Kebijakan pemerintah menunjukkan kepada publik betapa negara sungguh hadir dalam menyelesaikan isu kesetaraan gender.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, Indonesia memiliki regulasi yang memadai dalam memberikan perlindungan dan memastikan kesetaraan gender pada perempuan, khususnya para perempuan yang bekerja. Payung hukum berupa Undang-undang, konvensi PBB, hingga konvensi ILO.
“Negara hadir memberikan keadilan dan kesetaraan gender dimulai dari pengaturan di konstitusi. Dalam Pasal 27 UUD 1945 menyebutkan tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak. Dari sini saya melihat bagaimana komitmen negara terhadap perempuan untuk memiliki kesetaraan dengan laki-laki,” ujar Ida Fauziyah dalam diskusi daring bertema “Perempuan Berdaya, Bangsa Berjaya” yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9), Senin, (11/4/2022). Selain Ida Fauziah, hadir sebagai pembicara lain adalah Chairwoman G20 Empower Yessie D Yosetya dan Staf Khusus Presiden Republik Indonesia Angkie Yudistia.
Pengarusutamaan gender di Indonesia dimulai pada 1979 melalui konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi. Konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita diratifikasi Indonesia pada 1984 dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 1984. Pada 2000, pemerintah kembali menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional.
Ida menjelaskan, pada 1951 dikeluarkannya Konvensi ILO nomor 100 mengenai Pengupahan Sama bagi Buruh Laki-laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang Sama. Konvensi ILO ini diratifikasi melalui UU 80/1957 dan pada 1999 Konvensi ILO nomor 111 tahun 1999 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan.
Pada 1999, pelaksanaan dari Kovensi ILO nomor 111 ini didukung dengan UU nomor 21 tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention nomor 111 Concerning Discrimination in Respect of Employement and Occupation. “Dari sini kita bisa melihat sebenarnya regulasi, mulai dari konstitusi kita, sampai dengan Convention ILO yang sudah diratifikasi, menunjukkan negara hadir memberikan perlindungan dan pencegahan terhadap segala bentuk diskriminasi pada perempuan, termasuk diskriminasi di tempat kerja,” kata Ida.
Isu kesetaraan gender dan peluang kepemimpinan bagi perempuan menjadi salah satu pembahasan dalam G20 Empower dan Women 20. Pertemuan kedua G20 Empower digelar di Yogyakarta pada 21-22 April. Pertemuan pertama berlangsung di 29 Maret, dengan pembahasan isu menciptakan lingkungan kerja aman bagi perempuan.
Setidaknya, ada tiga isu utama yang dibahas dalam pertemuan G20 Empower yang di antaranya membicarakan dorongan kepemimpinan dan dukungan terhadap peranan perempuan sebagai penggerak ekonomi. Sementara itu, Woman20 membawa empat agenda pembahasan, salah satunya adalah menghapus diskriminasi yang menghambat partisipasi perempuan dalam perekonomian.
Menurut Ida, pemerintah Indonesia memiliki tiga kebijakan untuk melindungi kesetaraan gender bagi pekerja perempuan. Kebijakan ini bersifat protektif, korektif, dan nondiskriminatif. Kebijakan protektif memberi perlindungan kepada pekerja perempuan terkait fungsi reproduksi.
“Seperti istirahat haid, istirahat satu setengah bulan sebelum melahirkan dan satu setengah bulan sesudah melahirkan, istirahat gugur kandungan, kesempatan menyusui, dan larangan mempekerjakan perempuan yang hamil pada shift malam,” ujar Ida.
Kebijakan korektif melarang perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada pekerja perempuan karena menikah, hamil, atau melahirkan. Selain itu, perusahaan wajib memberi perlindungan kepada pekerja perempuan di luar negeri.
“Kebijakan nondiskriminatif berupa perlindungan bagi pekerja perempuan terhadap praktik diskriminasi dan ketidakadilan gender di tempat kerja,” kata Ida.
Sementara itu, Chairwoman G20 Empower Yessie D Yosetya mengatakan, Indonesia berkomitmen memastikan terpenuhinya indikator dalam mendukung pemberdayaan perempuan di sektor swasta dan publik dalam agenda utama dari Group of Twenty (G20) Empower Presidensi Indonesia 2022. G20 Empower, menurut Yessie, merupakan satu-satunya inisiatif di dalam kepresidenan G20 yang mengusung aliansi pemimpin sektor swasta dan pemerintah, untuk bersama-sama mengadvokasi dan mendukung kemajuan perempuan dalam posisi kepemimpinan di sektor swasta dan publik.
"Nah, ada tiga hal yang kami bawa di presidensi Indonesia untuk G20 Empower. Isu pertama adalah meningkatkan akuntabilitas perusahaan dalam pencapaian key performance indicator (KPI) untuk meningkatkan peran perempuan," katanya.
Yessie mengatakan, Indonesia akan mendesak masing-masing korporasi mengevaluasi keterlibatan kepemimpinan perempuan dalam perusahaannya. Selanjutnya, Indonesia juga akan menyoroti terkait usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Menurutnya, selama G20 Empower berdiri, masalah seputar UMKM belum disorot. "Jadi ini adalah tahun ketiga kita ada di G20 empower. Tiga tahun ini, yang difokuskan baru di privat sector, belum UMKM," tandas dia.
Sementara isu prioritas lainnya yang akan disorot Indonesia di G20 Empower adalah memastikan adanya digital skill. “Karena kita yakin bahwa pemimpin perempuan masa depan mungkin akan punya skil-skill yang sangat berbeda dari yang mereka punya per hari ini," katanya.
Wujudkan Komitmen
Pada kesempatan yang sama, Staf Khusus Presiden Republik Indonesia Angkie Yudistia menyampaikan, Indonesia terus menunjukkan komitmennya untuk memberikan perlindungan dan menyelesaian isu kesetaraan penyandang disabilitas. Hal ini dibuktikan dengan membentuk dan melantik anggota Komisi Nasional Disabilitas (KND) serta melibatkannya dalam panggung gelaran G20 2022.
Indonesia juga akan memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang dalam pertemuan tingkat tinggi perwakilan bangsa-bangsa di dunia atau Presidensi G20 tahun 2022 ini. Salah satunya adalah isu kesetaraan penyandang disabilitas di berbagai sektor.
“Ini momentum yang membuktikan bahwa perempuan dengan kebutuhan khusus ini menjadi inklusivitas. Jadi negara itu sebenarnya hadir untuk perempuan dengan berkebutuhan khusus," kata Angkie.
Angkie menyebut, sejumlah gebrakan kebijakan pemerintah menunjukkan kepada publik betapa negara sungguh hadir menyelesaian isu kesetaran penyandang disabilitas. Kehadiran negara sebagai komitmen untuk memberikan kesempatan yang sama kepada para penyandang disabilitas.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari