Jakarta, InfoPublik – Development Ministrial Meeting (DMM) pada Presidensi G20 Indonesia 2022 menjadi puncak pelaksanaan Development Working Group Meeting di Jakarta, Yogyakarta, dan Bali, yang berhasil menyepakati dua dokumen keluaran atau deliverables.
Kedua dokumen yang dimaksud adalah G20 Roadmap for Stronger Recovery and Resilience in Developing Countries, including LDCs and SIDS; serta G20 Principles to Scale up Blended Finance in Developing Countries, including LDCs and SIDS.
Menyikapi tensi geopolitik beserta implikasi negatif yang ditimbulkan, DMM 2022 menyepakati bahwa penyelesaian tantangan pembangunan membutuhkan kolaborasi, multilateralisme yang lebih inklusif dan optimal melalui perumusan aksi kolektif.
“Di tengah maraknya tantangan serta perbedaan pendapat dalam menyikapi tantangan tersebut, bukanlah hal yang mudah untuk menemukan titik tengah. Walau begitu, sekali lagi, saya bangga, Menteri-Menteri Pembangunan G20 dapat hadir dan membahas isu-isu krusial dalam sektor pembangunan, khususnya dengan mengedepankan perspektif negara-negara berkembang,” ujar Menteri Perencanaan Pembamgunan Nasional(PPN)/Kepala Bappenasa Suharso Monoarfa di Belitung, Jumat (9/9/2022).
Untuk diketahui, Kementerian PPN/Bappenas merampungkan pelaksanaan G20 Development Ministerial Meeting (DMM) yang berlangsung 7-9 September 2022 di Belitung.
Suharso Monoarfa menegaskan, Pertemuan Tingkat Menteri Pembangunan G20 tersebut menegaskan komitmen dan relevansi G20 sebagai forum utama untuk kerja sama ekonomi internasional yang bertujuan mempersempit ketimpangan pembangunan serta mengentaskan kemiskinan global.
“Ini adalah kali kedua dalam sejarah G20, kita dapat mengumpulkan seluruh Menteri Pembangunan dari negara-negara G20, negara undangan, dan Kepala Organisasi Internasional untuk menyatukan komitmen bersama dalam mendukung aksi pembangunan,” ujar Menteri Suharso.
Sejarah turut diukir melalui pemilihan Belitung, yang untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, menjadi tuan rumah pelaksanaan pertemuan internasional bagi menteri dari 20 negara dengan ekonomi terbesar di dunia.
Belitung merepresentasikan proses pembangunan dan transisi nyata dari ketergantungan pada sektor ekstraktif yaitu penambangan timah, menuju pengembangan sektor turisme yang inklusif dan berkelanjutan.
“Ini menunjukkan, capaian pembangunan tidak mungkin terwujud dalam satu malam. Dibutuhkan komitmen kuat, kebijakan konkret, dan konsistensi pemerintah untuk mencapai transisi. Inilah kesan yang ingin kami sampaikan kepada para Menteri Pembangunan G20 dan seluruh delegasi,” urai Menteri Suharso.
G20 DMM membahas sejumlah fokus pembangunan, di antaranya percepatan pencapaian Target Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals, perluasan skala pembiayaan inovatif yakni blended finance, peningkatan produktivitas dan daya saing UMKM, optimalisasi perlindungan sosial adaptif, hingga transformasi ekonomi dengan implementasi ekonomi hijau dan ekonomi biru melalui pembangunan rendah karbon dan pembangunan berketahanan iklim. Para Menteri Pembangunan G20 akan bermitra dengan negara berkembang, organisasi internasional, Bank Pembangunan Multilateral, dan pemangku kepentingan lain untuk melaksanakan kerja sama pembangunan internasional, mencakup riset kebijakan, platform dialog, Kerja Sama Utara-Selatan, serta Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular.
“Sebagai salah satu kontribusi konkret, Pemerintah Indonesia juga menginisiasi pembentukan Global Blended Finance Alliance,” tutur Menteri Suharso.
(Foto: Humas Bappenas)