Indonesia.go.id - Test Kit Covid-19 Bukan Asal Cepat, Perlu Jaminan Akurat

Test Kit Covid-19 Bukan Asal Cepat, Perlu Jaminan Akurat

  • Administrator
  • Rabu, 18 Maret 2020 | 22:08 WIB
COVID-19
  Covid-19 Rapid Test Kit. Foto: Istimewa

Beragam test kit Covid-19 mulai beredar di toko-toko online. Pemerintah akan menguji validitasnya sebelum merekomendasikannya. Sebagian test kit hanya mendeteksi antibodi, mirip test kit untuk DBD atau Malaria.

Di tengah pandemi Covid-19 yang semakin merajalela, berbagai paket piranti test kit mulai gencar ditawarkan toko-toko online. Tidak terkecuali  di Indonesia.  Mereka menjanjikan test kit yang cepat, akurat, dan ekonomis. Harganya bervariasi dari Rp1,4 juta hingga Rp2,8 juta per paket. Yang kini santer dipromosikan, antara lain, Covid-19 IgG/IgM Rapid Test Kit, yang dikembangkan perusahaan BioMedomics dari North Carolina, Amerika Serikat. Dalam tempo 15 menit, hasil tes keluar.

BioMedomics adalah firma besar yang memproduksi obat, vaksin, dan perkakas diagnosis berbasis bioteknologi. Dalam laman resminya, firma ini menyebut bahwa panduan terbaru yang dikeluarkan oleh FDA, sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam urusan obat dan Makanan di Amerika Serikat, mengizinkan Covid-19 Rapid Test itu dioperasikan klinik-klinik di AS per 16 Maret 2020.

Sejumlah merek dari Tiongkok juga meramaikan pasar test kit. Guangzhou Wondfo Biotech Co Ltd, mengumumkan pada 6 Maret lalu bahwa pihaknya telah merilis rapid test kit untuk Covid-19 yang berbasis deteksi antibodi. Piranti itu bisa memberikan diagnosis dalam 15 menit. Bahkan, varian yang lain yang menggunakan teknologi immunochromatographic assay, bisa mengidentifikasi adanya zat antibodi ini dalam tempo 10 menit.

Test kit model ini cukup mudah dioperasikan. Seperti pada Rapid Test Kit Biomedomics itu, misalnya. Petugas medis cukup mengambil sampel darah dari tangan pasien, dengan jarum suntik kecil, lantas menginjeksikannya ke dalam tabung sampel pada perkakas yang bentuknya mirip test kit gula darah atau kolesterol itu. Berikutnya dua atau tiga tetes reagen (bahan kimia pereaksi khusus) disusupkan ke dalam kantung darah sampel pada test kit. Tunggu 15 menit.

https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1584614307_SDD_996.jpg " />Rapid Test Kit Biomedomics . Foto: Istimewa
 

Hasil diagnosis ditunjukkan lewat layar kecil. Bila hanya muncul garis merah di atas layar test kit, itu menunjukkan hasil negatif. Artinya, tak terdeteksi adanya antibodi yang dikeluarkan  tubuh untuk melawan virus. Dengan begitu bisa disimpulkan tidak ada infeksi.

Kehadiran virus akan ditandai oleh munculnya garis merah di tengah, di bawah, atau pada keduanya. Garis yang ada di tengah menunjukkan antibodi IgG (immunoglubolin G) dan yang di bawahnya IgM (Immunoglubolin M). Bila satu atau kedua antibodi muncul, itu menunjukkan jejak virus pada tubuh pasien. Antibodi IgG dan IgM menunjukkan bahwa di dalam sistem tubuh telah terbentuk kekebalan terhadap virus.  

Sekali terbentuk, IgG ini akan permanen di dalam tubuh. Konsentrasinya bisa naik atau turun sesuai kondisi kesehatan. Sedangkan IgM sekali terbentuk dalam sistem tubuh kadarnya relatif stabil dari waktu ke waktu. Maka, bila IgG dan IgM terdeteksi secara bersamaan, itu indikasi terjadi infeksi primer. Pasien perlu mendapatkan pengobatan dan penanganan cepat.

Bila IgM positif sedangkan IgG-nya negatif, itu berarti terjadi infeksi baru, ulangan dari sebelumnya. Antibodi IgG baru akan terbentuk satu minggu setelah terinfeksi dan mencapai maksimum 6 bulan kemudian. Ia bisa bertahan beberapa tahun, hingga akhirnya terjadi penurunan sedikit demi sedikit ke kadar yang rendah dan stabil yang bisa bertahan seumur hidup. Kadarnya kembali naik setiap kali ada serangan ulang dari virus.

Cara kerja piranti Covid-19 Rapid Test Kit itu mirip dengan paket test kit untuk demam berdarah dengue (DBD) akibat virus Dengue. Salah satu metode diagnosis yang terkenal dan punya jejak rekam yang panjang adalah Test Elisa (Enzym Linked Immunosorbent Assay). Di situ, sampel serum darah pasien direaksikan dengan reagen khusus (enzim) untuk mengendapkan IgG dan IgM dari  serum sampel dan kemudian diobservasi konsentrasinya.

Bila IgM dan IgG sama-sama negatif, berarti pasien bebas dari infeksi virus DBD. Namun bila kadar keduanya tinggi, pasien didiagnosis terserang virus dengue. Bila dalam pemeriksaan pertama IgM dan IgG dalam kadar rendah, bisa dikatakan pasien pernah terserang DBD tapi  belum ada indikasi terinfeksi berat. Kemungkinan lainnya, pasien pernah terserang DBD pada waktu sebelumnya.

