Eskalasi penularan Covid-19 di Indonesia sudah memasuki tahap yang mengkhawatirkan. Sampai Jumat (17/4/2020) tercatat ada 5.923 pasien positif terinfeksi, dan 520 di antaranya meninggal dunia. Penambahan pasien positif Covid-19 pada kisaran 300-350 orang per hari. Di luar itu, ada belasan ribu pasien lain yang menunjukkan gejala ke arah Covid-19, yang biasa disebut PDP (pasien dalam pengawasan), yang memerlukan pemeriksaan segera.
Situasi ini direspons pemerintah dengan menambah laboratorium pemeriksaan swab, istilah yang biasa dipakai untuk merujuk ke proses deteksi virus melalui sampel lendir di tenggorokan para pasien. Pemerintah menetapkan standar baku bahwa pasien dinyatakan positif Covid-19 bila pada sampel lendir tenggorokannya ditemukan virus SARS COV-2, nama resmi kuman penyebab Covid-19 ini. Pemeriksaan dilakukan secara molekuler dengan piranti PCR (Polymerase Chain Reaction) yang presisinya bisa diandalkan.
Pada awalnya, semua sampel dari seluruh Indonesia dikirim ke Laboratorium Biomedik yang ditangani Pusat Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan (Puslitbang Kemenkes) di Jl Percetakan Negara, Jakarta Pusat. Namun, semakin hari makin kewalahan. Dengan kemampuan memeriksa 1.500 spesimen, Laboratorium Biomedik tidak mampu menangani spesimen yang terus mengalir. Belum lagi ada persoalan jarak. Pemeriksaan sampel akan makan waktu lebih lama.
Sejak pertengahan Maret lalu, laboratorium di Institut Biologi Molekuler Eijkman (Jakarta) dan Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dilibatkan. Institut Eijkman, yang terletak dekat RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dapat menangani 200 sampel per hari, sedangkan Unair mampu memeriksa sekitar 100 spesimen. Cukup? Tentu, tidak.
Secara bertahap, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengoperasikan laboratorium pada Balai Besar Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBKLPP) serta Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Pengedalian Penyakit (BTKLPP), yang ada di berbagai kota, untuk melakukan pemeriksaan PCR atas spesimen pasien.
Sudah ada empat BBKLP, instansi di bawah Litbang Kesehatan yang dipimpin pejabat eselon dua, yang melaksanakan pemeriksaan diagnostik itu. Lokasinya ada di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Banjar Baru (Kalimantan Selatan). Sedangkan BKLPP, instansi serupa di bawah pejabat eselon tiga, yang menjalani tugas khusus ini ada di Medan, Batam, Palembang, Makassar, Manado, dan Ambon.
Pemberdayaan Sumber Daya
Pemerintah terus menyiapkan tambahan kapasitas pemeriksaan Covid-19. Juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto, Rabu (15/4/2020), menyatakan bahwa 32 lembaga telah tergabung ke dalam jaring pemeriksaan berbasis teknologi molekuler ini. “Kita harus menuju target melakukan 10 ribu tes PCR per hari dengan mengaktifkan 78 laboratorium,” kata Achmad Yurianto, juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, dalam acara telekonferensi dari Graha BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Dari 78 itu, 32 telah dioperasikan.
Selain menambah jumlah laboratorium, pemerintah juga akan meningkatkan jumlah mesin PCR, ketersediaan reagen (paket larutan khusus yang diperlukan dalam proses PCR), sumber daya manusia (SDM), dan melakukan sistem zonasi. Spesimen PDP dari Lampung atau Jambi dibawa ke Palembang, dari Klaten atau Magelang cukup ke Yogyakarta, dan dari Soppeng ke Makassar saja.
Tidak semua harus ke Jakarta seperti sebelumnya. Dengan demikian, bisa memperpendek jarak dan menghemat waktu. "Saat ini kita sudah datangkan lagi 150 ribu reagen PCR, dan kita distribusikan ke lab-lab yang sudah jadi jejaring pemeriksaan Covid-19," begitu Yurianto, yang kini menjabat sebagai Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) di Kemenkes itu, menambahkan.
Di antara pendatang baru dalam jaringan lab observasi Covid-19 itu adalah Lab Biomolekuler IPB University di Bogor. Lembaga pendidikan ini turut menyingsingkan lengan baju setelah menerima permintaan resmi dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kota Bogor, dan mengantongi persetujuan dari pemerintah pusat.
Dari empat mesin PCR yang berada di tiga unit laboratorium universitas, tiga di antaranya kini didedikasikan untuk tugas identifikasi Covid-19. Mesin PCR itu ditangani oleh ilmuwan yang sudah berpengalaman dalam urusan patologi virus. Laboratorium bioteknologi/biomolekuler IPB University ini pun sudah menerima spesimen swab nasofaring pasien kiriman dari Dinas Kesehatan setempat sejak Senin (13/4/2020). “Hingga hari ini kami telah menerima 117 spesimen,” demikian disampaikan dalam rilis yang dipublikasikan IPB University.
Bagi kalangan para ahli patologi/virologi IPB, berurusan dengan virus bukanlah tugas baru. Mereka telah melakukan penyelidikan bakteri virus pada level biomolekuler sejak puluhan tahun lalu, dan terbiasa menangani virus berbahaya seperti Anthrax atau Flu Burung. Pada dasarnya, ihwal deteksi virus bukan lagi semata-mata domain kalangan kedokteran manusia. Observasi virus telah menjadi cabang ilmu yang masuk ke dunia mikrobiologi, farmakologi, kedokteran hewan, peternakan, ilmu kesehatan lingkungan, penyakit tanaman, dan masih banyak lainnya.
Maka, mesin PCR ada di banyak tempat di Indonesia. PCR sudah hadir di lab-lab universitas di Banda Aceh, Medan, Padang, dan universitas lain di kawasan tengah atau timur, seperti Pontianak, Banjar Baru, Makassar, Denpasar, dan banyak lainnya. Di situ juga tersedia SDM yang mumpuni. Kalangan ini yang tampaknya digalang dan diberdayakan pemerintah untuk ikut memerangi wabah Covid-19.
Laboratorium Bioteknologi di Cibinong Bogor, milik Lembaga Biologi Nasional, instansi di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menjadi tempat untuk meng-update seluk-beluk Covid-19 itu di kalangan para peneliti yang akan dilibatkan. Utamanya, terkait detil teknis termasuk reagennya.
Pemanfaatan Mesin Hybrid
Bukan hanya kalangan perguruan tingi, pemerintah juga akan mengajak banyak rumah sakit untuk memanfaatkan sumber daya yang ada untuk secara cepat mengidentifikasi infeksi Covid-19. Achmad Yurianto memberikan isyarat bahwa ada mesin-mesin pengidentifikasi virus dan kuman yang sudah dioperasikan di banyak RS dan klinik, yang ternyata dapat dikonversi menjadi alat pendeteksi Covid-19. Piranti itu akan dikerahkan, setelah dilakukan penyesuaian untuk digunakan pada virus Corona.
“Dari 900 mesin ada 305 mesin yang bisa dikonversi untuk lakukan pemeriksaan Covid-19. Sedang kita persiapkan. Ini tinggal menunggu datangnya cartridge. Kita harapkan pada minggu ini bisa kita operasionalkan,” kata Yurianto.
Meski tak menyebut nama alatnya, kalangan dokter paham, yang dimaksudkannya adalah mesin X-pert X-press buatan industri alat kesehatan Cepheid Co dari Sunnyvale, California, Amerika Serikat. Piranti itu telah mendapatkan izin Emegency Use Auhority (EUA) dari FDA, otoritas pengaturan obat dan makanan tertinggi di Amerika Serikat, akhir Maret lalu.
Piranti X-pert X-press Cov-2 ini tergolong sebagai rapid test kit. Hasil tes dijanjikan tidak sampai 15 menit sudah keluar. Berbeda dari rapid test pada umumnya, X-pert tak mendeteksi antibodi dalam darah. Ia juga tidak menggunakan sampel darah, melainkan swab tenggorokan. Ia langsung mendeteksi antigen, yakni virus itu sendiri, melalui identifikasi material genetiknya (genome).
X-pert bekerja dengan kecepatan tinggi. Ia mengisolasi virus dari spesimen, membongkar jaketnya yang mirip kulit rambutan itu, mengeluarkan material genetik, sekaligus memindai susunan asam nukleatnya. Hasilnya dibandingkan dengan susunan asam nukleat virus corona yang standar. Bila identik, maka mesin menyatakan ada virus Covid-19 dalam sample.
Namun, berbeda dari PCR yang melakukan penggandaan material genetik sampai jumlah yang cukup respresentatif untuk diperiksa struktur asam nukleatnya, X-pert melakukan sekadarnya saja. Tentu, presisinya berbeda. Toh, FDA mengizinkan mesin ini dioperasikan karena kebutuhannya mendesak. Mesin X-pert ini membantu melakukan uji cepat agar bisa dilakukan pemeriksaan secara massal.
Gugus Tugas Covid-19 belum secara jelas mengkategorikannya. Tapi apa pun kategorinya, piranti ini sudah tersedia di ratusan klinik dan rumah sakit. Lebih banyak lebih baik. Sebagai piranti rapid test, ia tentu sangat bermanfaat di tengah wabah yang sulit dikendalikan ini.
Penulis : Putut Trihusodo
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini/Elvira