Pemerintah harus merancang APBN 2022 yang responsif, antisipatif, dan fleksibel. Inovasi diperlukan demi menghadapi ketidakpastian di 2022.
Pemerintah baru saja menyerahkan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA), serta daftar alokasi transfer ke daerah dan dana desa 2022. Penyerahan itu langsung dilakukan Presiden Joko Widodo kepada kementerian dan lembaga (K/L) di Istana Negara, Senin (29/11/2021).
Di acara penyerahan dokumen yang berlangsung secara simbolis kepada sejumlah pimpinan kementerian dan lembaga, serta secara virtual kepada para pimpinan daerah itu, pemerintah berharap, pelaksanaan APBN 2022 bisa dilaksanakan mulai awal tahun depan.
Pemerintah juga mewanti-wanti agar pelaksanaan kegiatan APBN 2022 mengacu kepada dokumen tersebut. APBN 2022 itu diharapkan menjadi instrumen kebijakan countercyclical dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang belum berakhir.
Sebagaimana diketahui, pemerintah dan DPR telah menyusun APBN 2022. Dari APBN 2022 yang juga telah disahkan menjadi Undang-Undang nomor 6 tahun 2021, telah disusun parameter anggaran pada tahun tersebut.
Dari keseluruhan belanja negara dalam APBN tahun 2022 sebesar Rp2.714,2 triliun, dialokasikan sebesar Rp945,8 triliun kepada 82 K/L dan sebesar Rp769,6 triliun dialokasikan untuk transfer ke daerah dan dana desa (TKDD).
Belanja negara juga menetapkan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen, inflasi 3 persen, nilai tukar Rp14.350 per dolar Amerika Serikat, suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun sebesar 6,8 persen.
Sementara itu, asumsi harga minyak mentah 2022 sebesar USD63 per barel dengan target lifting 703.000 barel per hari dan lifting gas 1,36 juta barel per hari. Pemerintah dan DPR juga telah menetapkan target pendapatan negara dipatok sebesar Rp1.846,1 triliun.
Komponen pendapatan itu terdiri dari target penerimaan perpajakan Rp1.510 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp335 triliun, dan hibah sebesar Rp600 miliar.
Dari total belanja negara pada 2022 mencapai Rp2.714,2 triliun. Selain belanja pemerintah pusat mencapai Rp1.945,8 triliun untuk 82 K/L. Pemerintah dan DPR menetapkan anggaran transfer ke daerah dan dana desa Rp769,6 triliun.
Dengan penetapan postur anggaran itu, APBN 2022 akan tetap mengalami defisit sebesar Rp868 triliun, atau setara dengan 4,8 persen dari produk domestic bruto (PDB). Merespons APBN 2022, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui adanya kerja keras pemerintah untuk membuat postur anggaran itu.
Kepala Negara mengatakan, untuk menghadapi ketidakpastian tahun 2022, pemerintah harus merancang APBN 2022 yang responsif, antisipatif, dan juga fleksibel. Selalu berinovasi dan mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi, dengan tetap menjaga tata kelola yang baik.
“APBN Tahun 2022 memiliki peran sentral sebagai Presidensi G20 kita harus menunjukkan kemampuan kita dalam menghadapi perubahan iklim, terutama dalam pengurangan emisi dan gerakan perbaikan lingkungan secara berkelanjutan,” jelas Presiden Jokowi.
Tetap Waspada
Presiden Jokowi juga mengingatkan agar semua harus tetap waspada karena pandemi Covid-19 belum berakhir. Di tahun depan, pandemi masih menjadi ancaman dunia dan juga bagi Indonesia.
“Antisipasi dan mitigasi perlu disiapkan sedini mungkin, agar tidak mengganggu kesinambungan program reformasi yang sedang kita lakukan, serta program pemulihan ekonomi nasional yang sedang kita laksanakan,” katanya.
Presiden Jokowi juga menekankan bahwa pemerintah harus menunjukkan aksi nyata terhadap komitmen green dan sustainable ekonomi. Selain itu, APBN 2022 juga harus mendorong kebangkitan ekonomi nasional dan mendukung reformasi struktural.
“Kita akan fokus pada enam kebijakan utama. Pertama, melanjutkan pengendalian Covid-19 dengan tetap mempertahankan sektor kesehatan. Kedua, menjaga keberlanjutan program perlindungan sosial bagi masyarakat kurang mampu dan rentan,” paparnya.
Kebijakan ketiga, peningkatan SDM yang unggul. Keempat, melanjutkan pembangunan infrastruktur dan meningkatkan kemampuan adaptasi teknologi. Kelima, penguatan desentralisasi fiskal untuk peningkatan dan pemerataan kesejahteraan antardaerah. Dan keenam, melanjutkan reformasi penganggaran dengan menerapkan zero base budgeting agar belanja lebih efisien.
Pada kesempatan yang sama, Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengakui pandemi Covid-19 membawa risiko yang berpotensi mengganggu pemulihan tahun depan. Risiko dimaksud, berupa volatilitas harga komoditas, tekanan inflasi dan implikasi kenaikan suku bunga di negara maju, terutama AS, rebalancing ekonomi Tiongkok, disrupsi rantai pasok, dan dinamika geopolitik.
“Meski menghadapi dinamika ketidakpastian, perekonomian Indonesia pada 2022 diproyeksikan akan melanjutkan pemulihan yang semakin kuat dari akhir 2021,” harap Sri Mulyani.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari