Kepemimpinan G20 diperlukan untuk menjaga nilai sistem perdagangan dan membangun ekonomi global yang lebih tangguh.
Sejumlah forum G20 berbagai sektor terus dilakukan hingga pertemuan puncak Presidensi G20 Indonesia pertengahan November mendatang, salah satunya melalui forum Think 20 (T20).
T20 Indonesia salah satunya membahas soal perdagangan multilateral, salah satu isu penting dalam Presidensi G20 Indonesia. Pasalnya, Indonesia ingin memanfaatkan forum itu untuk meningkatkan perdagangan, industrialisasi, serta penguasaan teknologi di Indonesia dan dunia.
Ini sesuai dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pelbagai kesempatan, yakni, Indonesia dan negara yang tergabung dalam G20 bisa berkontribusi guna memastikan pemulihan global yang lebih kuat yang inklusif.
Pernyataan senada pun diungkapkan Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjacksono. Dia menegaskan, Presiden Jokowi telah menyampaikan tiga prioritas Presidensi G20 Indonesia.
Pertama, Jokowi ingin mendukung sarana dan prasarana kesehatan global. Lalu, Kedua, mencoba untuk meningkatkan transformasi digital. “Transformasi itu tidak hanya pada aspek transisi energi atas nama industri perdagangan,” ujar Djatmiko dalam acara bertajuk “Strengthening Multilateral Trading System to Support Economic Recovery and Post-Pandemic Era”, Senin (28/3/2022).
Menurut Djatmiko, mereka juga memiliki agenda lain yang akan dicoba dibawa ke dalam rapat kerja. Ada enam agenda prioritas, empat di antaranya terkait isu perdagangan, sedangkan lainnya mengenai investasi dan presidensi.
Pemulihan Ekonomi
Mereka percaya bahwa industri perdagangan sebagai triple helix untuk pemulihan ekonomi. "Dalam diskusi bersama Presidensi G20 selama beberapa tahun terakhir, kami juga ingin meningkatkan rapat kerja soal investasi yang menyentuh aspek industri," ujar Djatmiko.
Selain Djatmiko Bris Witjacksono, hadir dalam diskusi soal itu Deputy Director General World Trade Organization (WTO) Anabel Gonzales, Chair B20 Indonesia Shinta Kamdani, dan Chief Economist, Economics Research Institute of Asean and East Asia (ERIA) Fukunari Kimura.
Untuk prioritas ketiga yang disampaikan Presiden Jokowi adalah menciptakan sektor industri dan investasi yang dapat merespons pandemi Covid-19 dan mendukung sarana prasarana kesehatan global.
Lebih lanjut, Djatmiko mengungkapkan bahwa kolaborasi antara kebijakan perdagangan dan kegiatan investasi dapat berjalan bersama untuk saling mendukung. Dalam konteks ini, WTO memiliki peran penting untuk memastikan bahwa transformasi digital dapat memberikan peluang besar bagi pelaku bisnis besar hingga kecil.
Selain itu, Indonesia juga masih harus bertahan menghadapi arus digitalisasi yang sangat pesat. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi semua pihak agar tidak merusak potensi ekonomi digital yang menjadi prioritas utama kebijakan Presiden Indonesia.
"Perlu kita ketahui, konsistensi yang akan ditanamkan bahwa sistem digital tidak akan mengarah pada kebutuhan akan hasil, terutama untuk kelompok masyarakat kecil," ujar Djatmiko.
Pada kesempatan yang sama, Deputy Director General WTO Anabel Gonzalez mengakui, ada tantangan bagi G20 agar dapat bersatu mendukung sistem perdagangan global pascapecah perang Rusia-Ukraina. Meskipun demikian, kepemimpinan G20 dalam memperkuat sistem perdagangan global diperlukan untuk menjaga nilai sistem perdagangan dan membangun ekonomi global yang lebih tangguh.
"Saya melihat ada tiga kontribusi nyata yang dapat diberikan G20 untuk perdagangan yang lebih tangguh," ungkap Gonzales.
Pertama, Gonzalez mengatakan, G20 dapat memberikan dukungan politik sebagai respons pandemi pada perdagangan WTO yang sangat tangguh dalam menghadapi pandemi. Bahkan, WTO mampu bertahan dari keruntuhan perdagangan pada kuartal kedua pada 2020.
Selain itu, WTO juga mampu memberikan pasokan medis dan makanan untuk membantu menyelamatkan jutaan nyawa umat manusia. Terlebih lagi, tanpa adanya perdagangan, dunia kesulitan memproduksi dan meluncurkan vaksin Covid-19 dalam skala besar.
Akan tetapi, jika ada sedikit hambatan, seperti pembatasan ekspor, mereka juga dapat melakukannya dengan baik. "Itulah bagian dari alasan mengapa kami sangat membutuhkan WTO untuk menyelesaikan dan merespons pandemi. Kita perlu menyelesaikan tugas memvaksinasi dunia," kata Gonzalez.
Tidak hanya itu saja, kontribusi kedua ialah memberikan arahan politik tentang pendekatan WTO terhadap isu kritis ketahanan rantai pasokan. Menurut Gonzalez, gangguan pada rantai pasokan yang berkelanjutan telah memberi peringatan bahwa betapa saling terkaitnya ekonomi global.
Gonzalez memberikan contoh, kekurangan pekerja di industri pergudangan California, dapat mengganggu operasi pabrik di belahan dunia mana pun.
Akan tetapi ini bukanlah kasus yang dapat membuat kemunduran dari perdagangan. Kasus ini justru membantu untuk dapat beradaptasi dari guncangan yang sedang melanda.
"Jadi yang kita butuhkan adalah lebih banyak, bukan lebih sedikit perdagangan," tutur Gonzalez. Langkah ini juga dapat mempercepat implementasi perjanjian yang memfasilitasi perdagangan WTO. Percepatan ini dapat dilakukan dengan penawaran alat yang ampuh untuk mempercepat perdagangan dan menurunkan biaya.
Kontribusi ketiga adalah mendukung adaptasi perubahan iklim dan mitigasi. Adapun untuk menurunkan hambatan perdagangan terhadap barang dan jasa lingkungan akan semakin mengurangi biaya energi terbarukan, serta menurunkan modal biaya untuk membangun infrastruktur yang tahan terhadap iklim terutama di negara berkembang.
WTO juga memainkan peran mendukung upaya mengurangi bahan bakar fosil dan subsidi lain yang dapat merusak lingkungan dan indeks hijau. Kerja sama perdagangan di WTO dapat membantu menghindari karbon dan upaya pencegahan ketidakpastian perdagangan.
"Jadi pesan yang datang dari G20 dalam tiga bidang ini bisa membuat perbedaan besar dalam pandangan saya. Tidak hanya untuk membantu memajukan tiga isu prioritas yang diidentifikasi Presiden Indonesia. Ini juga membantu menjaga hubungan perdagangan berbasis kekuasaan untuk mencegah kebanjiran sistem perdagangan berbasis aturan," tandas Gonzalez.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari