Di ASI ibu yang terkonfirmasi positif mengalir antibodi Imunoglobulin A dan G, Lactalbumin, dan Lactoferin yang secara spesifik menjadi benteng perlawanan terhadap SARS COV-2. Ini adalah imunisasi pasif alami dari ibu penyintas Covid-19 kepada bayinya.
Air susu ibu (ASI) yang diberikan secara eksklusif dalam enam bulan pertama diyakini dapat meningkatkan kekebalan bayi terhadap virus corona. Diperlukan dukungan baik kepada ibu menyusui agar tetap memberikan ASI eksklusif kepada bayinya apapun status kesehatan sang ibu. Sebab, menyusui secara signifikan mampu meningkatkan derajat kesehatan, perlindungan maupun kesejahteraan untuk ibu, bayi, maupun keluarga.
Demikian dikatakan Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Kartini Rustandi dalam webinar memperingati Hari ASI Sedunia 1 Agustus 2021 seperti dikutip dari siaran pers Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jumat (6/8/2021). Menurut Satuan Tugas Covid-19 Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Wiyarni Pambudi, ibu menyusui yang terkonfimasi positif virus SARS COV-2 tetap bisa memberikan ASI eksklusif kepada buah hatinya. Justru berdasarkan hasil penelitian, ASI pada ibu positif Covid-19 memiliki kandungan antibodi yang tinggi.
“Pada ASI ibu yang terkonfirmasi positif ternyata mengalir antibodi Imunoglobulin A dan G. Mengalir pula Lactalbumin, Lactoferin dan lain-lain yang secara spesifik merupakan benteng perlawanan terhadap SARS COV-2. Inilah yang disebut imunisasi pasif alami, yang diberikan ibu penyintas Covid-19 kepada bayinya,” kata Wiyarni.
Wiyarni menambahkan, antivitas antibodi sIgA spesifik SARS COV-2 dan IgG spesifik dalam air susu penyintas Covid-19 mampu bertahan selama 7--10 bulan pascainfeksi. Peningkatan kekebalan tubuh, juga ditemukan pada ibu menyusui yang telah mendapatkan vaksinasi Covid-19. Bahkan, kadar antibodinya telah meningkat sejak 14 hari pascapenyuntikan pertama.
“Pada ibu yang telah vaksinasi Covid-19 ditemukan kadar antibodi slgA spesifik SARS COV-2 dalam ASI meningkat pesat dalam waktu 14 hari pascavaksinasi dosis pertama, semakin kuat setelah minggu ke-4 dan terukur lebih tinggi pada minggu ke-5 dan ke-6,” terangnya.
Dalam dua kondisi tersebut, dukungan dan semangat terhadap ibu menyusui untuk memberikan ASI eksklusif kepada buah hatinya harus terus disuarakan terutama saat pandemi. Sebab, selain sebagai sumber makanan utama, ASI juga penting untuk melindungi bayi dari paparan Covid-19.
Satgas Covid-19 IDAI mencatat hingga akhir Juli 2021 sebanyak 447 anak berusia di bawah 1 tahun meninggal akibat Covid-19, yang mana 16 persen di antaranya adalah bayi baru lahir.
Oleh karenanya, aktivitas menyusui tidak boleh terputus kendati ibu menyusui adalah kontak erat maupun telah terkonfirmasi positif Covid-19. ASI dapat diberikan dengan tetap melakukan protokol kesehatan ketat dan tidak mengalami gejala yang berat, jadi ibu masih bisa menyusui langsung.
Apabila sang ibu merasa dirinya lemah dan tidak memiliki kekuatan untuk menyusui langsung, maka bayi dapat diberikan ASI perah (ASIP) baik oleh ibu maupun anggota keluarga yang lain. “Menyusui tidak boleh terputus apapun status ibu. Apabila kondisisnya tidak memungkinkan, ibu yang positif dan dirawat harus didukung agar bisa memerah ASI. Jika ibu masih kuat, lanjutkan dengan tetap mengikuti protokol pencegahan Covid-19,” pesannya.
Sementara itu, Entos Zainal selaku Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Ahli Gizi Indonesia (DPP PERSAGI) menekankan, dalam situasi sekarang ini pihaknya aktif melakukan edukasi. Bersama Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah (pemda) maupun organisasi nonpemerintah, edukasi yang diberikan PERSAGI salah satunya melalui talkshow.
Juga menerjunkan kader-kader untuk memberikan penyuluhan dan pendampingan langsung kepada masyarakat serta menyediakan layanan telekonsultasi untuk memantau kesehatan ibu dan anak. PERSAGI memberi dukungan agar kepercayaan diri ibu menyusui makin meningkat karena gangguan psikis dapat mengurangi produksi ASI.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari