Pemerintah optimistis dengan strategi terpadu antarpemangku kepentingan. Hingga 2024, sebanyak 32 daerah akan terentaskan dari kemiskinan dan ketertinggalan.
Pemukulan tifa menandai kick off atau peluncuran Peraturan Presiden (Perpres) nomor 105/2021 tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT) tahun 2020-2024, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Jakarta, Rabu (23/3/2022).
Hadir saat momen tersebut, Menteri Koordinator Bidang PMK Muhadjir Effendy dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar, beserta Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Sekretariat Kabinet (Setkab) Yuli Harsono.
Pemerintah menerbitkan beleid itu sebagai komitmen mempercepat program pengentasan daerah dari kemiskinan dan ketertinggalan. Masalah daerah tertinggal harus ditinjau secara multidimensional. Untuk itu, diperlukan penanganan yang terpadu dan terintegrasi antarpemangku kepentingan.
Seperti tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, target daerah tertinggal yang harus terentaskan pada akhir 2024 yakni sejumlah 25 kabupaten dari total 62 kabupaten daerah tertinggal.
"Perpres PPDT beririsan dengan Perpres Percepatan Penurunan Stunting dan Perpres Penanggulangan Kemiskinan. Dengan demikian, upaya pengentasan daerah miskin harus sejalan dengan upaya pencegahan stunting dan penanggulangan kemiskinan," jelas Menko Muhadjir.
Oleh karena itulah, dana desa yang dikelola kini tidak hanya berisikan komponen pembangunan infrastruktur desa. Melainkan, disertakan pula penanganan stunting dan orang miskin.
Menko Muhadjir mengingatkan, kunci dari perbaikan kondisi daerah tergantung pada peran pemerintah daerah sebagai garda terdepan program ini. Mereka harus mumpuni dalam berkoordinasi dan sinkronisasi lintas sektor.
Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar menyatakan, pemerintah daerah menjadi salah satu kunci percepatan pembangunan daerah tertinggal di Indonesia. Pasalnya 35% keberhasilan pengentasan daerah tertinggal sangat ditentukan kondisi daerah, seperti pertumbuhan ekonomi, kapasitas fiskal, dan Indeks Pembangunan Manusia.
Gus Halim-sapaan akrab Menteri Abdul Halim Iskandar-menegaskan bahwa pemerintah daerah mempunyai peran sangat penting dalam proses percepatan pengentasan daerah tertinggal. Menurutnya, 65% komponen percepatan pembangunan daerah tertinggal berbasis kondisi desa, dan 35% lainnya berbasis kondisi kabupaten.
“Artinya suatu daerah bisa benar-benar terentas dari status daerah tertinggal jika komponen percepatan pembangunan baik yang ada desa maupun kabupaten bisa bergerak bersama,” katanya.
Lebih lanjut, Mendes mengatakan, demi percepatan pembangunan daerah tertinggal, sebagaimana diamanatkan Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT), maka Perpres nomor 105 tahun 2021 tentang Strategi Nasional Percepatan Daerah Tertinggal, tahun 2020-2024 ini, secara khusus memuat rencana-rencana strategis, sistematis, dan berkelanjutan untuk pengentasan daerah tertinggal. Aturan ini memuat langkah pengurangan kesenjangan, dan pemenuhan kebutuhan dasar serta sarana-prasarana dasar daerah tertinggal.
"Selain itu juga diatur langkah meningkatkan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi antara pusat dan daerah dalam perencanaan, pendanaan dan pembiayaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi; serta menjamin terselenggaranya operasionalisasi kebijakan percepatan pembangunan daerah tertinggal," katanya.
Melalui Perpres tersebut, Kemendes PDTT optimistis bakal mengentaskan 32 daerah tertinggal dari kemiskinan di tahun 2024. Untuk itu, Kemendes PDTT akan terus memastikan arah pembangunan desa serta pemanfaatan dana desa untuk pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs) desa, agar dapat berkontribusi terhadap pengentasan daerah tertinggal.
Menurut Gus Halim, data desa berbasis SDGs desa, merupakan data rinci berupa satu nama satu alamat warga dan keluarga, data wilayah level RT, dan data pembangunan desa. Dengan demikian, semua aktivitas pembangunan akan tepat sasaran dan tepat pemanfaatan dalam rangka pengentasan daerah tertinggal.
Perpres 105/2021 merupakan implementasi dari RPJMN 2020-2024 Prioritas Nasional 2, yaitu mengembangkan wilayah untuk mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan, maka Kementerian PPN/Bappenas melakukan menempatkan 62 daerah tertinggal sebagai lokasi prioritas daerah afirmasi.
Berbagai program pembangunan yang dibiayai dari skema anggaran kementerian/lembaga maupun dari skema dana alokasi khusus (DAK) diarahkan untuk fokus memprioritaskan daerah afirmasi. Itu merupakan bentuk keberpihakan pemerintah dalam rangka percepatan pembangunan 62 daerah tertinggal.
Strategi percepatan pembangunan 62 daerah tertinggal akan mengoptimalkan kerangka kebijakan proyek utama nasional, antara lain, 10 destinasi pariwisata prioritas, sembilan kawasan industri di luar Jawa, pengembangan wilayah Pulau Papua, percepatan penurunan kematian ibu dan anak, penanganan stunting, pendidikan dan pelatihan vokasi industri 4.0, dan integrasi bantuan sosial menuju skema pelindungan sosial menyeluruh.
Sepanjang 2015-2019, pemerintah telah menggelontorkan Rp298 triliun kepada 122 daerah tertinggal. Anggaran tersebut berasal dari afirmasi kementerian/lembaga terhadap daerah tertinggal pada 2015–2019 sebesar Rp129,88 triliun, DAK di daerah tertinggal pada 2015-2019 sebesar Rp101,44 triliun, dan Dana Desa di daerah tertinggal pada 2015-2019 sebesar Rp66,75 triliun. Afirmasi anggaran itu mengangkat 62 dari 122 daerah dari ketertinggalan.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari