Indonesia.go.id - PMI Manufaktur Indonesia Tetap Melaju di Tengah Tekanan Global

PMI Manufaktur Indonesia Tetap Melaju di Tengah Tekanan Global

  • Administrator
  • Sabtu, 9 April 2022 | 06:17 WIB
MANUFAKTUR
  Pekerja memantau proses produksi tisu ldi PT The Univenus Cikupa, Tangerang, Banten. Terjadinya perbaikan kondisi bisnis di seluruh sektor manufaktur di Indonesia selama tujuh bulan berturut-turut membuat industri manufaktur dalam negeri dalam kondisi amat baik. ANTARA FOTO/ Sigid Kurniawan
Kinerja PMI Manufaktur Indonesia pada bulan ketiga dinilai cukup baik karena terjadi perbaikan kondisi bisnis di seluruh sektor manufaktur selama tujuh bulan berturut-turut.

Di tengah masih memanasnya konflik Ukraina vs Rusia, inflasi Amerika Serikat yang semakin memanas terhadap The Fed, dan harga komoditas yang menjulang, masih ada kabar baik dari laporan IHS Markit yang terbaru.

Dari laporan lembaga yang berkedudukan di London itu, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia mengalami perbaikan tipis menjadi 51,3 pada Maret 2022 dibandingkan posisi Februari di level 51,2.

Menurut data IHS Markit yang kini berada di bawah S&P Global, PMI Manufaktur Indonesia di level itu pada periode Maret tergambarkan dari sisi produksi dan pesanan baru yang terus naik pada bulan lalu. HIS Markit tak memungkiri meski tetap ekpansif, tingkat pertumbuhannya melambat di tengah dampak gangguan terkait pandemi yang masih ada.

Demikian pula dengan permintaan asing yang melambat di tengah laporan hambatan pengiriman. Masih menurut IHS Markit, tingkat ketenagakerjaan naik untuk mendukung kenaikan persyaratan produksi.

Meski hanya marginal, tingkat lapangan kerja meningkat tajam dalam kurun waktu hampir tiga tahun. "Meski kenaikan output dan pesanan baru melambat menghadapi dampak Covid-19 yang masih ada, kepercayaan bisnis meningkat tajam di antara perusahaan manufaktur di tengah gelombang virus terkini yang mereda. Sangat penting untuk mengamati apakah sentimen positif berarti pertumbuhan produksi yang lebih baik pada bulan-bulan mendatang," kata Jingyi Pan, Economics Associate Director IHS Markit, Jumat (1/4/2022).

Seiring dengan langkanya peti kemas untuk kepentingan logistik yang mempengaruhi waktu pengiriman dari pemasok menjadi lebih panjang. Ekses berikutnya, masih menurut IHS Markit, PMI Manufaktur Indonesia periode Maret mencatat tekanan harga semakin intensif di seluruh sektor manufaktur Indonesia. Namun, secara keseluruhan, kepercayaan diri bisnis pelaku usaha membaik di tengah harapan kuat akan pemulihan pascapandemi.

Kenaikan berkelanjutan pada aktivitas produksi mengerek pembelian, yang menyebabkan meningkatnya pada stok pada Maret. Kepemilikan barang jadi juga bertumbuh, karena output naik melebihi tingkat ekspansi yang terjadi pada pesanan baru. Di sisi lain, penumpukan pekerjaan turun pada Maret. Responden survei mengaitkan penurunan ini dengan kenaikan lambat pada pesanan baru.

Tekanan baru pada rantai pasokan dilaporkan pada Maret, dengan kinerja pemasok memburuk setelah membaik selama dua bulan. Bukti anekdotal menunjukkan bahwa penundaan pengiriman dan kekurangan bahan baku menyebabkan perpanjangan waktu pemenuhan pesanan pada Maret.

"Akan tetapi perusahaan melaporkan bahwa rantai pasokan dan tekanan harga memburuk, yang merupakan topik umum untuk sektor manufaktur pada Maret, karena gangguan rantai pasokan global dan dampak perang Ukraina. Tekanan rantai pasokan berkepanjangan dapat menghambat pemulihan sektor dari gelombang Covid-19 terkini," sebut laporan IHS Markit.

 

Ekonomi Terus Membaik

Lembaga itu juga menjelaskan, perusahaan secara umum berharap penuh bahwa bisnis baru akan terus berekspansi sejalan dengan kondisi ekonomi membaik.

"Berita baiknya adalah kondisi ketenagakerjaan membaik pada Maret, karena perusahaan tetap percaya diri dalam memperbesar kapasitas tenaga kerja mereka untuk menampung persyaratan produksi berkelanjutan dan yang akan datang. GDP Indonesia diharapkan akan mencapai 4,9 persen pada 2022 mengingat dampak terkini dari perang Ukraina-Rusia terhadap harga," ujar Pan.

Mengomentari laporan IHS Markit, Kementerian Perindustrian melalui juru bicaranya Febri Hendri Antoni Arif mengemukakan, Indonesia patut bersyukur sektor industri masih di jalur ekspansi. Seperti disampaikan IHS Markit, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia mengalami perbaikan tipis menjadi 51,3 pada Maret 2022 dibandingkan posisi Februari 51,2. Artinya, bila peringkat PMI di atas 50 menandakan bahwa sektor industri dalam fase ekspansi.

Menurut Febri, mengutip catatan S&P Global, kenaikan PMI Manufaktur Indonesia pada bulan ketiga karena adanya produksi dan pesanan baru yang semakin meningkat. Selain itu, terjadi perbaikan kondisi bisnis di seluruh sektor manufaktur di Indonesia selama tujuh bulan berturut-turut.

Menurut catatan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), PMI Manufaktur Indonesia pada Maret ternyata pencapaiannya mampu melampaui cacatan PMI Manufaktur Korea Selatan (51,2), Malaysia (49,6), Tiongkok (48,1), Rusia (44,1), serta di atas rata-rata ASEAN (50,8).

“Kami terus menjaga dan memacu agar sektor industri dapat berproduksi dengan baik dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, terutama pada bulan Ramadan dan Idulfitri yang permintaannya akan meningkat,” ujar Febri, Jumat (1/4/2022).

Dia menambahkan Kemenperin proaktif untuk memastikan pasokan dan distribusi terhadap produk industri berjalan baik sehingga sampai ke pasaran atau konsumen. “Pemerintah telah melaksanakan kebijakan strategis untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan produk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,” tuturnya.

Febri menambahkan, pemerintah terus mengakselerasi kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Hal ini sejalan dengan visi Presidensi G20 “Recover Together, Recover Stronger”, salah satunya diharapkan dapat terwujud melalui sektor industri, bersama dengan sektor perdagangan dan investasi.

“Kementerian Perindustrian mengambil peran aktif dengan mengusulkan pembahasan mengenai sektor industri secara khusus dalam Trade, Investment, and Industry Working Group (TIIWG) yang pertemuan pertamanya telah usai diselenggarakan di Solo, 29-31 Maret yang lalu,” jelasnya.

Pertemuan TIIWG merupakan babak baru dalam kolaborasi antarnegara anggota G20. Ini juga merupakan langkah besar menuju pemulihan dan pertumbuhan ekonomi bersama pascapelambatan setelah di dera pandemi Covid-19.

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari