Peningkatan investasi di sektor industri selalu memberikan multiplier effect yang luas bagi perekonomian nasional.
Industri pengolahan kini semakin menggeliat dan memberi harapan Indonesia bakal mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik dan internasional. Iklim industri yang kian kondusif tecermin dari realisasi penanaman modal sektor industri manufaktur yang mencapai Rp230,8 triliun atau memberikan kontribusi sebesar 39,5 persen dari total nilai investasi yang menembus Rp584,6 triliun selama semester I-2022.
Merespons laporan itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengemukakan kegembiraannya. “Sektor industri manufaktur nilai investasinya naik dari Rp167,1 triliun pada semester I-2021, menjadi Rp230,8 triliun di semester I-2022, atau naik double digit sebesar 38%,” katanya, di Jakarta, Sabtu (23/72022).
Menperin mengingatkan, selama ini peningkatan investasi di sektor industri selalu menciptakan multiplier effect yang luas bagi perekonomian nasional. Tak hanya menambah devisa dan penyerapan tenaga kerja, juga akan memperkuat struktur manufaktur di dalam negeri.
Bahkan, hal itu pun membuat industri di Indonesia bisa lebih berdaya saing hingga ke kancah global. Merujuk data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pada Januari--Juni 2022, penanaman modal dalam negeri (PMDN) sektor industri sebesar Rp65,2 triliun atau berkontribusi 23,8% dari total PMDN yang mencapai Rp274,2 triliun.
Sementara itu, penanaman modal asing (PMA) sektor industri menembus Rp165,6 triliun atau menyumbang paling tinggi sebesar 53,4% dari total PMA yang mencapai Rp310,4 triliun.
“Kini investor lebih banyak mengincar sektor produktif, seperti industri manufaktur, dibanding sektor lainnya. Oleh karena itu, selain mendorong sektor industri padat modal untuk transfer teknologi, kami juga memacu sektor industri padat karya sebagai upaya meningkatkan serapan tenaga kerja di dalam negeri,” ujar Menperin.
Indonesia memang masih menjadi negara tujuan investasi. Besarnya potensi pasar dan kebijakan pemerintah yang senantiasa mendukung kemajuan dunia usaha menjadi alasan. Termasuk juga, akselerasi kebijakan pemulihan ekonomi sebagai akibat dampak pandemi Covid-19.
“Permintaan domestik yang kian membaik, seiring keleluasan mobilitas aktivitas masyarakat dan percepatan pemberian vaksin booster kepada masyarakat dan para pekerja industri, menjadi menarik minat investor berekspansi di tanah air,” imbuhnya.
Capaian PMDN dan PMA
Bila dibedah lebih lanjut, sektor manufaktur yang memberikan sumbangsih paling besar terhadap capaian PMDN adalah industri makanan dengan nilai mencapai Rp24,2 triliun atau naik 8,8 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) sepanjang semester I-2022.
Selanjutnya, untuk capaian PMA, kontribusi paling besar dari sektor manufaktur adalah industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya yang mencapai USD5,7 miliar atau naik 26,3 persen (yoy) serta industri kimia dan farmasi sebesar USD1,8 miliar atau naik 8,1 persen (yoy).
“Secara kumulatif, untuk PMDN dan PMA pada semester I-2022, investasi sektor manufaktur yang paling dominan adalah industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya sebesar Rp87,9 triliun atau naik 15 persen yoy, disusul industri makanan sebesar Rp42 triliun atau naik 7,2 persen yoy,” sebut Agus.
Kebijakan pemerintah yang konsisten menerapkan hilirisasi industri dan menyetop ekspor bahan mentah, dinilai Agus, menjadi potensi peningkatan investasi. Khususnya, di industri peleburan dan pemurnian (smelter).
“Pabrik smelter mulai tumbuh di sejumlah wilayah luar Jawa. Artinya, akan mendorong pemerataan ekonomi atau sejalan dengan pembangunan Indonesia sentris,” ujar Agus.
Seiring itu, diperlukan upaya serius untuk menjadikan Indonesia sebagai negara industri yang ramah lingkungan. Sebab, dunia saat ini cenderung memilih produk-produk dari industri pengguna energi baru terbarukan (EBT).
“Selain upaya peningkatan nilai tambah bahan baku di dalam negeri melalui hilirisasi industri, kami juga berkomitmen mempercepat pengembangan industri hijau dan membangun ekosistem kendaraan listrik. Hal ini sejalan dengan program prioritas pada peta jalan Making Indonesia 4.0, dengan target besarnya masuk top ten negara dengan ekonomi terkuat di dunia pada 2030,” tandasnya.
Efektivitas Industri Penghiliran
Masih terkait industri pengolahan, Kementerian ESDM menegaskan tetap akan mengejar target penambahan tujuh smelter yang dapat beroperasi pada akhir tahun ini. Hal itu dilakukan demi mempercepat upaya penghiliran komoditas mineral dan logam tersebut.
Kendati, belum lama ini ada laporan dari Indonesian Mining Association (IMA) yang menyebutkan adanya pelambatan progres operasional sejumlah pabrik pengolahan dan pemurnian bijih tambang (smelter). Akibat, harga komoditas mineral dan logam yang cenderung melandai di pasar global pada akhir kuartal kedua, tahun ini.
Memang berdasarkan data Kementerian ESDM per Februari 2022, ada kendala pendanaan sejumlah smelter yang masuk dalam proyek strategis nasional (PSN). Di antaranya, smelter nikel yang dikerjakan PT Bintang Smelter Indonesia di Konawe Selatan. Pada waktu itu, tercatat pengerjaan smelter tersebut baru mencapai 27,85 persen.
Berikutnya, tercatat realisasi pengerjaan proyek smelter bauksit oleh PT Dinamika Sejahtera Mandiri di Sanggau yang baru mencapai 45,79 persen. Ada pula kendala yang dialami smelter bauksit di Sanggau yang dikerjakan PT Kalbar Bumi Perkasa dengan pengerjaan sekitar 37,23 persen.
Namun begitu, pemerintah tetap optimistis untuk mencapai target efektivitas operasional 28 smelter di akhir tahun. Apalagi sejumlah pengamat memprediksi bahwa tren pelandaian harga sejumlah komoditas mineral dan logam tidak bakal berlangsung lama, menyusul, peluang pembalikan permintaan pada paruh kedua 2022.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari