Tersedia jembatan kayu sepanjang 1,8 kilometer sebagai jalur trekking turis menikmati talao dan hutan mangrove seluas hampir 2 hektare.
Sumatra Barat (Sumbar) adalah satu di antara 10 provinsi di Pulau Sumatra. Luasnya mencapai 42.013 kilometer persegi dengan jumlah penduduk sekitar 5,53 juta jiwa berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2020. Keindahan alam, kekayaan budaya, keragaman adat istiadat, dan kehidupan religius masyarakatnya menjadi keunggulan dari Sumbar.
Sektor pariwisata menjadi salah satu andalan pemerintah provinsi setempat untuk menarik minat masyarakat berkunjung ke Sumbar. Sebelum pandemi, ada sekitar delapan juta turis domestik dan mancanegara mengunjungi Minangkabau. Sedangkan selama periode Januari sampai November 2022 seperti dikutip dari Dinas Pariwisata Pemerintah Provinsi Sumbar, ada sekitar 5,2 juta turis berwisata ke Ranah Minang. Mayoritas turis asing ke sini berpaspor Malaysia dan Singapura.
Ada banyak objek wisata alam menarik untuk dikunjungi di Bumi Minangkabau ini. Salah satunya adalah Green Talao Park yang terletak di kawasan Pantai Tiram. Talao dalam bahasa setempat artinya telaga, ada pula yang merujuknya sebagai rawa.
Menurut oseanograf Amerika Serikat Donald William Pristchard, dalam bukunya What Is an Estuary: Physical Viewpoint terbitan 1967, estuaria adalah pertemuan air tawar dan air bersalinitas tinggi, tepat di muara sungai menuju laut terbuka.
Objek wisata yang berada di pesisir menghadap Samudra Hindia itu masuk ke dalam wilayah adminitrasi Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman. Jaraknya hanya sekitar 10--15 menit dari Bandar Udara Internasional Minangkabau. Kalau dari Kota Padang sekitar 30 kilometer. Untuk mencapainya bisa melewati ruas jalan lintas Sumatra Kataping-Pariaman.
Kalau dari kota sejuk Bukittinggi, agar lebih cepat sampai, kita bisa menempuh akses Simpang Paritmalintang menuju Simpang Empat Pauhkamba. Kemudian, terus lurus ke arah Ulakan. Seluruh jalan menuju kawasan ekowisata edukasi ini sudah beraspal mulus. Green Talao Park berjarak hanya sekitar 1,5 km dari Kantor Wali Nagari Ulakan atau di tepi Jalan Syekh Buhanuddin.
Tiket masuknya pun terjangkau, kita cukup membayar Rp5.000 untuk tiap orang dan biaya parkir Rp2.000 per kendaraan. Lapangan parkirnya cukup untuk menampung sekitar 200 motor atau 30 mobil. Semilir angin laut akan langsung menyambut ketika menjejakkan kaki di sini. Begitu selesai membayar tiket masuk, kita bisa langsung melangkahkan kaki ke jembatan kayu selebar 1,5 meter untuk menyusuri talao.
Pada salah satu bagian dari jembatan kayu yang merupakan jalur trekking, dibangun titik unik berbentuk hati yang disebut Jembatan Hati, satu dari beberapa titik terbaik untuk berfoto, terutama di sore hari. Panjang jembatan beralas papan kayu dan pondasi beton dari sejak titik awal hingga akhir adalah sekitar 1,8 km dan diklaim pengelolanya yakni Badan Usaha Milik Nagari (BUMNag) Pesisir Ulakan Madani sebagai terpanjang di Indonesia.
Tepat di seberang jembatan ada Pantai Tiram, berupa bukit kecil pasir membujur hampir 3 km bagai perisai melindungi talao dengan Samudra Hindia. Deburan ombak menampar tepi pantai terdengar jelas, karena jaraknya tak lebih dari 100 meter saja. Jembatan tak cuma melintasi permukaan air talao saja, karena ia juga menembus hijaunya hutan mangrove yang didominasi pohon nipah (Nypa fruticans) dan bakau (Rhizopora apiculata).
Pohon nipah menjadi satu-satunya keluarga palma yang mampu tumbuh di lingkungan hutan mangrove. Tumbuhan nipah mempunyai batang terendam di lapisan lumpur dan ketebalan batangnya dapat mencapai 70 sentimeter. Daun nipah mampu tumbuh sepanjang 7 meter dan tangkai bunganya bisa sepanjang 1 meter. Nipah begitu mendominasi pemandangan ketika jembatan kayu mulai melintas di hutan seluas hampir 2 hektare itu.
Daun-daun hijau besarnya yang sepintas mirip kipas raksasa akan langsung menyambut kita. Semakin jauh melangkah, tepian jembatan kayu seolah tak berbatas dengan kerimbunan daun-daun nipah nan menjulang. Pada beberapa bagian, nipah berusia lebih dari lima tahun itu membentuk kanopi alami sehingga ketika kita melintas di bawahnya dapat berlindung dari terpaan teriknya sinar matahari.
Setelah lelah meniti jembatan kayu di suasana terik, tentulah kita akan merasa haus dan lapar. Tenang saja, tak jauh dari pintu masuk, di sebuah lapangan terbuka ada sejumlah kedai makanan dan minuman siap menuntaskan hasrat lapar dan haus. Coba juga pengalaman unik menjajal jus buah nipah atau kuliner kepiting bakau yang gurih. Pihak BUMNag Pesisir Ulakan Madani membangun sejumlah gazebo yang dapat dipakai pengunjung untuk bersantai. Tersedia pula fasilitas penunjang seperti toilet bersih dan musala.
Andalan Sumbar
Green Talao Park atau dikenal juga sebagai GTP, sejatinya merupakan pengembangan kawasan kunjungan wisata dan Program Pilot Inkubasi Inovasi Desa Pengembangan Ekonomi Lokal (PIID-PEL) oleh Kementerian Desa sejak 2016. Melalui komitmen bersama niniak mamak, BUMNag Pesisir Ulakan Madani, kelompok ekonomi nagari dan kelompok sadar wisata (pokdarwis) setempat berhasil menyulap 15 hektare kawasan milik 10 kaum ulayat yang selama ini terlantar menjadi destinasi wisata tersinergi.
Kemudian mulai dikembangkan sebagai kawasan ekowisata dan edukasi oleh Kenagarian Ulakan sejak 2019 menggunakan anggaran Program Dana Desa dari Kemendes sebesar Rp1,8 miliar, salah satunya membangun jalur trekking. Oleh Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Sumbar, Kabupaten Padang Pariaman, di mana GTP berlokasi, bersama Kabupaten Pesisir Selatan dan Kota Padang masuk dalam Wilayah I dengan kekhasan wisata petualangan dan bahari.
Bukan cuma berjalan di jalur trekking yang menjadi andalan GTP, karena sudah ada paket-paket ekowisata berbasis pengalaman seperti berburu lokan atau kerang dan kepiting bakau, memetik buah nipah, berkano (canoeing), dan menyusuri jalur lumba-lumba ke Pulau Pieh, serta menjajal bermalam di homestay milik masyarakat setempat.
Wali Nagari Ulakan, Ade Candra Saputra seperti dikutip dari website Pemprov Sumbar, berujar kalau GTP sangat cocok sebagai objek wisata keluarga karena masih asri dan tenang. Ia menyebut tempat ini sebagai salah satu lokasi terbaik di Sumbar untuk menyaksikan fenomena matahari terbenam. Bupati Padang Pariaman Suhatri Bur menyebut, GTP adalah satu di antara 70 destinasi wisata di kabupatennya dan saat ini menjadi andalan Sumbar untuk wisata pesisir.
Ketika pertama kali dibuka pada 2020, tempat ini sudah langsung menyerap 32.954 pengunjung dan memberi pendapatan bagi Nagari Ulakan sebesar Rp211 juta. Jumlah itu meningkat setahun kemudian ketika ada sekitar 130 ribu orang berwisata dan membawa cuan sekitar Rp800 juta untuk Ulakan. Tak heran jika Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldy sampai menargetkan GTP bisa menyedot pemasukan sebesar Rp1,2 miliar untuk Ulakan dan Padang Pariaman.
Kemajuan yang ditunjukkan itu dan pengembangannya sebagai wisata berkelanjutan telah memikat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno berkunjung pada 5 Juli 2022 lalu. Seperti dilansir website Kemenparekraf, kunjungan itu dikaitkan juga dengan masuknya Green Talao Park dalam 50 Desa Wisata Terbaik untuk Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2022.
Sandiaga juga mengingatkan kalau objek wisata ini bisa menjadi alternatif kunjungan para peserta World Islamic Economic Trade Forum 2023 yang akan diadakan di Sumbar dan diperkirakan dihadiri oleh lebih dari 10.000 peserta. "Lokasinya sangat dekat dengan bandara, suasananya tenang dan cocok untuk healing bersama keluarga. Kita juga akan memperkenalkan potensi wisata halal Sumbar kepada peserta forum ekonomi Islam sedunia tahun depan di provinsi ini," ucap Sandiaga.
Kabar itu tentu sebuah sinyal positif bagi sektor pariwisata di Minangkabau untuk kembali bangkit setelah terpuruk oleh pandemi Covid-19. Terlebih lagi jalur penerbangan internasional telah dibuka kembali sejak pertengahan 2022.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari