Jakarta, InfoPublik - Meningkatkan pemberdayaan ekonomi perempuan menjadi salah satu kunci untuk mengurangi kesenjangan atau bahkan menutup kesenjangan gender (gender gap) dalam partisipasi angkatan kerja perempuan.
Menurut Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Lenny N Rosalin, dengan memberdayakan perempuan akan memberikan dampak tidak hanya pada perempuan itu sendiri tetapi juga pada keluarga, lingkungan, masyarakat, dan tentunya pada negara.
"Apalagi untuk Indonesia, dimana jumlah perempuan Indonesia sebesar 49,5 persen dari total penduduk (273 juta) kita," ujarnya dalam acara The 1st International Conference on Women & Shari'a Community Empowerment yang juga merupakan Side Event Presidensi G20 Indonesia dan Road to Indonesia Shari'a Economic Festival 2022 yang diselenggarakan di Jakarta, pada Kamis (11/8/2022).
Namun sayangnya, jika melihat tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan atau besarnya perempuan masuk ke dalam pasar kerja ternyata baru mencapai 54 persen, jauh berbeda dengan tingkat partisipasi angkatan kerja laki-laki yang mencapai 83 persen.
"Terdapat gender gap yang sangat tinggi, yakni 30 persen antara perempuan dan laki-laki dalam pasar kerja yang mana kalau kita lihat perkembangannya setiap tahun peningkatannya hanya sekitar 0,5 persen bagi perempuan," ujar Lenny.
Dengan peningkatan tersebut, dibutuhkan lebih dari 60 tahun untuk menyetarakan partisipasi angkatan kerja antara perempuan dan laki-laki apabila ingin menutup kesenjangan tersebut, dan inilah yang menjadi salah satu target dari sustainable development goals (SDGs), juga di tingkat global, agar kesenjangan tersebut dapat diperkecil atau dihilangkan.
Padahal, berdasarkan McKinsey Global Institute, Indonesia dapat meningkatkan produk domestik bruto (PDB) sebesar 135 miliar dolar AS per tahun pada 2025 hanya dengan meningkatkan partisipasi ekonomi perempuan.
"Tentunya inilah tantangan kita bersama karena untuk memberdayakan perempuan di bidang ekonomi memerlukan sinergi, memerlukan kerja bersama, dan memerlukan juga data-data yang harus siap bisa ditampilkan kepada publik bahwa memang betul-betul apa yang kita lakukan memberikan dampak positif berupa output dan outcome bagi kemajuan perempuan itu sendiri," ucap Lenny.
Terkait dengan pembangunan ekonomi perempuan, Kemen PPPA telah melakukan banyak upaya-upaya dan bersinergi tidak hanya dengan lintas kementerian/lembaga, bahkan juga dengan dunia usaha, serta lembaga masyarakat.
"Saya rasa Kemen PPPA merangkul semua karena kami juga bergerak sampai ke tingkat desa. Kami ingin menjadikan desa di seluruh Indonesia yang berjumlah 74.962 menjadi desa yang ramah perempuan dan peduli anak, dan salah satunya ditunjukkan dengan perempuan desa yang berdaya di bidang ekonomi," kata Lenny.
Adapun fokus perempuan yang digarap, lanjut dia, sebagian besar adalah para perempuan yang selama ini masih banyak belum terjangkau seperti para perempuan penyintas, para perempuan yang menjadi tulang punggung ekonomi keluarga, dan para perempuan yang berada di lokasi bencana.
"Kami bersinergi dengan semua pihak dan tentunya para perempuan pada umumnya, dan di era digital ini kami memberikan peningkatan kapasitas bagi mereka. Sekali lagi kami lebih banyak fokuskan di tingkat desa untuk menjangkau bagi mereka yang belum terjangkau. Tentunya di era digital ini salah satu strategi yang akan kami angkat adalah bagaimana digital ekonomi juga bisa dipahami dan dipraktekkan secara langsung oleh para perempuan," imbuhnya.