Jakarta, InfoPublik - Pengamat ekonomi dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI), Mohamad Dian Revindo, menilai pelaksanaan Presidensi G20 Indonesia 2022 dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk mempromosikan kembali semangat kebersamaan atau multilateral dalam perdagangan global.
Menurut Mohammad, semangat kerja sama multilateral atau berkelompok seperti yang digagas World Trade Organization (WTO) guna mempromosikan perdagangan yang efektif semakin kandas seiring dengan peningkatan keberpihakan masing-masing pihak pada kepentingan sendiri.
Selain itu, lanjut Revindo, semangat bangkit bersama seperti yang digagas Indonesia dalam Presidensi G20 kal ini amat tepat untuk digaungkan dalam kerangka perdagangan global.
"Kalau dilihat saat ini kecenderungannya masing-masing negara memilih konsep bilateral dalam perdagangannya. Hal ini mungkin baik bagi sementara waktu, namun tidak baik dalam hal upaya pencapaian perdagangan yang efektif ke depannya," ujar Revindo melalui rilis yang diterima InfoPublik.id, Selasa (14/6/2022).
Efektivitas yang dimaksud disini adalah tercapainya harga yang wajar untuk masing-masing produk sehingga akan menguntungkan seluruh anggota yang terlibat dalam perdagangan itu baik sebagai produsen maupun konsumen.
Revindo mengatakan bahwa upaya merevitalisasi semangat perdagangan multilateralisme perlu terus dihidupkan guna menghindari macetnya perdagangan antar negara yang lebih luas yang membahayakan perekonomian dunia lebih lanjut.
"Perdagangan adalah sarana mencapai kesejahteraan bersama. Untuk itu perlu ada upaya bersama. Memang banyak pekerjaan rumah yang perlu dituntaskan ke depan. Tapi ini penting digelorakan dalam forum seperti G20 yang memiliki makna strategis," tandasnya.
Universitas Indonesia sendiri akan menyodorkan policy brief
yang dapat dijadikan bahan atau referensi untuk penciptaan perdagangan yang lebih efektif ke depan.
Menteri Perdagangan (Mendag), Muhammad Lutfi, saat berbicara dalam diskusi bertema Absorbing Commodity Shocks pada pertengahan bulan lalu menyatakan bahwa beberapa kejadian dunia yang sifatnya negatif dan insidentil seperti perang di Ukraina sebenarnya hanya berfungsi sebagai pendorong dan peringatan.
"Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo sudah sejak lima tahun lalu menyatakan bahwa perdagangan komoditas dunia perlu ditata ulang. Karena struktur dan sistem yang dominan saat ini lebih banyak dampak buruknya dibandingkan manfaatnya. Khususnya bagi masyarakat di negara berkembang besar seperti Indonesia, Brazil, India dan Tiongkok," kata Mendag Lutfi.
Yang dibutuhkan, menurut Mendag Lutfi, adalah perubahan mentalitas dalam memandang perdagangan bebas dunia sebagai lokomotif yang tidak bisa dilepaskan dari faktor-faktor non ekonomi.
Konsep yang dikenal dengan ESG (environment, sustainability and governance) saat ini menjadi ukuran pertama dan utama bagi investor dalam menanamkan modalnya. Konsep ESG adalah pembangunan ekonomi berbasis pemeliharaan lingkungan, pembangunan yang berkesinambungan dan tata kelola.