Kota Surabaya tampil menjadi pelopor dalam urusan sampah. Tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Benowo, Surabaya Timur, menjadi pionir dalam memanfaatkan sampah kota menjadi energi listrik. Tak serta-merta TPA Benowo akan terbebas dari tumpukan sampah yang menggunung. Namun setidaknya, catu daya listrik sebesar 10 Megawatt (MW) akan segera mengalir dari sana. PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) Benowo itu adalah power plant sampah yang pertama di Indonesia.
TPA Benowo itu berada di Kelurahan Romokalisari, di ujung Barat Laut Surabaya, dekat dari perbatasan Kabupaten Gresik. Luasnya 37 ha. Di sana telah berdiri dua instalasi yang mengkonversi limbah sampah itu menjadi listrik. Kedua power plant itu menerapkan platform teknologi yang berbeda. Yang pertama, memanfaatkan gas metana yang dihasilkan dari fermentasi bahan organik dari sampah tersebut. Power plant kedua membakar material sampah itu dan energi panasnya dikonversi menjadi listrik.
Power plant jenis yang pertama ada dua unit, bahkan sudah beroperasi sejak awal 2016, masing-masing menghasilkan 1 MW. Dari 2 WM itu, sebanyak 350 KW digunakan untuk operasional TPA dan 1,65 KW terkoneksi ke jaringan kabel PLN untuk didistribusikan ke masyarakat. Power plant jenis keduanya sudah 95 persen selesai, kapasitasnya 8,3 MW, telah siap beroperasi dan dalam waktu dekat akan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo.
Sampah selama ini menjadi problem yang pelik, terutama di perkotaan. Pemkot Surabaya setiap harinya harus mengangkut 1.400-1.500 ton sampah ke TPA Benowo. Sebagian besar berupa sampah dapur 63% seperti sisa nasi, buah, potongan sayur, tulang ayam, dan seterusnya. Porsi terbesar kedua plastik yakni 15%, lalu kertas 12%, serpihan kayu 4%, pampers 2,6 persen, dan seterusnya. Tumpukan sampah di TPA akan cepat menggunung bila tak segera ada jalan keluar, dan akan mengganggu lingkungan setempat.
Terkait pengolahan sampah itu, mula-mula hanya dimanfaatkan gas metan-nya. Kemudian di situ digalilah belasan sumur, ada yang vertikal (dalamnya 15 meter) dan horizontal (lima meter) untuk membenamkan sampah. Dinding galian sumur ditutup terpal, agar cairan sampah tak meresap ke dalam tanah. Ada jaringan pipa yang menyedot air sampah dan mengalirkannya ke kolam penampungan. Di situ air limbah diolah supaya layak masuk ke perairan terbuka. Dinding terpal itu juga menahan gas metan agar tidak merembes ke kiri kanan. Tiap sumur itu disebut cell.
Begitu mencapai beberapa meter, tumpukan sampah ditutup dengan selapis tanah (landfill). Di atasnya sampah lagi, ditutup tanah lagi, begitu seterusnya. Tak harus menunggu tumpukan sampah itu sampai menggunung untuk memanen gasnya. Sambil jalan, gas metan yang terbentuk, dari dekomposisi bahan organik oleh mikroba anaerob (yang metabolismenya tak memerlukan oksigen), sudah bisa digunakan dan dibawa ke power plant. Di dalam tumpukan sampah itu juga ditanam jaringan pipa yang membawa gas metan ke power plant.
Sebelum disuntikkan ke ruang bakar, gas itu dibersihkan dulu dalam unit gas extraction equipment, agar tak bercampur dengan uap air, debu, dan gas-gas lainnya. Setelah bersih, gas metan dialirkan ke engine. Pengoperasian engine-nya mudah seperti menyalakan mesin generator listrik biasa berbahan bakar gas. Instalasi ini sering disebut landfill gas power plant.
Namun, landfill power plant ini tidak bisa menghilangkan tumpukan sampah. Proses dekomomposisi itu hanya bisa menekan volume tumpukan sampah sampai 40 persen. Maklumlah, banyak bahan unorganik yang tak mudah diurai seperti plastik, kaca, logam, dan keramik.
PLTSa Benowo ini lahir dari kerja sama Pemkot Surabaya dengan perusahaan swasta PT Sumber Organik. Skema bisnisnya masih terus disempurnakan karena biaya produksi listrik PLTSa per kilowat jam (KWH) jauh lebih mahal dari listrik konvensional berbahan bakar fuel seperti batubara atau gas alam. Namun, pemerintah memang punya program untuk menghasilkan energi terbarukan (tidak menggunakan energi fosil), terkait komitmen pada pencegahan climate change (global warming) yang telah diikat dalam Paris Agrrement.
Gasifikasi Power Plant
Sukses dengan landfill gas power plant membuat PT Sumber Organik kembali meraih kepercayaan dari Pemkot Surabaya membangun power plant yang kedua dengan platform gasifikasi power plant. Dengan pola gasifikasi ini sekitar 1.000 ton sampah bisa dijadikan arang seraya menghasilkan energi listrik. Kota Surabaya sendiri, dengan 3,1 juta penduduk yang menyebar di kawasan seluas 327 km2, menghasilkan 2.200 ton sampah setiap harinya.
Power plant baru itu berdiri di atas lahan seluas dua hektar. Di situ mula-mula sampah dipilah. Bahan-bahan padat seperti besi, kaca, keramik dipisahkan. Kemudian material dicincang dengan mesin untuk dimasukkan ke ruang pengeringan. Di situ sampah dipanaskan sampai 150 derajat Celsius, agar kering dan siap dibakar dalam grate (pemanggangan) yang bersuhu 800--900 derajat Celsius.
Dalam ruang grate yang nyaris tanpa oksiden ini sampah dibakar (lebih tepatnya dipanggang agar jadi arang). Di situ terjadi proses pirolisis, penguraian tanpa oksigen. Hasilnya adalah sejumlah gas serta arang. Secara fisik, sampah berubah menjadi arang, beratnya hanya 5% dari semula. Selebihnya terurai menjadi gas-gas, yang kemudian didinginkan, dioksidasi, dan dipisahkan. Hasilnya ialah metana dalam jumlah besar. Proses aman. Gas buang yang keluar dari cerobong asap reaktor Benowo itu dipastikan memenuhi standar lingkungan.
Gas metana ini yang kemudian dibakar. Panas yang timbul digunakan memanaskan boiler, muncul uap dan tekanan uap itulah yang digunakan memutar turbin listrik. Byar, dan 10 MW energi listrik mengalir. Dari jumlah itu, 9 MW dikirim ke jaringan PLN, dan 1 MW digunakan untuk mengoperasikan instalasi itu sendiri. Pengeringan sampah dan pemanasan di proses pirolisis mengkonsumsi banyak energi listrik. Toh, tambahan 9 MW itu bisa membuat 9.000 rumah menyala, dan warga bisa men-charge gadget dan laptopnya sampai kenyang. (P-1)