Indonesia.go.id - Butuh 1 Tahun Tuntaskan Sengketa UE-RI

Butuh 1 Tahun Tuntaskan Sengketa UE-RI

  • Administrator
  • Rabu, 8 Januari 2020 | 04:29 WIB
KEBIJAKAN EKSPOR
  Kendaraan truk melakukan aktivitas pengangkutan ore nikel ke kapal tongkang di salah satu perusahaan pertambangan di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Rabu (6/11/2019). Foto: ANTARA FOTO/Jojon

Uni Eropa telah melayangkan gugatan terhadap Indonesia ke organisasi perdagangan dunia (WTO). Uni Eropa melayangkan gugatannya terkait percepatan penyetopan ekspor bijih nikel yang diberlakukan per 1 Januari 2020.

Sontak kebijakan itu membuat Uni Eropa kesal. Mereka pun melayangkan gugatan ke WTO. Uni Eropa menilai langkah Indonesia tersebut merupakan perlakuan kebijakan pembatasan yang tidak adil terhadap produsen baja di UE.

Apa yang salah dengan Indonesia berkaitan dengan penghentian atau memberlakuan larangan ekspor nikel berbentuk mentah? Mengapa UE menjadi kesal? Ternyata, industri baja di negara-negara Eropa cukup terkena dampak dari kebijakan tersebut.

Artinya mereka sangat terganggu terutama akses terhadap bahan baku. Pasalnya, Indonesia menguasai 20% pasokan bahan baku dunia ke industri baja benua biru tersebut.

Data Kementerian ESDM mencatat, cadangan terbukti komoditas nikel nasional mencapai 698 juta ton. Jumlah tersebut hanya mampu memenuhi suplai bijih nikel untuk smelter selama 7,6 tahun. Di sisi lain cadangan terkira mencapai 2,8 miliar ton.

Adalah wajar Indonesia lebih memilih melakukan program hilirisasi. Bayangkan, bila bijih nikel diolah menjadi feronikel nilainya jauh lebih besar, yaitu naik hingga 10 kali lipat. Harganya masih bisa naik hingga 19 kali lipat apabila feronikel diolah menjadi stainless steel.

Berkaitan dengan pembelaan Indonesia di sidang panel WTO, Presiden Joko Widodo pun sudah menginstruksikan kementerian terkait menyiapkan pengacara terbaik untuk menghadapi gugatan Uni Eropa di World Trade Organization.

"Digugat ke WTO, gak apa, kita hadapi. Kalau sudah digugat gak apa. Jangan digugat terus grogi, enggak. Kita hadapi, karena memang kita ingin bahan mentah ini ada added value-nya," katanya di Karawang, Kamis (12/12/2019).

Untuk diketahui, pemerintah menetapkan larangan ekspor bijih nikel mulai 1 Januari 2020 dengan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM nomor 11 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Jadwal pelarangan ini lebih cepat dua tahun dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang perubahan keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang memperbolehkan ekspor tersebut hingga 2022.

Kepala Negara juga memberikan semangat kepada aparaturnya bahwa dalam hidup bernegara dan berbisnis, gugatan semacam itu merupakan hal yang lumrah. Apalagi, kebijakan pelarangan ekspor nikel mentah tersebut bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas Indonesia.

"Digugat ya hadapi. Terpenting jangan berbelok. Baru digugat saja mundur. Apaan, kalau saya enggak. Digugat tambah semangat," tekannya.

Seperti disampaikan di atas, Uni Eropa telah melayangkan gugatannya kepada Indonesia ke WTO terkait percepatan penyetopan ekspor bijih nikel pada Jumat (22/11/2019). Komisi Eropa menilai langkah Indonesia tersebut merupakan pembatasan yang tidak adil terhadap produsen baja di UE.

Uni Eropa, blok perdagangan yang beranggotakan 28 negara, bahkan menuduh Indonesia telah berlaku tidak adil dengan membatasi akses produsen UE terhadap bijih nikel.

Tidak itu saja, tuduhan itu lebih berkembang dengan mengatakan bahwa langkah penyetopan ekspor nikel mentah tersebut adalah bagian dari rencana untuk mengembangkan industri baja Indonesia.

Organisasi benua biru itu juga menambahkan tuduhannya bahwa industri pengolahan yang akan dikembangkan Indonesia itu akan menghasilkan karbon dioksida hingga tujuh kali lebih banyak daripada proses yang digunakan di Eropa.

"Risikonya adalah bahwa baja yang sangat murah dan berpolusi tinggi menggantikan baja yang lebih bersih dari produsen domestik UE dan mitra dagang tradisionalnya," tuduh Eurofer, asosiasi produsen baja Eropa.

Pendapat yang sama juga diungkapkan Komisioner Perdagangan UE Cecilia Malmstrom. Menurutnya, langkah-langkah Indonesia menempatkan pekerjaan lebih lanjut di sektor baja UE yang sudah berjuang menghadapi risiko.

Pada kesempatan yang berbeda, Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) menilai kebijakan pemerintah mempercepat pelarangan ekspor bijih nikel dari Januari 2022 menjadi Januari 2020 sudah tepat.

Menurut Direktur Eksekutif Pushep Bisman Bhaktiar, kebijakan percepatan ekspor ini memang sudah seharusnya dikeluarkan oleh pemerintah kendati Uni Eropa meradang dan mengadukannya ke WTO.

"Bahkan, kalau kita tegas mengikuti UU Minerba [UU No. 4/2009], kebijakan tersebut telah berlaku sejak 2014. Jadi, tidak ada yang salah dengan kebijakan tersebut. Kita tidak perlu takut dengan Uni Eropa," katanya dalam siaran pers, Rabu (18/12/2019).  

Adapun menurut Pasal 95 huruf (c) UU Minerba, pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batu bara.

Ketentuan ini memang menjadi dasar hukum kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan batu bara.  Nilai tambah ini diperoleh dari pengolahan dan pemurnian mineral dan batu bara atau sering disebut sebagai proses penghiliran dalam dunia pertambangan. “Nikel ini merupakan salah satu jenis mineral yang utama dan strategis," kata Bisman.

Bahkan, Pasal 102 UU Minerba dengan tegas mengamanatkan bahwa pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batu bara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batu bara. 

Mengacu regulasi tersebut, Indonesia tidak salah menetapkan larangan ekspor mineral mentah tersebut. Regulasi itu menjadi dasar bagi seluruh pihak untuk mendorong dan mengawal agar hilirisasi ini terlaksana dengan baik sehingga peningkatan nilai tambah dari proses tersebut dapat diwujudkan.

Keluhan WTO dimulai dengan periode 60 hari untuk konsultasi antara para pihak untuk menyelesaikan perselisihan. Pengadu kemudian dapat meminta panel tiga orang untuk memberikan putusan. Putusan itu biasanya akan setidaknya satu tahun lagi.

Perlu diketahui, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia dengan kontribusi sebesar 20% total ekspor nikel dunia.

“Jadi wajar bila Uni Eropa geram dengan kebijakan larangan ekspor bijih nikel yang dilakukan Indonesia karena pasti berdampak negatif yang merugikan industri baja di negara-negara Uni Eropa. Ada keterbatasan akses bahan baku baja," tuturnya.

Bisman menuturkan bahwa salah satu tujuan utama dari terbitnya UU Minerba adalah untuk mendorong terjadinya peralihan (shifting) pengelolaan mineral, yaitu dari hulu ke hilir. Untuk mendorong adanya shifting, kebijakan tersebut mewajibkan pelaku usaha mendirikan smelter

“Atas dasar itu, sebabnya pemerintah mewajibkan pendirian smelter," tuturnya. 

Dia pun menilai pemerintah harus berani menghadapi gugatan dari Uni Eropa. Sepanjang kebijakan itu demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dia yakin masyarakat akan ikut membela. (F-1)