Pemerintah mendorong pemda menggandeng BUMN dan swasta terus membangun infrastruktur melalui skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Pada 2021 realisasinya mencapai lebih dari Rp302 triliun.
Tidak sama persis, tapi dialek Melayu Palembang itu masih hidup sebagian daerah Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung, di samping Sumatra Selatan (Sumsel) sendiri. Semuanya terikat ke dalam satuan subkultur “Dulur Kito” Sumbagsel (Sumatra bagian selatan). Untuk menjaga subkultur yang khas ini, sebagian masyarakat berhimpun dalam ikatan budaya Sumbagsel. Salah satunya adalah masyarakat profesional (Maspro) Sumbagsel.
Di pertengahan Ramadan ini, Maspro Sumbagsel menggelar seminar dengan tema “Meneguhkan Komitmen Dulur Kito dalam Mengakselerasi Konektivitas Darat-Laut antar-5 Provinsi se-Sumbagsel untuk Nusantara-Indonesia.’’ Fokusnya adalah pendanaan kreatif (creative funding) melalui kerja sama dengan BUMN dan swasta.
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi, yang kelahiran Palembang 65 tahun lalu itu, pun didapuk menjadi pembicara kunci, pada seminar yang dihelat secara virtual Sabtu pada (16/4/2022) Itu. Di depan masyarakat profesional Dulur Kito itu, Menhub Budi Karya langsung membuka kartu bahwa pemerintah pusat mendorong inisiatif pemerintah daerah menggandeng swasta untuk membangun wilayahnya sengan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).
Kewenangan pemerintah daerah (pemda), baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk mengatur anggarannya secara mandiri, yang memungkinkan untuk bekerja sama dengan swasta atau BUMN untuk investasi pada infrastruktur yang produktif.
Jaminan hukumnya sudah lama ada, baik itu Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pembangunan sarana transportasi yang kini sedang dilakukan melalui skema pendanaan kreatif di Sumbagsel di antaranya Pelabuhan Tanjung Carat di Sumsel, Pelabuhan Panjang di Lampung, dan Pelabuhan Ujung Jabung di Jambi. Semuanya dilakukan dengan skema KPBU dengan koordinasi bersama Menteri BUMN Erick Tohir dan Menkeu Sri Mulyani.
‘’Saya dan Pak Erick (Menteri BUMN) kompak, untuk membangunnya, tidak pakai APBN. Begitupun dengan Bu Menkeu, bahwa kita menggalakkan swasta untuk aktif membangun infrastruktur yang potensial ini. Kalau ada swasta yang sudah masuk, baru saya sampaikan pada Menteri PUPR untuk membangun akses jalannya,” ujar Menhub Budi Karya, seraya mengajak Maspro ikut menangkap peluang tersebut.
Forum Maspro itu juga menyoroti, Provinsi Bengkulu yang lokasinya paling jauh dari pusat ekonomi nasional maupun kawasan. Pembangunan jalan tol Bengkulu–Palembang sudah dimulai, dan kelak akan terkoneksi dengan tol Trans-Sumatera. Namun, kata Menhub, jalur kereta api Bengkulu-Jambi akan terlalu mahal. Tol laut lebih memungkinkan.
Jembatan Bangka-Sumsel melintasi Selat Bangka, menurut Budi Karya, juga masih jauh keekonomiannya. Membangun Pelabuhan Mesuji, Lampung bagian utara, untuk menambah koneksivitas ke Bangka, dan mengoperasikan kapal Ro-Ro, oleh Budi Karya disebut lebih realistis. Namun, yang diharapkan oleh Menhub ialah adanya transportasi yang saling terintegrasi dan dapat menumbuhkan titik-titik ekonomi baru di kawasan aglomerasi Sumbagsel.
Berbicara di depan seminar online yang dihadiri oleh anggota Maspro dan kelima gubernur seluruh Sumbagsel, Menteri BUMN Erick Thohir, yang berdarah Lampung itu mengingatkan pentingnya roadmap bersama pembangunan ekonomi Sumbagsel sampai 2045. Indonesia, menurut Eirick, akan menjadi kekuatan ekonomi terbesar kelima di dunia pada 2045.
Kontribusi yang disumbangkan Sumbagsel, kata Erick, antara lain, pembangunan industri hilir bagi produk-produk sumber daya alam, serta food estate untuk menambah ketahanan pangan nasional. Selain hilirisasi produk-produk perkebunan, Menteri BUMN ini menyebut adanya potensi industri pengolahan hasil tambang. Bangka dan Belitung, menurutnya, menyimpan cadangan timah terbesar di dunia.
‘’Hilirisasi timah di Bangka perlu terus dilakukan,’’ kata Erick. Ia juga mengingatkan bahwa hilirisasi produk pertambangan di Indonesia masih rendah. Baru 50 persen produk tambang yang bisa diolah di dalam negeri. Selebihnya dijual sebagai bahan mentah. ‘’Di negara-negara tetangga sudah tinggal 22 persen. Kita perlu kejar,’’ katanya.
Investasi melalui proyek KPBU sudah lama dilakukan. Di sepanjang 2021, dalam catatan Bappenas, realisasinya mencapai Rp302,18 triliun, pada tahap yang berbeda-beda, yakni ada yang tahap operasi, konstruksi, financial close, atau yang baru tanda tangan kontrak.
Untuk yang masuk tahap operasi nilai, investasinya mencapai Rp89,61 triliun. Rinciannya dari sektor kominfo (telekomunikasi dan informatika) ada tiga proyek, sektor jasa tujuh proyek, dan sektor air minum tiga proyek. Yang masuk tahap konstruksi investasinya Rp138,20 triliun, dengan rincian sektor telekomunikasi dan informatika satu proyek, sektor jalan (enam proyek), sektor air minum (dua proyek), sektor transportasi satu proyek, ketenagalistrikan satu proyek, dan pengolahan sampah satu proyek.
Adapun tahapan KPBU yang masuk tahap financial close dengan nilai investasi Rp28,31 triliun yang mencakup empat proyek di sektor jalan. Yang masuk tahap tanda tangan kontrak nilai investasinya Rp46,06 triliun, mencakup dua proyek di sektor jalan, dua proyek sektor air minum, dan empat proyek sektor transportasi.
Untuk 2022, pemerintah telah menargetkan dari 12 proyek yang akan berproses konstruksi, tujuh di antaranya bisa dikerjasamakan melalui skema KPBU dengan nilai investasi Rp95,3 triliun. Proyek KPBU itu di antaranya adalah sistem penyediaan air minum (SPAM) Jatiluhur, Pelabuhan Anggrek di Gorontalo, serta pengembangan Pelabuhan Patimban di Subang serta Bandara Hang Nadim Batam.
Sebagian KPBU itu dilakukan oleh pemerintah daerah. SPAM Jatiluhur yang kelak akan memasok air bersih 4.750 liter/detik adalah kerja sama BUMN, swasta, dan Pemprov DKI Jakarta.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari