Indonesia.go.id - Stimulus Ekonomi dari Desa

Stimulus Ekonomi dari Desa

  • Administrator
  • Minggu, 22 Desember 2019 | 03:26 WIB
PEMBANGUNAN DESA
  Program renovasi rumah layak huni di Desa Bajo Indah, Konawe, Sulawesi Tenggara, Sabtu (14/12/2019). Foto: ANTARA FOTO/Jojon

Transfer ke daerah dan Dana Desa (TKDD) dari realisasi per 30 November 2019 mencapai Rp752,8 triliun atau 91,06 persen dari pagu alokasi di APBN 2019. Ternyata sepertiganya mengendap di rekening simpanan daerah.

Pemerintah Pusat sudah mentransfer sekitar 700 triliun, tapi di-account simpanan rekening daerah mencapai lebih dari Rp234 triliun masih mengendap. Akibatnya dampak ekonomi ke daerah jadi berkurang karena hampir sepertiga dari yang tertransfer tak bergerak.

Kementerian Keuangan telah bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dan Bank Indonesia (BI) untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan yang dihadapi daerah dalam merealisasi anggaran. Dengan demikian, dana TKDD bisa dimanfaatkan secara maksimal dan APBD pun berjalan secara efektif.

Tantangannya kemudian adalah bagaimana Dana Desa itu bisa benar-benar membantu mewujudkan terciptanya keadilan sosial dan kesejahteraan bagi rakyat desa?

Dana Desa akan bermanfaat dan memiliki peran yang positif sebagai pelumas roda ekonomi pembangunan desa, apabila memenuhi klasifikasi yaitu tata kelola dana desa harus baik, menghindari penyalahgunaan Dana Desa, mencegah penyalahgunaan Dana Desa melalui transaksi nontunai, sdan keterbukaan pengelolaan Dana Desa.

Membangun dari desa adalah salah satu komitmen pemerintah untuk menghadirkan pemerataan ekonomi yang berkeadilan. Untuk itu, jumlah dana desa terus ditingkatkan setiap tahunnya. Masyarakat adat juga diberikan akses terhadap kesejahteraan. Untuk mewujudkan pemerataan ekonomi distribusi dana desa, penguatan kelembagaan desa, serta keterbukaan pengelolaan anggarannya perlu disempurnakan.

Pemerintah terus memastikan bahwa desa sebagai entitas terkecil mampu menjadi penopang utama pelayanan warga dan sekaligus penggerak perekonomian bangsa. Pengawasan dana desa terus diperluas oleh Kementerian Desa dengan menggandeng berbagai institusi mulai dari Polri, TNI, hingga para pemuka masyarakat dan pemuka agama.

Strategi dalam rangka keterbukaan ini diyakini cukup efektif menjadi alat pengontrol perilaku perangkat desa atau elite desa yang selama ini dianggap paling memungkinkan melakukan korupsi dana desa.

Jumlah Dana Desa yang begitu besar memungkinkan ada banyaknya penyelewengan. Oleh sebab itu, pemerintah terus mengupayakan pengawasan yang ketat. Agar pemanfaatan Dana Desa benar-benar dirasakan rakyat banyak.

Untuk mewujudkan itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) telah bekerja sama dengan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) guna berbagi akses data ke PPATK, untuk proses pemeriksaan dan monitoring Dana Desa.

Hal itu dilakukan dalam rangka melakukan profiling sekaligus crosschecking atas pemeriksaan yang dilakukan oleh PPATK, karena di Kemendagri ada Dirjen Dukcapil, di mana ada lebih 98 persen kependudukan di Indonesia sudah terdata.

Lebih lanjut PPATK akan membantu dalam proses pengawasan anggaran di daerah. Hal itu guna memastikan anggaran daerah dipergunakan dengan baik. Karena PPATK memiliki kewenangan untuk melakukan pemantauan.

Kementerian terkait memang tidak bisa bekerja sendiri, oleh sebab itu dibutuhkan bantuan PPATK yang memiliki akses untuk meneliti sistem perbankan dan lain-lain. Kerja sama itu dengan tujuan agar penggunaan Dana Desa betul-betul efisien, efektif, tepat sasaran.

Dengan pengawasan yang ketat dari hulu sampai ke hilir, diharapkan Dana Desa benar-benar menjadi motor penggerak pembangunan di desa-desa sebagaimana cita-cita sebelumnya.

Selama ini, Dana Desa memang difokuskan untuk pembangunan infrastruktur. Maka kritik yang datang mengenai kaitan Dana Desa dan tak tercapainya kesejahteraan rakyat itu kurang tepat. Infrastruktur menjadi penunjang perekonomian, tapi hasilnya memang tak bisa dirasakan dengan cepat.

Oleh sebab itu, terjadi peralihan paradigma baru dalam penggunaan Dana Desa itu. Fokus anggaran tersebut sudah mulai dialihkan untuk mendongkrak perekonomian rakyat. Sebenarnya hal ini sudah dimulai sejak tahun 2018.

Dana Desa yang jumlahnya semakin meningkat tiap tahun, diharapkan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat desa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2018 sebesar 5,17%. Sementara itu, rerata pertumbuhan ekonomi di 122 daerah tertinggal mencapai 6,47%.

Sepanjang tahun 2015-2019, pengucuran Dana Desa naik dari Rp20,8 triliun menjadi Rp70 triliun. Dominasi penggunaan Dana Desa belum masuk ke sektor produktif, 77% masih terkonsentrasi ke sektor jalan, jembatan, dan pelabuhan. Selain itu, digunakan untuk peningkatan pembangunan infrastruktur konektivitas desa sebesar 36,15%, dan penurunan biaya investasi ke desa sampai 0,75%.

Namun, ke depannya Dana Desa ini akan digeser jadi produk perekonomian desa. Lima tahun ke depan, Rp 400 triliun Dana Desa lebih banyak digelontorkan untuk pengembangan ekonomi perdesaan dan peningkatan kualitas SDM di desa.

Pertumbuhan ekonomi dari desa ini bisa dikembangkan melalui berbagai cara. Pertama, konektivitas sampai ke lokasi usaha tani. Kedua, pembangunan klaster ekonomi perdesaan. Ketiga, pengembangan desa wisata. Keempat, digitalisasi desa dan e-commerce untuk perdagangan dari desa. Kelima, peningkatan produktivitas tenaga kerja melalui peningkatan kualitas SDM.

Dengan begitu, Dana Desa akan benar-benar efektif mendongkrak perekonomian rakyat di desa. Paradigma baru penggunaan Dana Desa ini akan mengubah pergerakan roda perekonomian di desa. Selanjutnya, ia akan menunjang pergerakan perekonomian nasional. Menjadikan Indonesia kuat dan berdaya dimulai dari desanya. (E-1)