Pada 19 November 2019, di Hotel Shangri-La, Jakarta Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Indonesia mengadakan Rapat Koordinasi Peningkatan Kebijakan Investasi Nasional. Acara ini dipimpin Ketua BKPM Bahlil Lahadalia, dihadiri Kepala DPMPTSP Provinsi di seluruh Indonesia serta Kepala KPBPB dan SEZ untuk melakukan diskusi mengenai arah kebijakan investasi Indonesia, terutama setelah penetapan Kabinet Indonesia Maju.
Kepala BKPM membuka acara dengan topik menjadikan Indonesia surga investasi. Ia mengingatkan surga investasi tersebut bisa diciptakan dengan peningkatan iklim investasi, peningkatan kemudahan melakukan bisnis, percepatan realisasi investasi, mengatasi hambatan yang dihadapi oleh investor, dan meningkatkan peran investasi domestik (PMDN) khususnya UMKM. Namun Kepala BKPM juga mengingatkan akan kondisi ekonomi global saat ini yang tidak terlalu menggembirakan, antara lain, krisis ekonomi dan politik di Amerika Latin, masalah Brexit di Eropa, dan perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat.
"Investasi adalah kunci untuk pertumbuhan ekonomi selama penurunan ekonomi global," kata Ketua BKPM.
Neraca perdagangan Indonesia tetap defisit karena sebagian besar ekspornya dalam bentuk bahan baku, serta jumlah impor minyak dan gas. Kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi sekitar 16% dan pengeluaran pemerintah sekitar 20%, mendorong investasi akan membantu perekonomian.
Dalam acara ini, Ketua BKPM juga menyampaikan enam (indicator keberhasilan) KPI BKPM, yaitu meningkatkan kemudahan berbisnis (EODB), melaksanakan realisasi investasi besar, meningkatkan kemitraan investasi dengan UMKM, memastikan penyebaran investasi berkualitas di seluruh Indonesia, promosi investasi difokuskan pada menyasar sektor dan negara, dan meningkatkan investasi langsung domestik (DDI), khususnya UMKM.
Kepala BKPM mengatakan, berdasarkan hasil Rapat Terbatas Kabinet, diputuskan oleh Presiden bahwa di masa depan, perizinan dan insentif terkait investasi akan diserahkan kepada BKPM untuk memberikan kepastian bagi investor. Selain itu, perlu untuk meningkatkan sistem perizinan investasi saat ini untuk memberikan kenyamanan bagi investor.
Ia menegaskan ada empat tugas penting BKPM, mulai dari meyakinkan investor bahwa Indonesia adalah negara yang baik yang layak untuk investasi, mengarahkan investor untuk segera mendapatkan lisensi, memastikan bahwa investor nyaman dan aman berinvestasi di Indonesia, serta mengawal perusahaan hingga tahap produksi. Untuk menjalankan fungsi-fungsi mulai dari promosi hingga proses pengawalan hingga tahap produksi membutuhkan keterpaduan antara pemerintah pusat dan daerah, dalam hal ini terutama dengan DPMPTSP Provinsi di seluruh Indonesia. Saat ini, ada 24 proyek dengan nilai Rp708 triliun yang terkendala dan tidak dapat direalisasikan.
Investasi dalam negeri (DDI) dan UMKM harus menjadi fokus pemerintah. Saat ini, jumlah UMKM adalah sekitar 60 juta dan dapat menyediakan sekitar 100 juta pekerjaan. DDI dan UMKM harus didorong untuk bersaing dengan investor asing. Presiden sangat setuju untuk memperkuat BKPM sebagai garis depan realisasi investasi.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memproyeksikan realisasi investasi mencapai Rp886 triliun pada tahun 2020 mendatang. Artinya, diharapkan pertumbuhan investasi rata-rata bisa sebesar 11,7 persen per tahun. Target investasi tahun depan lebih tinggi dari target 2019 yang mencapai Rp792 triliun. Karena sampai kuartal III/2019, realisasi investasi kita sudah mencapai 75,9 persen atau sekitar Rp601,3 triliun. Realisasi investasi 2019 itu terdiri dari PMDN 52,9 persen dan PMA 47,1 persen.
Saat ini kondisi ekonomi global kurang mendukung untuk investasi di Indonesia. Bahkan masih banyak investasi yang belum terfasilitasi akibat berbagai hambatan usaha dengan potensi sekitar Rp708 triliun.
Identifikasi potensi investasi dari yang sudah mendaftar ada sekitar Rp708 triliun, tapi mereka masih terhambat. Ada 4 megaproyek yang 90 persen sudah pasti masuk dan BKPM sudah bantu fasilitasi.
Hambatan investasi yang masih dialami para pelaku usaha baik asing maupun lokal ini di antaranya seperti permintaan fasilitas dan insentif tax holiday, dan masalah lahan yang tumpang tindih. Saat ini, sudah ada 20 perusahaan skala besar baik PMA maupun PMDN yang sudah melakukan izin prinsip dan diharapkan bisa tergarap tahun depan.
Banyak investor yang antri masuk ke Indonesia. Sayangnya, tak sedikit pula yang kembali ke negara asalnya. Saat ini, ada 24 perusahaan sudah pipeline masuk ke Indonesia sebesar Rp708 trliun investasi. Namun terhambat merealisasikan investasinya, sebab tersandung berbagai kasus investasi. Ada sebanyak 32,6% kasus karena perizinan, pengadaan lahan 17,3%, dan regulasi/kebijakan sebanyak 15,2%,
Dari potensi Rp708 triliun tersebut, kebanyakan mengincar investasi di wilayah Banten, Kepulauan Riau, dan sejumlah daerah di luar Jawa. Bahlil Lahadalia optimistis target realisasi investasi sebesar Rp790 triliun bisa terwujud di 2019. Ia yakin bahkan bisa melebihi target atau naik sekitar 10% dari realisasi 2018. Realisasi investasi Indonesia di 2018 mencapai Rp721,3 triliun atau hanya meningkat 4,1% dibandingkan 2017 lalu. Angka tersebut di luar target yang ditetapkan dalam RPJMN sebesar Rp765 triliun.
Bahlil memaparkan sampai dengan Oktober 2019, investasi yang sudah masuk ke Indonesia sudah mencapai Rp601 triliun. BKPM mencatat realisasi investasi di kuartal III mencapai Rp205,7 triliun, naik dari periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp173,8 triliun.
Pertumbuhan double digit ini ditopang oleh realisasi investasi asing (PMA) yang tumbuh sebesar 17,8% YoY dan realisasi investasi domestik (PMDN) yang tumbuh sebesar 18,9% YoY. Realisasi PMA pada kuartal III-2018 mencapai Rp89,1 triliun sedangkan pada periode yang sama di tahun 2019 naik Rp15,9 triliun menjadi Rp105 triliun.
Realisasi PMDN pada kuartal III-2019 juga tumbuh dibanding periode yang sama tahun lalu. Tahun ini realisasi PMDN kuartal III mencapai Rp100,7 triliun dari Rp84,7 triliun kuartal III-2018. (E-2)