Dari 64,2 juta UMKM yang ada, tercatat kontribusi terhadap PDB Indonesia > 60 persen. Namun menurut Kementerian Koperasi dan UKM, baru sekitar 8 juta UMKM yang sudah go online.
Perkembangan bisnis digital di Indonesia kini telah tumbuh pesat. Kondisi wabah Covid-19 yang sudah berlangsung lebih dari dua tahun dan menyebabkan mobilitas masyarakat terbatas telah mendorong munculnya kreativitas dan inovasi. Salah satunya, kian maraknya bisnis berbasis digital.
Bagi pelaku usaha, adaptasi dan melakukan kreasi dengan pendekatan digital kini sudah merupakan keniscayaan. Bila pelaku usaha mampu beradaptasi, bahkan mampu menemukan peluang baru untuk pertumbuhan bisnisnya, merekalah yang mampu tetap survive di era digital.
Namun, kebanyakan pelaku bisnis skala ‘wong cilik’ atau usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan ultra mikro (UMi) belumlah melek digital. Sehingga, pemanfaatan platform niaga online menjadi kurang maksimal.
Kondisi itu disadari Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate. Oleh karena itu, dia meminta provider platform niaga online (e-commerce) di tanah air agar memberikan lebih banyak ruang bagi produk buatan dalam negeri/lokal. “Saya meminta lebih banyak ruang bagi produk dari UMKM serta ultra mikro,” ujarnya, usai pertemuan Forum Ekonomi Digital Kominfo IV di Jakarta, Senin (4/4/2022).
Pertemuan Forum Ekonomi Digital Kominfo IV merupakan pertemuan untuk membahas peran e-commerce dalam mengawal kebijakan belanja pemerintah untuk produk-produk buatan lokal. Oleh karena itu, Johnny pun meminta kepada Asosiasi E-commerce Indonesia (Indonesian E-Commerce Association/idEA) untuk memberikan dorongan kepada e-commerce supaya mengambil langkah internal. Sehingga, kebijakan yang diambil betul-betul berpihak dan mengambil langkah yang afirmatif untuk membelanjakan produk dalam negeri.
Menurut Menkominfo, produk dalam negeri saat ini tidak kalah kualitasnya dibandingkan buatan asing. Meski begitu, produk buatan UMKM masih perlu didorong agar kualitasnya semakin baik dan lebih diberikan ruang untuk berjualan.
“Tidak perlu menunggu sampai barangnya bagus, saat ini, kita harus mengambil langkah, membelanjakannya (anggaran pendapatan dan belanja negara/APBN) untuk produk dalam negeri. Dan pada saat yang bersamaan, kita tingkatkan kualitas produk kita,” tegasnya.
Bentuk kepedulian itu juga telah dilakukan Kementerian BUMN. Kementerian itu memiliki aplikasi yang bernama Pasar Digital UMKM atau disebut PaDi UMKM. PaDi UMKM merupakan sebuah platform digital yang mempertemukan UMKM dengan BUMN guna mengoptimalkan, mempercepat, dan mendorong efisiensi transaksi belanja BUMN pada UMKM, serta memperluas dan mempermudah UMKM mendapatkan akses pembiayaan.
Inisiatif Kementerian BUMN tentu patut diapresiasi. Bahkan, bagi Kementerian BUMN, keberadaan platform tersebut sangat membantu monitoring belanja BUMN pada UMKM. Langkah Kementerian BUMN memang sudah sangat tepat. Bayangkan UMKM merupakan sektor yang cukup memegang peranan penting bagi perekonomian Indonesia.
Dari 64,2 juta UMKM yang ada, tercatat kontribusi terhadap PDB Indonesia > 60 persen. Namun menurut Kementerian Koperasi dan UKM, baru sekitar 8 juta UMKM yang sudah go online meskipun memang sudah terdapat peningkatan cukup signifikan dibanding tahun sebelumnya.
BUMN yang memiliki peran sebagai agent of development, terus berupaya mendukung pengembangan UMKM melalui berbagai inisiatif maupun sinergi dengan instansi atau lembaga lainnya. Berdasar hasil inventarisir belanja BUMN, baik belanja modal maupun operasional (capex dan opex), tahun 2019 tercatat Rp32,5 triliun belanja pada sektor UMKM yang dilakukan Top 30 BUMN berdasar total aset. Artinya, melalui aplikasi PaDi UMKM, belanja BUMN melalui platform PaDi UMKM, dapat lebih meningkat lagi.
Menurut Johnny, kebijakan untuk membelanjakan APBN untuk membeli produk lokal diharapkan menjadi arus utama dan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, tapi juga dilakukan oleh sektor swasta. “E-Commerce kita berkomitmen, menyampaikan dukungan agar produk dalam negeri bisa diserap dengan baik melalui platform digital kita,” tutur Johnny.
Selain meminta dukungan penuh dari platform e-commerce soal produk lokal, Menkominfo juga mengingatkan bahwa Indonesia memiliki regulasi untuk platform digital, termasuk e-commerce. Jika platform tidak mengikuti aturan yang berlaku, menurut Menkominfo, akan ada sanksi yang diberikan, termasuk pemutusan akses alias blokir. Jika hal tersebut sampai terjadi, aplikasi tidak bisa digunakan di Indonesia.
Sederet Target
Sebelumnya, pemerintah pusat, melalui Presiden Joko Widodo telah menargetkan untuk belanja dari APBN sebesar Rp400 triliun benar-benar dialokasikan untuk produk dalam negeri dalam satu tahun. Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum idEA Bima Laga menyampaikan, saat ini, ada sekitar 19 juta pelaku UMKM yang sudah berjualan di platform digital yang berada di bawah naungannya.
“Secara total, sekarang sekitar 19 juta UMKM. Kita masih ada 11 juta (yang belum bergabung ke platform digital) dan kita optimistis dengan peningkatan, penguatan produk dalam negeri, target itu bisa dicapai,” tutur Bima.
Pemerintah menargetkan, 30 juta UMKM onboard digital, atau masuk ke platform digital pada 2024. Dari jumlah tersebut, menurut data idEA, terdapat 9,9 juta UMKM yang bergabung ke platform digital sejak Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia, yaitu dalam kurun waktu Mei 2020 hingga Februari 2022.
Namun, usaha digitalisasi UMKM tidak berhenti hanya dengan mengajaknya masuk platform digital. Setelah UMKM berjualan secara dalam jaringan, perlu ada upaya meningkatkan transaksinya.
idEA pun melihat bahwa program stimulus seperti yang dijalankan pemerintah melalui Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia tahun lalu adalah hal yang jitu. Tidak itu saja, asosiasi itu juga membantu masalah permodalan yang biasanya dihadapi kalangan pelaku kelas wong cilik itu.
Menggandeng Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), diadakanlah program Digiku. Tujuannya, agar pelaku UMKM bisa mendapatkan modal untuk mendukung pengembangan usahanya.
Harapannya, dengan semakin banyak pelaku UMKM yang go digital tentu akan mendongkrak transaksinya. Bila transaksinya semakin banyak, kreasi produk semakin baik dan berdaya saing sehingga UMKM naik kelas bukan hanya sebuah jargon kosong semata.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari