Indonesia dianggap berhasil untuk memimpin pengoptimalan keuangan syariah secara global melalui penerbitan sukuk hijau sekaligus sebagai instrumen operasi moneter. Sejalan dengan itu, pemanfaatan digitalisasi melalui penggunaan QRIS dan BI-FAST pada transaksi ritel baik komersial maupun sosial syariah seperti donasii ZISWAF (zakat, infak, shodaqoh, dan wakaf) terus meningkat.
Nusa Dua, InfoPublik - Bank Indonesia (BI) menyoroti lima strategi yang diperlukan untuk memajukan sukuk sebagai instrumen ekonomi syariah yang berkelanjutan.
Kelima strategi tersebut adalah (i) mendorong komitmen bersama antarotoritas dan negara, (ii) mengembangkan/desain proyek hijau, (iii) mengembangkan struktur pembiayaan hijau, (iv) memperkuat komunikasi, dan (v) optimalisasi digitalisasi. Dengan menerapkan kelima strategi tersebut, risiko dalam proses transisi ekonomi rendah karbon juga dapat termitigasi.
Demikian disampaikan Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Diskusi Tingkat Tinggi bertema “Leveraging on Sukuk for Sustainable Finance" dan “Islamic Finance and Digitalization", yang diselenggarakan Bank Indonesia (BI) bersama Islamic Development Bank, Kementerian Keuangan Republik Indonesia, dan Saudi Arabia Monetary Authority, yang juga merupakan side events Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Indonesia 2022, di Bali (14/11/2022).
Pada kesempatan tersebut, Gubernur Perry juga menekankan tiga hal penting terkait digitalisasi ekonomi syariah (eksyar) yaitu (i) Indonesia melalui Presidensi G20 telah melangkah ke depan melalui berbagai inisiatif digitalisasi, (ii) Implementasi sistem pembayaran lintas negara melalui Regional Payment Connectivity (RPC) antara Thailand, Malaysia, Singapura dan Filipina menjadi terobosan yang bermanfaat bagi masyarakat, dan (iii) Digitalisasi akan terus didorong pada sektor ekonomi syariah, termasuk pasar sukuk serta bagi instrumen ZISWAF.
Hal senada disampaikan oleh Gubernur Bank Sentral Arab Saudi, Fahad Al Mubarak. Menurutnya pasar ekonomi keuangan syariah yang besar memilki peluang yang perlu dimanfaatkan yaitu melalui penggunaan teknologi.
"Tentu masih perlu disadari besarnya tantangan yaitu inklusi keuangan. Arab Saudi sebagai pasar terbesar ekonomi syariah sendiri telah mengembangkan pasar produk dan layanan syariah serta mengimplementasikan digitalisasi yang dimulai dari sektor keuangan," kata Fahad.
Fahad Al Mubarak pun berharap negara-negara lain dapat mengembangkan ekonomi syariah melalui transformasi digital.
Keuangan berkelanjutan dan digitalisasi sistem pembayaran menjadi bagian dari agenda pembahasan Jalur Keuangan Presidensi G20 Indonesia 2022. Pengembangan sukuk hijau berkelanjutan serta digitalisasi ekonomi keuangan syariah (eksyar) menjadi wujud implementasi dari kedua agenda dimaksud.
Indonesia dianggap berhasil untuk memimpin pengoptimalan keuangan syariah secara global melalui penerbitan sukuk hijau sekaligus sebagai instrumen operasi moneter. Sejalan dengan itu, pemanfaatan digitalisasi melalui penggunaan QRIS dan BI-FAST pada transaksi ritel baik komersial maupun sosial syariah seperti donasii ZISWAF (zakat, infak, shodaqoh, dan wakaf) terus meningkat. Dengan kemudahan, kecepatan, dengan biaya yang terjangkau, digitalisasi bermanfaat bagi industri halal.