Namun bila dalam observasi lanjutan kadar antibodi IgM semakin meningkat, itu mengindikasikan bahwa pasien mendapat infeksi baru (sekunder). Pada kasus ini, peluang pasien selamat lebih besar karena tubuhnya telah memiliki cetak biru ntuk membentuk antibodi guna melawan virus dengue.

Metode Elisa ini tidak berbeda jauh dari Metode HAI (Hemagglutination Inhibition Assay) yang juga digunakan untuk mendeteksi serangan DBD. Teknik yang serupa banyak digunakan untuk diagnosis infeksi virus, jamur atau bakteri. Pemeriksaan taksoplasmosis pada ibu hamil, herpes, TBC, Malaria,  dan penyakit infeksi virus berbahaya seperti SARS, MERS, Flu Burung, dan kini Covid-19.

Metode diagnosis yang cepat dan sederhana itulah yang kini dicari di mana-mana. Media Australia The Guardian (edisi 17/3) melaporkan, masyarakat sampai senewen mencari Rapid Test Kit Covid-19 itu ke pelosok-pelosok negeri, dan ketersediaannya amat terbatas. Meski, test kit itu hanya bisa mengukur munculnya antibodi, observasi itu dianggap cukup memadai untuk tahap pertama ketika orang-orang panik menyaksikan perkembangan penularan Covid-19.

Pemerintah Indonesia sedang mempertimbangkan untuk mengizinkan klinik dan rumah sakit menggunakan rapid test kit bagi pemeriksaan Covid-19. Rapat internal Kementerian Kesehatan RI (18/3/2020) membahas kemungkinan itu. Hasilnya, akan dilakukan review lebih dahulu agar pemakaian rapid test kit itu bermanfaat, setidaknya untuk menegakkan diagnosis seorang pasien masuk dalam kategori diawasi atau suspect, ketika wabah ini makin meluas.

Menurut dokter Anung Sugihantono, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Kementerian Kesehatan RI, pemerintah perlu berhati-hati sebelum merekomendasikan pengoperasian Rapid Test Kid Covid-19 itu. Pasalnya, rapid test kit itu hanya bisa menunjukkan adanya antibodi yang muncul akibat virus corona secara umum. Sejauh ini belum ada uji spesifitas dan validitasnya. ‘’Jadi, rapid test kit itu tak bisa secara spesifik menunjukkan akibat infeksi SARS COV-2 yang jadi penyebab penyakit Covid-19,’’ ujar Anung kepada Indonesia.go.id.

Kemenkes sendiri konsisten menggunakan teknik pengujian PCR (Polymerase Chain Reaction) dan dilanjutkan dengan sequencing genome sang virus. Pengujian PCR itu valid karena bisa mendeteksi secara langsung keberadaan virus SARS COV-2 dalam spesimen pasien melalui deteksi struktur dan  kode genetiknya. PCR yang dipakai  Kemenkes sama kualitasnya dengan piranti yang  dioperasikan badan federal yang punya otoritas tertinggi dalam menangani penyakit menular di Amerika, yakni Center of Desease Control (CDC) yang bermarkas di Atlanta.

Dengan semakin luasnya sebaran virus ini, mulai pekan ketiga Maret 2019, Kementerian  Kesehatan telah menjalin kerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya serta Lembaga Eijkman, Jakarta, yang bernaung di bawah Kementerian Ristek. Kedua lembaga itu secara resmi  mendapat  mandat untuk melakukan pemeriksaan atas spesimen pasien dengan teknik PCR dan perunutan genom.

Kemenkes juga mulai memanfaatkan lembaga di bawah Badan Litbangnya, yakni BBTKL (Balai Besar Teknologi Kesehatan Lingkungan) di sejumlah kota besar. Semua menggunakan piranti PCR dengan standar CDC Atlanta yang sudah diakui keandalannya oleh WHO. Dengan begitu, pemeriksaan atas spesimen pasien suspect Covid-19 tak lagi terkonsentrasi di Lab Biomedik Balitbang Kemenkes di Jl Percetakan Negara Jakarta. Kini pelayanan pemeriksaan atas Covid-19 semakin banyak dan menyebar.

Toh, desakan agar masyarakat luas bisa mendapat pelayanan deteksi Covid-19 secara lebih mudah tak bisa dikesampingkan. Maka, Kementerian BUMN telah memerintahkan sebuah BUMN, yakni PT Rajawali Nusantara, untuk mengimpor 500 ribu unit rapid test kit dari Tiongkok. Piranti test kit dari Tiongkok itu tak hanya berbasis pada teknologi deteksi antibodi, juga yang berbasis teknologi PCR.

Tak kurang dari 10 firma dari Tiongkok yang telah memproduksi rapid test kit dengan teknik antibodi mapun PCR. Separuhnya mendapat sertifikat kelaikan operasi dari Uni Eropa. Maka, Tiongkok kini sedang menyiapkan jutaan Rapid Test Kit Covid-19 itu ke 51 negara. Di antaranya adalah ke negara-negara Asia Timur termasuk Jepang, Uni Eropa, Timur Tengah, Asia Selatan, serta  Asean termasuk Indonesia.

Teknik PCR terbaru dari Tiongkok  itu menjanjikan pengujian PCR hanya dalam tempo 3 jam. Yang berbasis antibodi bisa cuma 10 menit. Tentu, semuanya harus diuji dulu oleh Kemenkes sebelum digunakan secara luas dan masif di Indonesia. Bukan asal cepat, karena perlu jaminan akurat.

 

Penulis: Putut Tri Husoso
Editor Bahasa: Ratna Nuraini