO itu lazim dipraktekkan di mana-mana, utamanya di tengah tarikan ekspor yang kini sedang mencapai puncaknya. Harga CPO di pasar internasional, yang biasa ditera dalam mata uang Ringgit Malaysia (RM), kini mencapai RM 6.963/ton. Secara mingguan ada kenaikan 11 persen, dan secara tahunan kenaikannya 69 persen. Dibanding awal 2020, harga CPO naik 225 persen. Di tingkat petani, harga tandan buah segar (TBS) sawit telah berlipat tiga kali dalam dua tahun terakhir.
Tak pelak harga minyak goreng pun merangkak naik. Ketika awal 2022, harganya sudah melesat di sekitar Rp20.000 per liter kebijakan DMO dan domestic price obligation (DPO) pun diberlakukan. Ketentuan DMO dan DPO itu dituangkan dalam dua Peraturan Menteri Perdagangan, yakni nomor 19 tahun 2021 dan nomor 129 tahun 2022. Harga eceran tertinggi (HET) ada dalam peraturan itu.
Kelangkaan minyak goreng di pasar bisa ditafsirkan sebagai penolakan atas HET tersebut. Sebagian analis menganggap, HET ini akan membuat posisi harga minyak goreng terlalu rendah pascasubsidi ditiadakan, setelah enam bulan diberlakukan. Sebagian lainnya menganggap ada panic buying dan sebagian warga menimbun. Toh, muncul juga kekuatiran ada pihak tertentu yang berbuat curang menjual migor bersubsidi ke tempat yang tak semestinya. Kombinasi ketiga hal itu bisa saja terjadi.
Dalam konferensi persnya, Rabu (9/2/2022), Mendag Lutfi menegaskan, tidak akan mencabut HET tersebut. Peraturan akan ditegakkan, dan Mendag Lutfi telah berkordinasi dengan Mabes Polri untuk melakukan penindakan bila terjadi pelanggaran hukum.
‘’Kami memperkirakan, bahan baku minyak goreng rembes ke industri yang tidak berhak atau ada tindakan melawan hukum berupa ekspor tanpa izin. Kedua hal ini masih harus diselidiki lebih lanjut untuk memastikan faktanya. Tapi yang kami bisa pastikan saat ini, tak boleh ada yang berspekulasi menyimpan minyak goreng untuk keuntungan pribadinya,” kata Lutfi.
Mendag juga menyebut, pihaknya menyimpan data terverifikasi, terkait informasi tangki penyimpanan dan jalur distribusi minyak goreng. ‘’Data tersebut siap kami bagikan ke Polri,” imbuhnya.
Mendag Lutfi menekankan, gangguan distribusi minyak goreng itu terjadi di tengah pasokan minyak kelapa sawit dalam negeri yang terjamin. Maka, menurutnya, gangguan itu bersumber dari penyelewengan pada sebagian rantai distribusi bahan baku minyak goreng. Polisi harus bertindak. Kebijakan subsidi minyak goreng itu akan berjalan enam bulan dengan Rp7,6 triliun.
Pengalaman Malaysia
Negara jiran Malaysia juga mengalami lonjakan harga minyak masaknya, bahkan sejak setahun lalu, saat harga di pasar merambat ke tingkat 8–8.50 Ringgit Malaysia (RM), sekitar Rp27 ribu--29 ribu per kg. Maka, Pemerintah Malaysia menyalurkan minyak masak subsidi kemasan 1 kg dengan harga RM2,50 (sekitar Rp8.400) per kg. Migor bersubsidi itu resmi berlaku per 1 April 2021.
Migor bersubsidi itu didistribusikan melalui belasan ribu outlet “Malaysia Satu”, yakni kedai ritel yang sejak lama dijadikan mitra pemerintah untuk penyaluran sembako. Selain sembako, di kedai “Malaysia Satu” itu juga dijual antara lain ayam potong beku, telor, gula pasir, dan daging sapi beku. Semua produk impor, tapi dengan bea masuk sangat ringan sehingga harganya terjangkau rakyat.
Minyak masak nonsubsidi masih diizinkan beredar di minimarket atau supermarket. Harganya pun dibatasi melalui kebijakan HET, dan ditetapkan RM29.70 untuk kemasan botol 5 kg, yang kemasan 2 kg harganya RM12.70; lalu RM18.70 untuk kemasan 3 kg. Rata-rata RM6.15 per kg atau Rp16.725 per liter.
Pemerintah Malaysia menyiapkan minyak subsidi ini sampai luber, karena volumenya sampai 60.000 ribu ton per bulan. Melebihi dari kebutuhan bulanannya yang 50 ribu ton, untuk 33,7 juta warga dan beberapa juta tenaga kerja asingnya. Dengan limpahan supply itu tidak ada antrean orang membeli minyak goreng. Kalangan dari strata ekonomi atas juga tak perlu memborong minyak subsidi, karena mereka yakin tak ada kelangkaan di pasar. Walhasil, kebijakan dua harga itu bisa berjalan seiring.
Di Indonesia berlaku kebijakan satu harga sejak 1 Februati 2022 lalu. Semua brand harus mengikuti harga yang berlaku dan mengeklaim selisih harga subsidinya ke pemerintah. Namun, dengan wilayah yang begitu luas, dan harus menjangkau 270 juta rakyat, tentu urusannya tidak mudah.
Sinyalemen Mendag Lutfi bahwa ada pihak membelokkan pasokan CPO ke industri lain (nonminyak goreng) masuk akal. Kemungkinan ekspor ilegal juga mungkin. Godaan ekspor sangat menggiurkan. Harga CPO tinggi, dan harga minyak goreng di banyak negara juga menggoda. Di Manila, misalnya, harga minyak goreng kemasan 1 kg dibanderol 130 Peso atau sekitar Rp33.000 per kg.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari