Indonesia.go.id - Harga Pangan Tetap Aman di Awal Ramadan

Harga Pangan Tetap Aman di Awal Ramadan

  • Administrator
  • Rabu, 13 April 2022 | 08:00 WIB
PANGAN
  Petugas melayani pembeli di Gerai Transmart Lebak Bulus, Jakarta, Kamis (31/3/2022). Pemerintah memastikan bahwa ketersediaan sembilan bahan pokok (sembako) aman menjelang bulan Ramadan hingga Idulfitri 2022 . ANTARA FOTO/ Reno Esnir
Harga bahan pangan relatif stabil di tengah Ramadan. Minyak goreng anteng pada level harga keekonomiannya. Subsidi dan bansos pun digulirkan. Ada risiko pemulihan ekonomi melambat.

Bawang merah, bawang putih, cabai rawit, dan gula pasir, harganya naik tipis-tipis. Beras, telur, dan daging ayam stabil. Yang terpantau naik harganya ialah minyak goreng kemasan bermerk dan cabai keriting, pun  naiknya di bawah satu persen. Daging sapi  dan minyak goreng justru melandai.

Begitu hasil sekilas tentang pantauan harga-harga di pasar tradisional oleh Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), lembaga yang bernaung di bawah BI, antara 1–8 April 2022.

Setiap hari, petugas dari PIHPS melakukan pemantauan harga-harga sembako di 82 kota di segenap penjuru tanah air. Pantauannya tak hanya di pasar tradisional, melainkan menjangkau pula ke pasar modern dan pedagang besar. Secara keseluruhan, tak ada lonjakan harga di tangan pelaku bisnis bahan pangan itu.

Beberapa catatan menarik terlihat dari harga minyak goreng curah. Per 1 April 2022, harga di level produsen ialah Rp15.900, kemudian turun menjadi Rp14.400 di 8 April 2022, dan dijual eceran di pasar tradisional seharga Rp19.950. Pada kurun yang sama, harga produsen untuk minyak goreng kemasan premium turun dari Rp19.700 ke Rp19.300 dan dijual dengan harga Rp25.450 per liter.

Untuk beras kualitas bawah per 8 April 2022, harga produsennya ialah Rp8.700, dan dijual eceran di pasar tradisional seharga Rp10,700 per kg. Untuk beras berkualitas medium harga di produsen Rp9.600 dan dijual di pasar tradisional rata-rata dengan harga Rp11.800. Yang marginnya cukup lebar tentu daging sapi. Di tangan produsen Rp113.300 per kg dan menjadi Rp130.450 per kg di pasar tradisional.

Perkembangan harga bahan pangan 1--8 April, yang  sekaligus menjadi awal Ramadan 1443 H itu, menunjukkan bahwa situasi pasar cukup terkendali. Pasokan dan permintaan masih seimbang dan pasar tidak mengalami lonjakan yang mengkhawatirkan. Tren target inflasi year on year (yoy) di bawah 3 persen yang terjadi selama ini kemungkinan bisa bertahan.

Pada Maret 2022, menurut BPS, Indonesia mencatat inflasi 2,64 persen (yoy). Artinya, ada kenaikan harga 2,64 persen pada Maret 2022 dibandingkan Maret 2021. Bila dibandingkan Februari 2022, inflasi (month to month) 0,66 persen. Secara kumulatif, bila inflasi Januari hingga Maret (m to m) digabung nilainya 1,2 persen. Masih dalam target pengendalian inflasi 3–4 persen untuk 2022.

Inflasi sebesar 2,64 persen itu ialah hasil rata-rata inflasi dari 11 kelompok barang dan jasa yang dijadikan patokan. Dari 11 klaster itu, kelompok makanan, minuman, dan tembakau menorehkan angka inflasi 3,59 persen, tertinggi ketiga setelah klaster perawatan pribadi dan jasa lainnya (4,43 persen); serta perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga (3,81 persen).

Dari inflasi 3,59 persen di klaster makanan, minuman dan tembakau itu kenaikan harga rokok disebut-sebut menjadi variabel penting di samping kenaikan harga gula pasir, daging, kedelai, dan minyak goreng. Inflasi memang sedang menjadi momok di mana-mana dan bergerak naik sejak tahun lalu akibat pandemi Covid-19.

Pada tahun 2021 lalu, inflasi rata-rata di 35 negara maju sudah melampaui 5 persen. Situasi ini memburuk akibat invasi militer Rusia ke Ukraina. Lantas, muncul ketegangan politik antara Rusia dan negara-negara Barat termasuk Amerika Serikat (AS), yang diikuti dengan perang dagang. Pasokan minyak, gas, dan bahan pangan ke pasar dunia, yang  berasal dari Rusia dan Ukraina, terhambat.

Tak ayal, inflasi pun menguat. Pada Maret 2022, Amerika Serikat mencatatkan inflasi setinggi 7,9 persen (yoy), negara Uni Eropa 7,5 persen, Turki 61,1 persen, Brazil 11,30 persen, Argentina 52,3 persen, dan India 6 persen. Secara umum faktor pendorong inflasi di negara-negara tersebut ialah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), yang berlanjut ke kenaikan biaya transportasi, serta harga bahan-bahan pangan.

Namun, dampaknya di negara-negara Pasifik Barat sementara ini jauh lebih ringan. Tiongkok dan Jepang masing-masing mencatatkan inflasi 0,9 persen pada Maret 2022. Korea Selatan 4,1 persen, Singapura 4,3 persen, Australia 3,5 persen, dan Indonesia 2,64 persen. Inflasi di negara Asean yang lain bervariasi lebar seperti di Vietnam 2,4 persen dan Thailand 5,2 persen yoy.

Presiden Joko Widodo terus mewanti-wanti akan ancaman inflasi global ini. Ada kombinasi faktor pandemi, kenaikan harga minyak dan gas, kelangkaan peti kemas, yang kini ditambah pula dengan dampak perang di Ukraina. Dampak kenaikan harga jelas sudah dirasakan oleh Indonesia. Dengan harga minyak bumi di atas USD115 per barel saat ini, harga BBM seperti Pertalite, Pertamax, dan solar, yang menyerap sekitar  95 persen konsumsi nasional dijual di bawah harga keekonomiannya, alias disubsidi. Begitu halnya dengan gas LPG.

Merespons situasi global ini, pemerintah tampaknya mewaspadai betul harga pangan dan energi, terutama BBM. Pada Januari--Februari 2022, sekitar Rp49 triliun digunakan untuk bantalan sosial, dalam bentuk bansos dan subsidi energi. Pada kurun dua bulan itu, subsidi energi mencapai Rp21 triliun. Pos bantalan sosial ini mau tak mau akan mengurangi kapasitas fiskal pemerintah dalam melakukan pemulihan ekonomi pascapandemi.

Subsidi

Saat berbicara pada ASEAN Finance Minister and Central Bank Governor Meeting (AFMGM) Session with International Financial Institutions secara daring, pada Jumat (8/4/2022), Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengingatkan bahwa risiko penurunan pemulihan ekonomi dapat terjadi di masing-masing negara, kawasan, maupun global. Selain itu, karena proses pemulihan sendiri masih sangat dini, ditambah lagi adanya peningkatan tensi geopolitik perang yang berimbas pada kenaikan harga komoditas dan inflasi.

Sri Mulyani menyatakan, efek kenaikan harga komoditas dan inflasi telah menciptakan tantangan pada pilihan kebijakan yang kompleks di setiap negara, baik melalui pengetatan kebijakan fiskal-moneter untuk menstabilkan inflasi, atau terus mendukung pemulihan ekonomi dan memberikan perlindungan kepada masyarakat yang selama dua tahun ini menderita akibat pandemi.

"Ini benar-benar suatu tantangan yang sangat serius bagi semua pembuat kebijakan termasuk di ASEAN,” kata Sri Mulyani.

Bagi Indonesia, yang merupakan negara penghasil komoditas, dia mengatakan bahwa peningkatan harga komoditas ini di satu sisi akan mendorong peningkatan pendapatan negara, sehingga dapat lebih mudah untuk secara gradual menurunkan defisitnya dari tahun ke tahun. Namun di sisi lain, juga menciptakan pilihan kebijakan untuk memberikan tambahan subsidi pada masyarakat untuk melindungi mereka dari dampak inflasi.

‘’Pilihan kebijakan bagi kita (Indonesia), yang pasti, pertama ialah harus melindungi masyarakat dari goncangan lain di pascapandemi. Yang kedua terus mendukung pemulihan ekonomi, terutama dari sisi bisnis dan produksi. Yang ketiga, kita harus terus menjaga kesehatan fiscal tools kita agar berkelanjutan dan terus menciptakan stabilitas,” Menkeu Sri Mulyani menambahkan.

Maka, Sri Mulyani pun menekankan pentingnya memperkuat kerja sama regional terlebih lagi dalam situasi global yang menantang seperti saat ini. Menurutnya, ASEAN harus menunjukkan sebagai role model kerja sama kawasan yang dapat terus dilanjutkan untuk melindungi kinerja ekonomi regional yang relatif baik saat ini. ‘’Untuk melindungi masyarakat dan dunia usaha dari goncangan pandemi dan kenaikan harga komoditas,’’ katanya.

Kebijakan subsidi energi telah dijalankan di Indonesia. Dari seluruh BBM yang dijual pemerintah ke masyarakat, hanya Pertamax yang dinaikkan harganya dari Rp9.000–Rp9.400 ke Rp12.500–Rp13.000 per liter. Pun harga Rp12.500 per liter itu ada subsidi Rp3.500 di dalamnya.

Untuk harga bahan pangan, sementara ini belum banyak disubsidi. Harga minyak goreng yang semula disubsidi, kini dibiarkan bergerak mengikuti harga pasar. Harga minyak goreng curah yang sebelumnya akan dibatasi Rp14.000 per liter, dibiarkan stabil di angka Rp19.950 per liter di pasar-pasar tradisional.

Subsidi minyak goreng diberikan dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT) bagi 20,6 juta keluarga penerima manfaat dan 2,5 juta pelaku usaha warung makanan dan gorengan. Untuk tiga bulan, yakni April--Juni, masing-masing akan mendapat BLT Rp100 ribu per bulan dan akan diserahkan sekaligus di bulan Ramadan ini. Anggaran seluruhnya Rp7,9 triliun. Bantuan sosial lainnya jalan terus seperti Kartu Pintar, Kartu PKH, Kartu Sembako, bahkan akan ditambah dengan bantuan upah bagi pekerja yang gajinya di bawah Rp3 juta per bulan.

Untuk sementara, seperti terlihat dari pantauan PIHPS, harga bahan pangan pada umumnya masih stabil. Tapi, tak  tertutup kemungkinan bahwa harga sejumlah barang pangan akan naik mengikuti inflasi global. Indonesia adalah pengimpor gandum (11 juta ton), gula pasir (3,5--4 juta ton), kedelai (2,5 juta ton), bawang putih (500 ribu ton), dan sejumlah bahan lain seperti susu dan daging.

Untuk beras dan jagung dari tahun ke tahun produksinya terus meningkat, seiring bertambahnya sumber air irigasi dan membaiknya ketersediaan pupuk serta benih. Secara nasional, harga beras dan jagung cukup stabil dalam beberapa tahun terakhir.

 

Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari