Solo, InfoPublik - Transisi energi merupakan salah satu prioritas dalam Presidensi G20 Indonesia. Setidaknya terdapat tiga isu utama dalam hal itu, yakni meningkatkan aksesibilitas energi, memajukan pembiayaan energi, dan meningkatkan penggunaan teknologi bersih dan teknologi pintar.
Berbagai pertemuan di tingkat teknis hingga tingkat menteri telah membahas skema kerja sama G20 terkait hal tersebut, utamanya dalam hal percepatan kerja sama transisi energi agar komitmen pencapaian target ketiga isu tersebut dapat segera tercapai.
Fokus isu aksesibilitas energi adalah menjadikan energi terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern bagi semua pihak, terutama untuk keperluan memasak dan listrik yang lebih bersih.
"Dalam jangka pendek, pemerintah Indonesia yang saat ini sedang mempersiapkan program kompor induksi untuk rumah tangga yang akan menggantikan kompor berbahan bakar fosil merupakan salah satu langkah yang telah dilakukan agar masyarakat dapat memasak dengan energi yang lebih bersih dan hemat," ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Seminar Internasional E20 dengan tema “State of The Art Technologies and Financial Models for Energy Transition” secara virtual, Kamis (4/8).
Dalam masalah pembiayaan transisi energi, dalam pertemuan G20 pada bulan lalu, Indonesia menghasilkan salah satu concrete deliverables dengan diluncurkannya Country Platform for the Energy Transition Mechanism.
Platform tersebut merupakan kerangka kerja penyediaan pembiayaan transisi energi, baik untuk tujuan pensiun dini pembangkit listrik tenaga batubara maupun untuk investasi dalam pengembangan energi hijau, dengan memobilisasi dana publik dan swasta secara berkelanjutan dan dapat diadopsi di negara lain sebagaimana diperlukan.
"Dalam mencapai isu energi bersih dan teknologi pintar, Persatuan Insinyur Indonesia (PII) memiliki berperan penting dimana PII telah memperkenalkan Engineers 20 (E20) yang akan menjadi platform kolaborasi untuk menghasilkan pengembangan Transisi Energi hijau yang ramah lingkungan, selain menghasilkan karya di bidang aplikasi digital dan produk kesehatan yang efisien dan hemat biaya," ujar Airlangga.
Salah satu contoh yang telah diberikan oleh para insinyur Indonesia dalam menghasilkan produk bahan bakar ramah lingkungan yaitu B30 yang merupakan campuran bahan bakar fosil (gasoil) dengan minyak sawit (FAME).
Produk itu tidak hanya dapat mengurangi impor BBM, tetapi juga menciptakan kemandirian energi, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan meningkatkan harga minyak sawit sehingga kesejahteraan petani meningkat.
Upaya memproduksi bahan bakar dari minyak sawit yang sumbernya melimpah di dalam negeri juga telah berhasil dirintis oleh para insinyur dengan memproduksi produk solar dan minyak sawit menggunakan katalis Merah Putih, sehingga akan mengurangi ketergantungan energi dari negara lain.
"PII harus terus mendorong riset dan inovasi untuk selalu mampu menjawab berbagai tantangan, antara lain dari sisi perubahan iklim, transisi energi, transformasi digital, dan kesehatan. Pemerintah juga telah memberikan insentif pajak, super tax deduction, bagi lembaga penelitian dan pelaku usaha yang bergerak di bidang penelitian dan pengembangan (R&D)," pungkas Airlangga.
Dengan adanya fasilitas insentif ini diharapkan kontribusi swasta dan dunia usaha dalam penelitian dan pengembangan dapat meningkat sehingga berdampak pada peningkatan daya saing nasional, penguatan pertumbuhan industri berbasis teknologi, dan pengembangan kolaborasi antara pelaku industri dan ilmu pengetahuan dan teknologi.