Jakarta, InfoPublik - Banyaknya negara berpenghasilan rendah dan menengah yang memiliki komitmen terhadap dekarbonisasi, sering terhambat oleh ruang fiskal yang terbatas dan kendala pembiayaan eksternal yang mengikat. Karenanya, kolaborasi antar negara menjadi penting.
Mengutip data The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Lead Co-Chair Think 20 (T20) Indonesia, Bambang Brodjonegoro, mengatakan dunia membutuhkan investasi terkait iklim sebesar US$125 triliun untuk mencapai emisi nol bersih pada 2050.
"Kapasitas ekonomi negara berkembang secara alami lebih rendah daripada negara maju. Tidak mengherankan bahwa mereka memiliki kapasitas fiskal dan moneter yang lebih kecil," kata Bambang dalam webinar di Jakarta, Kamis (2/6/2022).
Bahkan sebelum COVID-19, lanjut dia upaya dekarbonisasi skala besar di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah mengorbankan anggaran lainnya yang penting untuk agenda pembangunan ekonomi jangka panjang seperti infrastruktur dasar, sekolah, dan rumah sakit.
Pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di bawah Presidensi Indonesia, memiliki peran strategis guna menjawab tantangan itu, dan menggalang kerja sama lebih luas bagi terciptnya penggunaan energi bersih yang berkelanjutan.
Sebagai informasi, Indonesia adalah salah satu dari 40 negara lebih yang menandatangani deklarasi Global Coal to Clean Power Transition (Transisi Batubara Global Menuju Energi Bersih) di KTT Perubahan Iklim Ke-26 (COP26).
Sebagai kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia berkomitmen untuk mencapai target nol emisi pada 2060 atau paling cepat sekitar 2040, dengan syarat menerima bantuan keuangan dan teknis dari komunitas internasional.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) memperkirakan jalur pembangunan rendah karbon menuju nol emisi karbon pada 2045 dapat menghasilkan tingkat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) rata-rata enam persen per tahun atau di atas proyeksi bisnis biasa seperti saat ini.
Program ini juga diperkirakan dapat menciptakan 15,3 juta lapangan kerja dan yang paling penting adalah menempatkan Indonesia sebagai tujuan utama investasi hijau.
Kemajuan ini tentu dapat dicapai lebih cepat dengan dukungan yang kuat. Selama COP26, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berharap negara maju dapat merealisasikan pendanaan terkait perubahan iklim senilai US$100 miliar untuk negara-negara berkembang.
Dengan bantuan dana internasional, potensi Indonesia untuk menurunkan tingkat emisi karbon dapat terwujud.
Foto: FEB UI