Indonesia.go.id - Meski Ditutup Tanpa Komunike, Bukan Berarti Pertemuan FMCBG Bali Gagal

Meski Ditutup Tanpa Komunike, Bukan Berarti Pertemuan FMCBG Bali Gagal

  • Administrator
  • Senin, 18 Juli 2022 | 11:29 WIB
G20

Jakarta, InfoPublik - Tidak terbentuknya komunike dalam pertemuan 3rd Finance Minister and Central Bank Governor (FMCBG) G20 pada 15-16 Juli di Bali bukan berarti Indonesia gagal menjadi tuan rumah dari forum ekonomi itu. Sebab, terdapat hal lain yang tercapai dan dapat berimplikasi nyata bagi tiap negara di tengah krisis saat ini.

Demikian disampaikan Kepala Departemen Ekonomi Center for Strategic International Studies (CSIS), Fajar B. Hirawan, ketika dihubungi, Minggu (17/7). "Menurut saya tidak terbentuk komunike atau pernyataan bersama bukan berarti pertemuan FMCBG dapat dinilai gagal," ujarnya.

Dia berpendapat, hasil yang paling nyata dari pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara G20 ialah munculnya kesadaran bahwa persoalan ekonomi dunia saat ini tidak dapat ditangani sendiri. Dengan kata lain, tiap negara menyadari pentingnya kerja sama dan bahu membahu untuk keluar dari krisis.

Kesadaran yang terbangun itu diharapkan dapat diimplementasikan oleh tiap negara agar tidak selalu mementingkan urusan masing-masing, melainkan mempertimbangkan lingkup global. Terlebih ancaman inflasi akibat perang Rusia-Ukraina mulai mengintai dan potensial mengganggu stabilitas perekonomian dunia.

"Jadi setiap negara harus siap mengantisipasi itu semua dengan kebijakan bauran fiskal-moneter yang mampu menjaga daya beli masyarakat, dan itulah mengapa diadakan FMCBG meeting karena Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia lah yang punya kepentingan," tutur Fajar.

Diketahui sebelumnya pertemuan ketiga FMCBG di Bali gagal membentuk komunike atau pernyataan bersama. Ini disebabkan oleh tensi politik dunia yang memanas akibat perang di Rusia dan Ukraina.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, Indonesia menyadari betul saat ini merupakan situasi yang sulit untuk mencapai kesepakatan bulat bersama. "Ini adalah situasi yang menantang dan sulit karena ketegangan politik. Jadi kami sangat menyadari konteksnya, bagaimana sebenarnya kami melakukan dan mendorong dan menyelenggarakan pertemuan ini," ujarnya dalam konferensi pers, Sabtu (16/7).

Sedianya, selaku tuan rumah, Indonesia telah menyediakan 14 paragraf Chair Summary yang akan diusulkan sebagai komunike. Dari 14 paragraf itu, terdapat 2 paragraf yang gagal mendapat kesepakatan dari tiap anggota negara G20.

2 paragraf yang tidak mendapatkan kesepakatan bulat itu berkaitan dengan ketegangan politik dan pendirian masing-masing negara anggota. "Tentu saja kami benar-benar menempatkan itu dalam konteks bahwa di satu sisi ini mencerminkan semua pandangan anggota ini dan di sisi lain ada masalah yang belum bisa mereka rekonsiliasi," kata Sri Mulyani.

Secara prinsip dan histori, G20 sedianya merupakan forum yang dibentuk membahas isu perekonomian. Namun situasi saat ini membuat adanya irisan antara tensi politik dan isu ekonomi itu sendiri.

Namun Sri Mulyani mengungkapkan, pertemuan ketiga ini sedianya telah berhasil mendapatkan sejumlah kesepakatan bulat yang cukup progresif. Salah satunya ialah mengenai pembentukan dana perantara keuangan (Financial Intermediary Fund/FIF) untuk kesiapsiagaan, pencegahan, dan respons (preparedness, prevention, and response/PPR) pandemi.

Itu dibuktikan dengan bertambahnya jumlah negara yang berkomitmen untuk berkontribusi pada FIF. Dalam pertemuan kali ini, Italia, Tiongkok, Uni Emirat Arab, Jepang, dan Korea Selatan menyatakan akan mendukung FIF baik dari gagasan maupun kontribusi dana.

Dengan demikian, jumlah dana yang saat ini terhimpun pada FIF berada di kisaran US$1,28 miliar, naik sekitar US$0,18 miliar dari pertemuan sebelumnya. Direncanakan FIF akan mulai beroperasi penuh tahun ini dengan Bank Dunia sebagai Wali Amanat dan WHO sebagai pendukung utamanya.

Hasil positif lain yang didapat dari pertemuan kali ini ialah adanya kesadaran dari tiap negara G20 untuk bekerja sama keluar dari krisis ekonomi saat ini. Beberapa diantaranya berkaitan dengan keberlanjutan infrastruktur, ketahanan pangan, hingga ekonomi dan keuangan digital.

"Jadi kita sepakat bahwa kita perlu melanjutkan semangat dalam kolaborasi dan kerjasama, itu sangat terlihat dan itulah semangat G20 yang menurut saya sangat kita banggakan masih bisa dipertahankan," pungkas Sri Mulyani.