Tangis dan histeria pecah di Rumah Sakit Umum Daerah Bahteramas, Sulawesi Tenggara. Beberapa orang terlihat keluar dari kamar mayat sambil menggotong jenazah yang terbungkus plastik. Keluarga menolak jenazah dimasukkan dalam peti dan diangkut menggunakan ambulans. Senin, (23/3/2020) siang itu, mereka memilih memasukkan jenazah perempuan berusia 34 tahun itu ke mobil pribadi.
Tiba di rumah duka, isak tangis pecah. Sanak keluarga dan tetangga terlihat sudah bersiap menyambut. Mereka memindahkan jenazah itu ke dalam rumah. Jenazah perempuan berinisian R itu ditempatkan di tempat tidur. Dalam video yang beredar terlihat, beberapa orang mengerubuti jenazah di kamar itu. Beberapa orang tampak membuka bungkus plastik. Ada juga yang memeluk dan mencium jenazah itu.
Sebelum meninggal, R tercatat pernah melakukan perjalanan umrah dan tiba di Tanah Air pada 17 Februari lalu. Sebulan setelah umrah, warga Kolaka Sulawesi Tenggara ini mengeluh sakit perut dan batuk. Ia kemudian berobat ke RS Bhayangkara, Kendari. Dokter mendiagnosanya. Rumah sakit kemudian merujuk pasien ke RSUD Bahteramas. Menurut dokter RS Bahteramas pasien mengalami gangguan bronkitis pneumonia (salah satu gejala awal Covid-19).
Rumah sakit menyatakan R berstatus PDP (pasien dalam pengawasan). Pasien pun disolasi. Tiga hari dirawat, R meninggal. Karena berstatus PDP, rumah sakit memperlakukan jenazah sesuai dengan protokol kesehatan. Jenazahnya dikafani lalu dibungkus rapat dengan plastik. Pihak rumah sakit juga sudah menyiapkan peti namun keluarga menolak. Karena masih berstatusnya PDP, keluarga menganggap pasien tidak terinfeksi virus corona. Sehingga mereka masih memperlakukan jenazah itu seperti layaknya jenazah normal.
Keluarga ini tak sendiri. Ada banyak keluarga yang tetap mengabaikan aturan tentang pasien yang diduga terpapar corona. Mereka memperlakukan jenazah itu bak jenazah normal. Dalam aturan, perlakukan jenazah pasien PDP sebenarnya hampir sama dengan jenazah yang positif Covid-19.
Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Rabiul Awal mengatakan, pihak rumah sakit sudah memperlakukan jenazah pasien sesuai dengan protokol kesehatan, meski pasien belum dinyatakan positif. Pemberlakukan protokol kesehatan ini untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk yakni jika hasil laborotoriumnya ternyata jenazah dinyatakan positif.
Pemberlakukan protokol kesehatan yang dibuat WHO menyebutkan, setelah dinyatakan meninggal, jenazah tak boleh langsung dimandikan. Jenazah harus didiamkan lebih dari dua jam. Lalu lubang-lubang tubuh jenazah ditutup dengan kasa absorben dan diplester kedap air.
Setelah dimandikan dan dikafani atau diberi pakaian, jenazah dimasukkan ke dalam kantong jenazah atau dibungkus dengan plastik dan diikat rapat. Jika diperlukan pemetian, peti jenazah ditutup rapat. Pinggiran peti disegel dan dipaku atau disekrup sebanyak 4 sampai 6 titik. Peti jenazah yang terbuat dari kayu harus kuat, rapat, dan ketebalan peti minimal 3 cm.
Begitu juga terhadap mereka yang terlibat mengurus jenazah. Mereka harus benar-benar memperhatikan protokol kesehatan yang dibuat WHO. Mereka harus menggunakan alat pelindung diri (APD). Ini semua dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan. Karena banyak yang masih bingung dan ada mengabaikan protokol kesehatan ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mengeluarkan fatwa Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengurusan Jenazah (Tajhiz Al-Jana'iz) Muslim pada Jumat, 27 Maret 2020.
Dalam fatwa tersebut disebutkan, pengurusan jenazah, terutama dalam memandikan dan mengafani, harus dilakukan sesuai protokol medis yang dilakukan pihak berwenang dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat (hukum agama). "Sedangkan untuk mensalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga (petugas dan pentakziah) tidak terpapar Covid-19," demikian bunyi Fatwa MUI itu.
Tak hanya pengurusan terhadap jenazah yang beragama Islam, Direktorat Jenderal Bimas Katolik juga mengeluarkan tata cara memperlakukan jenazah pasien yang positif corona. "Prinsipnya, pengurusan jenazah pasien Covid-19 dilakukan oleh petugas kesehatan pihak rumah sakit yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan," kata Plt Dirjen Bimas Katolik Aloma Sarumaha, beberapa waktu lalu.
Semua aturan yang dikeluarkan masing-masing otoritas itu pada intinya satu, yakni mencegah penularan yang lebih luas.
Penulis: Fajar WH
Editor: Eri Sutrisno
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini