Demi mencapai keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan energi dan pencapaian target pengurangan emisi karbon, perlu adanya peningkatan peran gas bumi.
Permintaan energi primer global akan terus tumbuh hingga 2050, seiring peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, seluruh anggota G20 dan negara-negara lainnya telah menetapkan target pencapaian net zero emission (NZE) agar tetap sejalan dengan tujuan Perjanjian Paris.
Gas bumi memainkan peranan penting sebagai sumber energi transisi di tengah meningkatnya permintaan energi primer global serta target pencapaian net zero emission (NZE). Pemerintah Indonesia pun tengah gencar memperluas investasi proyek gas dengan mengintegrasikan pasar di wilayah Asia, Amerika, dan Eropa.
Untuk mencapai keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan energi yang terus meningkat dan pencapaian target pengurangan emisi karbon, peran gas dalam transisi energi bersih perlu ditingkatkan. “Investasi dalam proyek gas alam perlu ditingkatkan secara global untuk mendorong penggunaan gas alam yang lebih besar. Penting juga untuk mendorong integrasi pasar gas di antara tiga wilayah terbesar gas alam yaitu Asia, Amerika Utara, dan Eropa,” ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji, ketika menjadi keynote speaker pada Webinar G20 Side Event Series: Escalating The Role of Gas in Energy Transition yang digelar secara virtual, Rabu (11/5/2022).
Tutuka Ariadji mengatakan, transisi energi bersih harus dilakukan secara komprehensif dalam berbagai tahapan dengan mempertimbangkan daya saing, biaya, ketersediaan, dan keberlanjutan untuk memastikan transisi berjalan lancar dan ketahanan energi tidak terganggu.
Ia menyebut, investasi dalam proyek gas alam perlu ditingkatkan secara global untuk mendorong penggunaan gas alam yang lebih besar. Penting juga untuk mendorong integrasi pasar gas di antara tiga wilayah terbesar gas alam, yaitu Asia, Amerika Utara, dan Eropa.
Hal senada juga diungkapkan oleh Chair ETWG Yudo Dwinanda Priadi. Menurutnya, kelebihan gas bumi bisa menjadi sumber energi yang mudah disimpan, pilihan rendah karbon, dan mampu menyediakan pasokan energi yang fleksibel dan tidak terputus. Selain mendorong inovasi, energi gas dapat menjadi elemen penghubung dalam pengembangan sumber energi terbarukan, termasuk pengembangan hidrogen.
Khusus di Uni Eropa, gas alam merupakan elemen penting untuk mendorong dan meningkatkan transportasi dan produksi hidrogen sebagai energi bersih terdepan dalam mencapai netralitas karbon. Hidrogen yang dihasilkan dari energi gas dapat menjadi komplementer dengan hidrogen yang dihasilkan oleh energi terbarukan, untuk mengantisipasi efektivitas biaya. Ini bahkan dipertimbangkan dalam strategi Uni Eropa untuk mencapai emisi nol bersih.
Bahkan, Yudo menyoroti peranan gas bumi di global south dalam pengembangan industri bersih serta menekan kemiskinan energi (energy proverty). “Ada sekitar 760 juta populasi global tanpa akses listrik yang memadai, 2,5 miliar orang tanpa akses memasak yang bersih, sehingga gas dapat menawarkan solusi yang menguntungkan untuk memerangi kemiskinan ini,” tuturnya.
Tak hanya itu, pengembangan gas alam baru diperlukan dan dapat melengkapi dekarbonisasi sektor energi, tentunya dengan bantuan carbon, capture utilization storage (CCUS). “Laporan PBB menunjukkan bahwa CCUS dapat membawa prospek yang menjanjikan bagi gas alam untuk berkolaborasi dengan energi terbarukan dalam mempercepat dekarbonisasi. Selain itu, gas dengan CCUS berpotensi mengatasi pengurangan emisi di sektor industri berat yang hard-to-abate (pemakaian energi fosil),” ungkap Yudo.
Webinar G20 Side Event Series: Escalating The Role of Gas in Energy Transition dibuka oleh Chair of ETWG G20 2022 Yudo Dwinanda Priadi dengan narasumber Secretary General of GECF H Eng Mohamed Hamel, Senior Policy Fellow ERIA Jun Arima, dan Chief Operating Officer ERIA Koji Hachiyama.
Dalam webinar itu juga terungkap, kebutuhan gas bumi di Indonesia juga semakin meningkat sejak pertama kali diproduksi pada 1965. Saat ini, lebih dari 60% produksi gas Indonesia digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), porsi gas bumi ditargetkan mencapai 24% dalam bauran energi nasional 2050.
Kini, total cadangan gas sebanyak 62,39 TSCF tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Untuk mengeksplorasi gas ini pemerintah membuka kerja sama dengan investor. Pemerintah menawarkan kemudahan berusaha dan fasilitas pendukung bagi investor, mulai dari regulasi, perizinan, hingga insentif fiskal dan nonfiskal.
Sementara itu, sektor industri, listrik, dan pupuk merupakan konsumen gas terbesar di Indonesia. Sekitar 22,57% diekspor dalam bentuk LNG, dan 13,13% diekspor melalui pipa. Total konsumsi gas mencapai 5.734,43 BBUTD.
Untuk menjaga ketahanan energi, Indonesia menargetkan produksi gas bumi sebesar 12 BSCFD pada 2030. Berdasarkan Neraca Gas Indonesia, diperkirakan ada potensi surplus untuk memasok kebutuhan industri baru di dalam negeri atau untuk diekspor.
Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, khususnya untuk industri maupun pembangkit listrik, Pemerintah Indonesia terus meningkatkan pembangunan infrastruktur, misalnya, infrastruktur pipa gas. Selain itu, pengembangan pipa LNG skala kecil dan virtual juga penting untuk mengamankan pasokan energi di daerah-daerah tertentu dengan kendala geografis, seperti di pulau-pulau kecil yang tersebar, terutama di bagian timur negara itu.
“Dengan cadangan dan potensi yang melimpah tersebut, membuka pasar gas bumi di Indonesia. Kami menyambut para investor untuk bergabung dalam pengembangan gas di tanah air untuk menyediakan pasokan energi yang andal dan pada saat yang sama, untuk mencapai target NZE tahun 2060,” tutup Tutuka.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari