Jakarta, InfoPublik – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyelenggarakan G20 Side Event on Care Economy bertema 'The Future of Care Economy (Ekonomi Perawatan) for Women, Children, and Quality Jobs: Passing on The Baton and Translating the G20 Commitment into Concrete Actions.'
Kegiatan ini menyoroti isu krusial dari G20 Ministerial Conference on Women Empowerment (MCWE), yaitu isu perawatan tidak berbayar yang selama ini di pikul perempuan.
Kemen PPPA dalam kegiatan tersebut juga ingin memastikan agar isu krusial tersebut (perawatan tidak berbayar) dapat dilanjutkan dalam Presidensi G20 berikutnya yang akan diemban oleh India pada 2023 mendatang.
Aspek ekonomi perawatan pasca Pandemi COVID-19, dimana perempuan menanggung beban terbesar dari pekerjaan perawatan atau pengasuhan tidak berbayar, berdampak pada rendahnya partisipasi kerja perempuan.
Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, mengungkapkan bahwa salah satu penyebab paling signifikan mengapa perempuan tertinggal di belakang laki-laki pada sektor partisipasi angkatan kerja adalah adanya faktor beban pekerjaan perawatan yang tidak dibayar yang harus mereka pikul.
"ILO (Internasional Labour Organization, 2018), menyatakan bahwa perempuan melakukan pekerjaan perawatan tidak berbayar 3,2 kali lebih banyak dibandingkan laki-laki. Pasalnya, pekerjaan perawatan tak berbayar termasuk di dalamnya adalah mengasuh anak, telah dianggap sebagai pekerjaan perempuan selama puluhan tahun," kata Menteri PPPA sebagaimana dikutip InfoPublik pada Kamis (13/10/2022).
Lebih lanjut ia memaparkan, potensi pekerjaan perawatan tak berbayar yang biasanya masuk dalam sektor informal bagi perekonomian, seharusnya mampu menciptakan 475 juta lapangan pekerjaan formal pada 2030 secara global (ILO, 2018).
Jika hal itu dapat diwujudkan, maka akan berdampak pada peningkatan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja, menaikkan pendapatan negara, menyejahterakan keluarga, meningkatkan kesehatan anak, keterampilan kognitif dan memberikan dampak psikososial yang positif.
Isu pekerjaan perawatan tidak berbayar dan ketidaksetaraan gender telah menjadi tantangan global sejak lama, terlebih menjadi signifikan sejak pandemi COVID-19. Untuk itu, investasi pada perempuan penting dilakukan mengingat jumlah penduduk perempuan yang hampir setengah dari populasi penduduk dunia, dan 60 persen diantaranya berada pada usia kerja.
"Upaya serius harus dilakukan untuk mengubah pekerjaan perawatan menjadi berbayar untuk meningkatkan ekonomi perawatan, serta menjadikan pekerjaan perawatan tanggung jawab bersama antara perempuan dan laki-laki," ucapnya Menteri PPPA.
Pemerintah Indonesia menyadari pentingnya pekerjaan perawatan, khususnya yang berkaitan erat dengan pengasuhan anak dalam keluarga. Oleh karenanya, Kemen PPPA berupaya menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perempuan dan keluarga dalam memberikan pengasuhan berkualitas kepada anak-anak mereka.
Berbagai upaya dilakukan Kemen PPPA dalam meningkatkan peran serta perempuan dalam sektor ketenagakerjaan sekaligus mewujudkan perlindungan anak melalui Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) yang telah dimulai sejak 2020.
Indikator DRPPA diantaranya terwujudnya sistem pengasuhan berbasis hak anak, dimana tanggung jawab perawatan dan pengasuhan anak tidak hanya dibebankan kepada perempuan atau ibu, melainkan juga pada ayah, pengasuhan pengganti, masyarakat hingga peran serta negara untuk menyediakan fasilitas.
Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kemen PPPA, Lenny N. Rosalin, menyatakan bahwa saat ini akses layanan perawatan anak yang mudah dijangkau masih kurang sehingga menghambat perempuan masuk ke dunia kerja.
Berinvestasi dalam layanan perawatan yang komprehensif memungkinkan perempuan untuk terus bekerja sambil meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, kebutuhan dan minat anak-anak, serta anggota keluarga lainnya.
"Kami menyadari bahwa investasi dan kemitraan, khususnya dalam ekonomi pasca-COVID-19, dapat berdampak langsung dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan. Oleh karenanya kami mendorong pengembangan layanan perawatan yang komperhensif melalui pengembangan infrastruktur perawatan, perumusan kebijakan ramah keluarga di bawah pilar kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan dan perlindungan sosial," tutur Lenny.
Pengembangan layanan perawatan dan mendorong kesejahteraan perempuan diharapkan dapat membawa multiplier effect yang beririsan dengan isu ekonomi, sosial, kesehatan, ketenagakerjaan dan pendidikan. Dampak tersebut diantaranya meningkatkan kesejahteraan keluarga, menaikan kemampuan pemberian gizi anak, mencegah stunting, hingga mewujudkan wajib belajar 12 tahun bagi anak sebagai generasi penerus.