Indonesia.go.id - Begini Cara Menghitung PPN 2025

Begini Cara Menghitung PPN 2025

  • Administrator
  • Senin, 27 Januari 2025 | 07:45 WIB
PEREKONOMIAN
  Presiden Prabowo Subianto (kiri) berjabat tangan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) usai menyampaikan keterangan pers terkait kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (31/12/2024). Pemerintah resmi menaikkan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen untuk barang dan jasa mewah yang diberlakukan mulai 1 Januari 2025. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Tarif PPN 12 persen dikenakan terhadap barang yang tergolong mewah, berupa kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

Bertepatan di pengujung tahun 2024, Presiden RI Prabowo Subianto didampingi sejumlah menteri Kabinet Merah Putih antara lain, Menko Perekonomian RI Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati,  Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menggelar rapat kabinet di Gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Selasa 31 Desember 2024.

Pada kesempatan tersebut, Presiden Prabowo Subianto secara resmi mengumumkan pemberlakuan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Kebijakan tersebut merupakan amanah  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dengan tujuan untuk menjaga daya beli masyarakat, menjaga inflasi rendah, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Supaya jelas, kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah, yaitu barang dan jasa tertentu yang selama ini sudah terkena PPN barang mewah, yang dikonsumsi oleh golongan masyakat berada, masyarakat mampu,” tegas Presiden Prabowo Subianto.

Kepala Negara mengakui bahwa saat ini dunia masih dihadapkan dengan tantangan global yang penuh ketidakpastian dan ketegangan yang menekan perekonomian dunia. Meski hal tersebut berimbas langsung kepada harga-harga komoditas dan memengaruhi penerimaan negara, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa pemerintah telah mengelola keuangan negara secara prudence, dengan bijak, dan dengan hati-hati serta mampu mengendalikan defisit tetap berada dalam koridor.

Seturut demikian, pemerintah juga telah menyiapkan 15 paket stimulus ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat dengan nilai mencapai Rp38,6 triliun. Pemberian insentif tersebut menyasar kepada rumah tangga berpenghasilan rendah, masyarakat kelas menengah, dan bagi dunia usaha terutama untuk perlindungan kepada UMKM dan Industri Padat Karya.

Seperti apa kebijakan pelaksanaan pemberlakuan PPN tahun 2025 tersebut? Untuk itu, Menkeu Sri Mulyani telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 yang mengatur perlakuan terkait dengan penerapan Pajak Pertambahan Nilai sekaligus sebagai dasar penerapan PPN 12 persen.

Dalam salinan PMK yang dilansir pada Kamis (02/01/2025) disebutkan bahwa PMK 131 Tahun 2024 adalah PMK tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2025.

Disebutkan dalam Pasal 2(dua) ayat 2 (dua) PMK 131/2024 disebutkan bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan cara mengalikan tarif 12 % (dua belas persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa harga jual atau nilai impor.

Sedangkan pada Pasal 2 (3) disebutkan bahwa Barang Kena Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa harga jual atau nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

 

Cara Menghitung

PMK 131/2024 diterbitkan untuk mewujudkan aspek keadilan dalam penerapan tarif PPN. Keadilan tersebut diwujudkan dalam bentuk penggunaan nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak untuk barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP) tertentu.

Dengan demikian, tarif PPN 12 persen dikenakan terhadap barang yang tergolong mewah, berupa kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

Sementara untuk barang dan jasa di luar kelompok tersebut, PPN yang dikenakan adalah tarif efektif 11 persen, yang diperoleh melalui mekanisme dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain.

Nilai lain yang dimaksud, yaitu 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian. Nilai lain kemudian dikalikan dengan tarif PPN 12 persen.

Sebagai ilustrasi, untuk pembelian barang seharga Rp50 juta, maka nilai lain untuk barang tersebut yaitu (11/12) x Rp50 juta = Rp45,83 juta. Kemudian, tarif PPN 12 persen dikenakan terhadap nilai lain, menjadi 12 persen x Rp45,83 juta = Rp5,5 juta.

Nilai akhir PPN itu sama bila menggunakan tarif 11 persen, di mana 11 persen x Rp50 juta = Rp5,5 juta.

Akan tetapi, beleid itu juga mengatur masa transisi untuk tarif PPN barang mewah. Selama periode 1–31 Januari 2025, pengenaan tarif PPN terhadap barang mewah menggunakan DPP nilai lain. Artinya, selama kurun waktu itu, tarif PPN terhadap barang mewah tetap 11 persen.

Adapun dari perspektif bisnis, menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani, langkah pemerintah ini memberikan kejelasan yang dibutuhkan pelaku usaha untuk merancang strategi mereka di tahun 2025, terutama terkait proyeksi biaya operasional dan daya beli konsumen.

Meskipun demikian, Shinta Kamdani mengingatkan pentingnya pelaksanaan kebijakan ini harus diiringi dengan sosialisasi yang jelas dan terperinci.

Menurutnya, hal ini penting untuk memastikan kebijakan tersebut tidak menimbulkan kebingungan di kalangan pelaku usaha maupun konsumen dengan pelaksana kebijakan di lapangan.

 

Retur PPN

Bagaimana bagi wajib pajak yang telanjur menerapkan PPN 12 persen untuk kategori barang/jasa yang tidak tergolong mewah? Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyatakan dapat mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. "Prinsipnya, kalau ada kelebihan dipungut, mesti dikembalikan," kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dalam Media Briefing di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak, Kamis (02/01/2025).

Meski demikian, lanjut Suryo Utomo, pihaknya masih menyusun skema teknis pengembalian dana tersebut. Bisa dikembalikan langsung ke wajib pajak bersangkutan atau membetulkan faktur pajak yang dilaporkan.

Terkait faktur pajak, Dirjen Pajak menyebut tak semua faktur pajak diterbitkan secara insidentil, tetapi juga bisa secara sistematis. Maka dari itu, DJP masih melihat berbagai kemungkinan teknis untuk pengembalian dana kelebihan pajak PPN 12 persen.

 

Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Taofiq Rauf