Indonesia.go.id - Menuju Swasembada Gula 2024

Menuju Swasembada Gula 2024

  • Administrator
  • Jumat, 24 Juni 2022 | 21:58 WIB
PANGAN
  Ilustrasi. Pemerintah menetapkan swasembada gula pada 2024 untuk memenuhi kebutuhan rakyat. INFOPUBLIK/Urip Supriyadi/ MC Pemalang
Pemerintah menyiapkan dua strategi untuk merealisasikan target swasembada gula kristal putih pada 2024.

Gula merupakan bahan pangan yang krusial dalam sistem rantai produksi pangan. Dalam konteks ekonomi nasional, gula merupakan salah satu komoditas bahan pangan pokok strategis karena penting untuk memenuhi kebutuhan dan kalori bagi masyarakat Indonesia maupun industri makanan dan minuman.

Oleh karena itulah, pemerintah kemudian menetapkan sebuah target. Yakni, swasembada gula pada 2024. Tentu penetapan target waktu itu tidaklah asal-asalan. Penetapan target harus realistis dengan menggunakan parameter yang jelas, seperti mulai membaiknya kinerja lahan tebu, bertambahnya luas lahan tebu, serta meningkatnya produksi gula kristal putih.

Dalam konteks ini, pemerintah pun telah memproyeksikan swasembada gula kristal putih bisa tercapai pada 2024. Ada sejumlah strategi yang telah disiapkan, termasuk meningkatkan luas area tanam.

Seperti disampaikan Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementerian Pertanian (Kementan) Ardi Praptomo, pemerintah menyiapkan dua strategi untuk merealisasikan target swasembada gula kristal putih. “Upayanya melalui upaya ekstensifikasi dan intensifikasi,” ujarnya, saat Musyawarah Nasional (Munas) I Gabungan Produsen Gula Indonesia (Gapgindo), Kamis (9/6/2022).

Dia menjelaskan, pada strategi ekstensifikasi diperlukan perluasan lahan tebu seluas 75.000 hektare. Selain itu, batas minimum produktivitas lahan adalah 85 ton per hektare dengan rendemen 8 persen--8,5 persen.

Data Kementan menunjukkan, terjadi peningkatan area seluas 36.000 hektare selama periode 2019--2021 dari 411.000 hektare menjadi 447.000 hektare. Kementan juga mencatat adanya penambahan luas lahan tebu sebanyak 5.000 hektare pada periode 2021 sampai dengan tahun berjalan 2022.

Bagaimana dengan produksi gula di Indonesia? Data Kementan juga menyebutkan, pada 2021 produksi gula kristal putih untuk kebutuhan rumah tangga mencapai 2,35 juta ton, meningkat tipis dibandingkan tahun sebelumnya. Artinya, dalam kurun tiga tahun terakhir, kinerja lahan tebu maupun pabrikan gula di Indonesia terus membaik.

“Pada 2020, produksi gula untuk jenis yang sama hanya mencapai 2,13 juta ton,” katanya.

Pada tahun ini, pemerintah menargetkan produksi gula tanah air bisa mencapai 2,5 juta ton yang diharapkan bisa terealisasi dengan adanya penambahan luas lahan. Meskipun, produksi gula kristal putih di Indonesia masih defisit dari total kebutuhan, kebutuhan gula konsumsi di Indonesia mencapai 3,2 juta ton, sehingga asumsi peningkatan produksi itu bakal mencatatkan defisit sebesar 850.000 ton.

Oleh karena itu, pemerintah melakukan intensifikasi melalui identifikasi lahan baru potensial di sejumlah lokasi yang diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan produksi gula konsumsi. Tidak itu saja, selain terus menggenjot perluasan lahan, pemerintah pun mendorong swasta untuk melakukan investasi di pabrik baru.

Kini tercatat, sebanyak lima pabrik gula baru yang beroperasi sejak 2--3 tahun terakhir, bergabung membentuk Gabungan Produsen Gula Indonesia (Gapgindo). Kelima pabrik gula baru tersebut, antara lain, PT Rejoso Manis Indo di Kabupaten Blitar, PT Kebun Tebu Mas di Lamongan, Jawa Timur. Selain itu juga ada PT Pratama Nusantara Sakti di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan.

Tak hanya itu, ada juga PT Muria Sumba Manis yang berlokasi di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, dan PT Prima Alam Gemilang yang berada di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Total investasi pada lima pabrik gula tersebut mencapai Rp20 triliun.

Pabrik tersebut rata-rata memiliki kapasitas giling tebu terpasang antara 8.000 ton per hari hingga 12.000 ton per hari selama lima bulan musim panen atau musim tebang tebu setiap tahunnya. Koordinator Gapgindo Syukur Iwantoro mengatakan, kelima pabrik gula tersebut diperkirakan beroperasi maksimal sesuai dengan kapasitas giling terpasang pada 2024.

“Dengan tingkat rendemen antara 8 persen hingga 9 persen, kelima pabrik gula bisa memberikan kontribusi produksi gula kristal putih sekitar 600.000 ton atau 20 persen dari produksi gula nasional,” ujarnya, Kamis (9/6/2022).

Sebaliknya, dengan asumsi tingkat rendemen yang lebih rendah, di kisaran 7 persen hingga 8,5 persen pada musim giling tahun ini, maka kelima pabrik tersebut masih mampu bisa memproduksi gula sebanyak 400.000 ton. Artinya, pelbagai upaya yang dilakukan itu sudah berjalan di jalurnya.

Strategi besar dalam pencapaian swasembada gula, selain terus melakukan perluasan lahan tebu, harus pula melakukan revitalisasi pabrik gula. Pasalnya, menurut data Ditjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, jumlah pabrik di Indonesia ada 62 pabrik. Dengan 43 pabrik gula BUMN dan 19 PG swasta.

Dengan itu, kapasitas terpasang nasional mencapai 316.950 TCD (ton cane day). Itu bisa dikatakan, masih belum memadai untuk memenuhi kebutuhan nasional. Keberadaan pabrik gula masih terus dibutuhkan.

Namun, strategi berupa pengaturan produksi juga bisa dilakukan untuk menyiasati belum maksimalnya keberadaan jumlah pabrik. Kalangan pabrikan bisa melakukan pengaturan produksi bagi industri yang memproduksi gula kristal rafinasi (GKR) untuk industri mamin dan untuk mendorong peningkatan produksi gula kristal putih untuk konsumsi.

Dengan strategi pengaturan itu, pabrikan fokus untuk berproduksi sesuai dengan bidang usahanya masing-masing. Pabrik gula rafinasi untuk memenuhi GKR industri mamin dan pabrik gula basis tebu untuk memenuhi gula kristal putih untuk konsumsi dalam rangka swasembada gula,

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari

Berita Populer