Bali, InfoPublik - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata memakaikan busana khas Bali ‘Udeng’ dan ‘Kain Tenun Endek’ kepada para Delegasi Negara Anggota G20. Momentum spesial itu terjadi pada gala dinner dalam rangkaian pertemuan putaran kedua G20 Anti-Corruption Working Group (ACWG).
Alex menjelaskan, kedua busana itu merupakan salah satu kearifan lokal dan budaya masyarakat Bali yang sampai hari ini masih lestari. Dimana dalam tatanan kehidupan masyarakat, baik ‘Udeng’ maupun ‘Kain Endek’ merupakan dua komponen baju adat yang biasanya dipakai dalam berbagai kegiatan keagamaan.
“Udeng dan kain Endek itu kekayaan budaya masyarakat Bali dan Indonesia yang harus kita lestarikan dan banggakan. Melalui G20, Presidensi Indonesia juga turut memperkenalkan kearifan lokal ini kepada mata dunia,” kata Alex, seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Infopublik, Rabu (6/7/2022).
Bagi masyarakat Bali, khususnya laki-laki, ‘Udeng’ bukan hanya sekadar ikat kepala biasa. Lebih dari itu, ‘Udeng’ merupakan simbol dari pemusatan pikiran atau ‘ngiket manah’. Hal tersebut tercemin dari bentuk ‘Udeng’ yang tidak simetris.
Ciri khas Udeng sendiri berada pada desain yang bentuknya lebih tinggi pada bagian kanan. Hal ini memiliki makna bahwa setiap pemakainya didorong untuk berusaha berbuat kebaikan. Arah kanan dipercaya merespresentasikan kebaikan dalam menjalani kehidupan.
Pada ikatan tengah kening memiliki makna pemusatan pikiran. Sementara ikatan yang menunjuk ke arah atas merupakan representasi dari pikiran yang lurus ke atas sebagai bentuk pemujaan kepada Tuhan sang pencipta kehidupan.
Lanjut Alex, dalam konteks pemberantasan korupsi, bagian depan Udeng yang lancip dan tegak lurus ke atas dimaknai sebagai komitmen integritas, kejujuran, dan pengawasan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
“Harapannya setiap orang yang memakainya bisa menjauhi tindak pidana korupsi dalam setiap aktivitas sehari-hari karena memiliki keyakinan bahwa Tuhan selalu mengawasi,” pesan Alex.
Sama halnya, ‘Kain Endek’ juga memiliki filosofi mendalam bagi masyarakat Bali karena digunakan untuk kepentingan ritual adat. ‘Endek’ berasal dari kata ‘gendekan’ atau ‘ngendek’ yang artinya diam atau tetap. Bagi masyarakat, ‘kain Endek’ merupakan karya seni luar biasa yang diwarisi oleh para leluhur.
‘Kain Endek’ dibuat dari benang sutra yang membentuk pola-pola bewarna emas atau perak. Untuk kegiatan adat, desain yang digunakan ialah membentuk motif patra dan encak saji. Motif ini cukup sakral bagi masyarakat karena memiliki makna bahwa setiap orang harus memiliki rasa hormat pada Sang Pencipta Kehidupan.
Sementara untuk kegiatan sehari-hari, motifnya ialah flora, fauna, dan tokoh pewayangan. Motif ini memiliki makna yaitu kerapatan antara satu dengan lainnya. Dimana setiap manusia harus menjalin keharmonisan untuk menciptakan tatanan hidup yang stabil.
Selain menerima ‘Udeng’ dan ‘Kain Endek’, pada gala dinner ini, seluruh Delegasi Negara Anggota G20 ACWG putaran kedua turut disajikan masakan khas nusantara. Kudapan khas nusantara dan bunyi desir ombak di Pantai Nusa Dua yang menjadi lokasi pertemuan G20 ACWG, menjadi harmoni indah bagi para delegasi setelah membahas isu peningkatan peran audit dalam upaya pemberantasan korupsi yang akan menjadi High Level Principle (HLP).
Foto: humas KPK